Mohon tunggu...
Hana Marita Sofianti
Hana Marita Sofianti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini, Guru , Blogger, Ghost Writer, Founder MSFQ

Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini , Guru, Blogger, Ghost Writer, Founder MSFQ

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyoal Perkelahian yang Terjadi antara Guru

7 Februari 2020   23:23 Diperbarui: 7 Februari 2020   23:37 714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesama Guru Berkelahi, wajarkah?

Medan, Sumatera Utara. Kasus guru berkelahi sudah tidak asing di telinga jika berkelahi dan adu mulut dengan salah satu orang tua siswa atau bahkan dengan muridnya sendiri, namun yang terjadi baru-baru ini adalah sesama profesi guru atau sama - sama pendidik berkelahi, dan tentu saja ini telah menambah rentetan prestasi buruk bagi profesi seorang guru di tanah air.

Perlu di garis bawahi oleh semua pihak baik pendidik/guru atau pun tenaga kependidikan di Indonesia, bahwa kasus serupa janganlah terjadi lagi, sangat disayangkan dimana seorang guru yang seharusnya menjadi panutan bagi siswa-siswinya malah memberikan contoh dan teladan yang tidak baik. 

Siswa atau siswi tidak akan menghormati dan segan terhadap guru jika gurunya saja seperti itu/berkelahi atau berkelakuan tidak pantas dan tentunya akan berdampak negatif bagi semua jajaran pendidik yang ada di tanah air. 

Bagaimana mau mencerdaskan kehidupan bangsa sedangkan gurunya sendiri tidak cerdas mengontrol emosinya.


Guru juga manusia


Tidak pernah muluk-muluk untuk berpendapat, karena sosok guru sejatinya bukanlah malaikat yang tidak pernah salah, namun kriteria dan akhlak seseorang ketika mau menjadi guru memang harus di pelajari dan di perdalam lagi untuk dapat mengontrol emosi dan menstabilkannya.

Percayalah guru juga manusia yang terkadang mempunyai sifat tersinggung yang memang jika kondisi kejiwaan, suasana hati atau emosinya sedang tidak baik.

Apabila memang ada permasalahan pribadi seharusnya di selesaikan secara pribadi juga, maka semestinya tidak usah berkelahi di tempat umum apalagi di tempat lokasi mengajar, di situlah seorang guru sepatutnya memerlukan tingkat pemahaman dan pemikiran yang mendalam tentang sebab akibat dan dampak yang di hasilkan ketika dia melangkah dan mengambil keputusan, apalagi sampai berkelahi.

Kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan sosok guru ini, karena guru juga sosok manusia biasa yang tersentuh hatinya atau tersulut jika memang ada hal-hal yang menyinggung atau mengusik pribadinya atau pekerjaannya, sama saja seperti kalian walaupun yang bukan seorang guru,memiliki emosi normal dan berinteraksi.

Berbeda dengan puluhan tahun yang lalu ketika seorang guru sangat disegani dan untuk lewat di depannya pun kita merasa takut atau malu. Memang kata "malu" itu sudah kuno dan jargon "takut" sudah terkikis dengan era milenial yang di mana guru harus dapat berkamuflase menjadi teman dan sahabat bagi murid-muridnya. 

Tetapi sekali lagi bukankan akhlak dan karakter seorang manusia yang hidup di wilayah negara ini mempunyai tata krama dan etika kesopanan yang sudah menjadi budaya di setiap masyarakat Indonesia? Khususnya bagi seorang guru.


Guru PAUD yang baik


Selaku praktisi pendidikan saya sangat menyesal dengan kejadian yang menimpa rekan seprofesi walaupun beda tingkatan pelayanan pendidikan, dan beda wilayah bahkan terhalang pulau -pulau dan lautan.

Miris sekali dimana seorang guru yang harusnya di gugu dan di tiru akhlak baiknya "karena nilai setitik rusak susu sebelanga" maka harus di pertontonkan perkelahiannya yang sengaja di viralkan lewat media.

Bagi saya seorang praktisi pendidikan PAUD yang memang pembelajarannya harus menyenangkan maka dalam kondisi dan situasi apapun kita harus selalu terlihat tersenyum dan bahagia walaupun kondisi hati kita sedang tidak mood dan tersulut emosi sekalipun.

Belajar menstabilkan emosi, belajar menenangkan hati sendiri, hati anak-anak yang sedang rewel, belajar menanggapi anak yang macam-macam tingkah laku dan rupa kelakuannya adalah hal yang memang sangat tidak mudah, salah satu contoh yaitu jika ada anak yang BAB itu harus dibersihkan oleh kita sebagai guru karena dititipkan kepada kita, bukankah itu artinya kita sebagai guru adalah orang tua ke dua bagi anak.

Memang tidak bisa di pungkiri jika guru yang berkelahi bukanlah seorang guru PAUD, jadi porsinya tidak akan pernah sama ketika di bahas permasalahannya sampai kapanpun, tetapi sekali lagi selaku praktisi pendidikan dan selaku sesama guru walau beda tempat mengajar, status, gaji, pangkat, dan golongan saya hanya bisa mengungkapkan rasa keprihatinan yang besar dan sedalam-dalamnya bahwa tidak semua profesi guru seperti itu kelakuannya atau karakternya, itu hanya segelintir orang atau oknum yang memang mencoreng nama baik pendidik dan tenaga kependidikan di Indonesia.

Bandingkan saja dengan praktisi negara yang memang mempunyai emosi yang tidak stabil juga dan mereka selalu berhasil menunjukan sikap kasar begitu walau di cemooh banyak orang sekalipun, tetapi tetap enjoy saja dan tetap menjadi petinggi negara. 

Akhirnya setiap profesi apapun di muka bumi ini tetap saja jika dia adalah seorang manusia biasa akan mempunyai karakter manusianya itu sendiri, seperti untuk ketahanan diri ya berkelahi.

Terlepas dari itu semua semoga semua guru yang berada di negeri ini selalu di berikan kesabaran, menjaga nama baik profesi dan selangkah lagi lebih di perhatikan oleh pemerintah.

Salam Pembelajar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun