Mohon tunggu...
Hana Marita Sofianti
Hana Marita Sofianti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini, Guru , Blogger, Ghost Writer, Founder MSFQ

Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini , Guru, Blogger, Ghost Writer, Founder MSFQ

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lulusan S1 Tidak Menjamin untuk Bekerja Lebih Baik, tetapi Alangkah Lebih Baiknya Pekerja Berkualifikasi S1

6 Februari 2020   18:28 Diperbarui: 6 Februari 2020   18:36 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

" kamu kuliah dimana? Jurusan apa? Wah hebat dong, sebentar lagi siap kerja! ".

Kalimat di atas adalah kalimat umum yang memang setiap kita menghadapi orang yang di depan kita telah melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Biasanya orang yang mengenyam pendidikan tinggi akan merasa bangga dengan apa yang di jalaninya, karena merasa hebat dan memang di usia sekitar itu akan tumbuh jiwa idealis dan merasa paling benar sendiri.

Lulusan S1 tidak menjamin untuk bekerja lebih baik

Berdasarkan pengalaman nyata saya di sini akan mengulas beberapa hal penting yang menurut fakta jika memang tidak semua lulusan S1 yang bisa siap kerja, baik itu sesuai kualifikasi pendidikannya ataupun tidak. Diantaranya :

1. Gengsi

Atas dasar gengsi gede-gedean maka si sarjana lulusan ini ketika dia bergabung dengan team kerja yang baru baginya, baik itu sesuai dengan kualifikasi pendidikannya atau tidak maka dia akan merasa gengsi atau istilah lainnya "malu bertanya sesat di jalan, banyak bertanya memalukan ". Hehehe

Sepertinya hal ini sangat penting bagi dia untuk tetap merasa paling bisa karena dia sendiri tidak mau bertanya sana sini dan kanan kiri, apalagi ketika di beri tahu informasi juga tidak menerimanya.

2. Tidak nyambung

Hal yang akan menjadi pemisah adalah ketika si lulusan sarjana ini mulai membanding-bandingkan dirinya yang masih baru dengan anggota atau karyawan lama yang memang dedikasinya sudah tinggi terhadap perusahaan atau tempat tertentu sehingga menjadi jurang pemisah baginya dan pekerja lama.

3. Sombong

Tidak sedikit yang telah mencapai titik pendidikan tinggi akan merasa sombong dan merasa paling bisa hanya karena dia bertitel A atau B, sehingga berakibat fatal dan berdampak bagi dirinya dan karirnya sendiri. Kalau sudah begini, kan berabe .

4. Gila Hormat

Banyak yang bertitel juga merasa gila hormat sehingga tidak ada yang lebih tinggi derajatnya selain dia yang artinya derajat yang lain minus celcius alias beku.

Tujuan dia bisa gila hormat adalah hanya untuk memamerkan titel dan memuji dirinya sediri untuk mencapai tujuannya sediri dan demi kepuasannya sendiri 

5. Cari Muka

Kerja berasa masih kuliah, mungkin karena masih hangat-hangat tai ayam keluar dari perkuliahan dan universitas atau sekolah tinggi yang sejatinya mengejar sebuah nilai itu harus di perjuangkan. Contohnya cari muka terhadap dosen tertentu, sehingga penerapan aplikasinya ketika dia bekerja di tempat tertentu hanya untuk cari muka dan parahnya menjadi seseorang penjilat kelas kakap. Ini akan menjadi masalah baru bagi rekan kerja lama yang memang sudah berdedikasi untuk perusahaan yang bekerja keras dan setulus hati.

6. Sikut - menyikut

Ada lagi si lulusan sarjana itu akan merasa sikut - menyikut atau tikung - menikung untuk mendapatkan jabatan atau kepercayaan tertentu dalam dunia kerja barunya, hal ini mungkin dikarenakan ekspektasi tidak sesuai realita, praktek tidak semudah teori, walaupun mereka menghafal teori banyak-banyak tetapi percayalah tidak semua teori cocok ataupun pas di lapangan, maka dari itu seseorang sebelum di lulus kan menjadi pakar di bidangnya itu harus melewati masa uji kompetensi atau magang, hal ini tidak menjamin karena magang dan pengalaman tentu sangat berbeda.

7. Demo

Mereka sudah biasa bersuara lantang dan jiwa berontaknya tetap hadir dimana pun mereka berada di karenakan jiwa muda yang labil dan memiliki ego serta idealis menjadi faktor tidak selamanya lulusan S1 itu baik untuk lapangan pekerjaan baru bagi mereka. Terbukti dengan banyaknya sarjana yang bekerja tidak sesuai kualifikasi pendidikannya sehingga akhirnya akan menimbulkan sekat - sekat dan ketidak mengertian akan membuat mereka harus terpaksa menjalani pekerjaan itu karena faktor kebutuhan dan lebih parahnya lagi tidak sedikit juga dari mereka menjadi pengangguran serta pengangguran itu tidak di tanggung oleh negara. Untuk kasus ini masih ingatkah dengan wacana yang di kampanyekan oleh calon Presiden kita dulu bahwa siapapun orang lulusan anu dan anu dapat gaji dari negara sebelum bekerja, bukankah ini memunculkan masalah baru dari permasalahan yang sudah ada? Rakyat akan merasakan tidak adilnya hal ini apabila memang terjadi.

Alangkah lebih baik pekerja yang berkualifikasi S1

Kenapa harus demikian? Karena jika di sandingkan antara pekerjaan dan latar belakang kualifikasi pendidikan sebelumnya, banyak dari beberapa orang di Indonesia khususnya yang terjebak dalam sistem ngawur dalam memilih jurusan pendidikan dan ketika bekerja di lapangan seperti contoh, lulusan kimia bekerja di pariwisata, lulusan keguruan bekerja di pusat perbelanjaan, sehingga tidak sinkron antara ilmu yang di dapat dengan pelaksanaan dan praktek di kehidupan nyata.

Apabila semua hal itu sesuai dengan apa kualifikasi pendidikan yang di tempuhnya dan bekerja sesuai bidangnya maka kejadian di atas yaitu seorang lulusan sarjana yang tidak siap kerja tidak kan pernah terjadi, serta tidak akan menjadi jurang pemisah dan penyekat di kehidupan nyata dan di dunia kerja yang sebenarnya.

Sumber: Merdeka.com
Sumber: Merdeka.com

Kesimpulannya, terlepas dari itu semua baik seseorang itu berkualifikasi pendidikan atau tidak, sinkron atau tidaknya dalam menempuh pendidikan dan ketika terjun ke dunia kerja, kita lihat tidak sedikit juga orang - orang  yang sukses di tanah air tanpa menyentuh dunia pendidikan, dan banyak juga yang sukses bekerja sambil mengenyam pendidikan, dan sebaliknya.

Ini semua terjadi adanya garis dan takdir Tuhanlah yang menjadi pengaruh seseorang berhasil tidaknya dalam menempuh kehidupannya khususnya dalam pendidikan dan pekerjaannya, selain dari nasib, kerja keras dan pengalaman bekerja yang tidak bisa di beli oleh bangku perkuliahan.

Salam Pembelajar

06 Februari 2020

Hana Marita Sofianti

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun