Mohon tunggu...
Hana Marita Sofianti
Hana Marita Sofianti Mohon Tunggu... Guru - Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini, Guru , Blogger, Ghost Writer, Founder MSFQ

Praktisi Pendidikan Anak Usia Dini , Guru, Blogger, Ghost Writer, Founder MSFQ

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Pesona Prabu Geusan Ulun bagi Padjadjaran dan Ratu Haris Baya

16 Januari 2020   17:31 Diperbarui: 17 Januari 2020   10:24 7103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumedang adalah kota terakhir bagi kerajaan Sunda, Padjajaran. Kota yang terletak di antara Kuningan dan Majalengka ini menjadi Tempat pilihan Maharaja Sribaduga Prabu Siliwangi untuk melangsungkan estafet kepemimpinan kerajaan yang sedang di pimpinnya.

Kota yang terkenal karena makanan khas berupa Tahu Sumedang ini, adalah tempat persinggahan terakhir bagi ke empat patih/panglima Prabu Siliwangi dan sekarang menjadi kota Wisata karena sejarahnya yang unik dan melegenda.

Benda pusaka Museum Prabu Geusan Ulun : foto by hana
Benda pusaka Museum Prabu Geusan Ulun : foto by hana
Pada Tahun 2017 saya berkunjung ke Museum dan Makam Prabu Geusan Ulun. Prabu Geusan Ulun adalah seorang putra mahkota dari Pangeran Kusumahdinata 1 (Pangeran Santri) dan Ratu Pucuk Umun yang bernama asli Pangeran Angkawijaya dan lahir pada tanggal 3 bagian terang bulan Srawana 1480 Saka, atau tanggal 19 Juli 1558 Masehi dan meninggal tahun 1601 Masehi.

Museum Prabu Geusan Ulun berdiri pada tahun 1973 dengan pemiliknya Yayasan Pangeran Sumedang. Museum ini terletak di tengah/pusat kota Sumedang 50 Meter dari Alun-alun ke sebelah selatan, berdampingan dengan gedung bengkok atau gedung negara dan berhadapan dengan gedung-gedung pemerintah, jarak dari Cirebon ke Sumedang 85 KM sedangkan dari Bandung 1 jam. Museum ini di kelilingi tembok yang tingginya 2,5 meter dengan luas halaman 1,88 ha dan di hiasi tanaman-tanaman dan pohon-pohon langka di sekelilingnya.

Mahkota Bino Kasih : foto by hana
Mahkota Bino Kasih : foto by hana
Di museum ini terdapat benda-benda pusaka & senjata peninggalan kerajaan Pakuan Padjajaran/Kerajaan Sumedang larang, selain itu ada juga Gedung Srimanganti, Kirab pusaka sumedang larang, mahkota bino kasih, serta Gamelan sari oneng.

Makam Prabu Geusan Ulun : Dayeuh Luhur
Makam Prabu Geusan Ulun : Dayeuh Luhur
Sedangkan Makam dari Prabu Geusan Ulun terletak di daerah yang cukup tinggi, Gunung Rengganis, yaitu di Desa Dayeuh Luhur Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang. Jika ke sana kita harus menggunakan kendaraan roda dua ataupun empat karena berjarak sekitar 7 KM dari pusat kota jalan yang di lalui lumayan menanjak tetapi justru kita akan melihat keindahan alam Kota Sumedang dan termasuk Gunung Tampomas. Makam Prabu Geusan Ulun letaknya di bagian utara desa sisi barat Jalan desa Dayeuh Luhur dan di tengah-tengah kompleks makam yang di dirikan Tahun 1601 Masehi oleh Yayasan Pangeran Sumedang.

Salah satu peninggalan kerajaan Pakuan Padjajran di Museum Prabu Geusan Ulun
Salah satu peninggalan kerajaan Pakuan Padjajran di Museum Prabu Geusan Ulun
Yang jadi pertanyaan adalah kenapa tahta kerajaan Pasundan atau Padjajaran jatuh kepada Prabu Geusan Ulun? Kenapa tidak ke orang lain? Kenapa tidak ke tempat lain atau kota lain? Jawabannya yaitu Prabu Geusan Ulun adalah orang yang pantas dan orang yang terpilih oleh Prabu Siliwangi untuk melanjutkan tanduk kekuasaan kerajaan Padjajaran tatkala kalah perang dengan kerajaan Banten. 

Ketika batu penobatan di ambil oleh pasukan Banten, maka mahkota Raja tidak sempat di ambil oleh pasukan tersebut, dan ke empat patih/panglima ponggawa Maharaja Sibaduga Siliwangi tersebut merasa harus menyelamatkan dan meneruskan tanduk kekuasaan Padjajaran ke pihak yang pantas untuk menerimanya yaitu Prabu Geusan ulun dan menyerahkan mahkota kerajaan kepadanya dan mahkota itu bernama mahkota bino kasih yang sekarang berada di Museum Prabu Geusan Ulun.

Selain untuk menjaga martabat kerajaan juga untuk membuktikan bahwa Kerajaan Padjajaran tidak lenyap walaupun kondisinya saat itu kalah perang. Salah satu pemicu perang tersebut adalah rasa ingin saling menguasai wilayah masing-masing.

Ke empat panglima/patih mengabdi kepada Raja Terpilih yang di tunjuk oleh Maharaja Sribaduga Prabu Siliwangi, lalu beliau (Prabu Siliwangi) di kisahkan Moksa (Tilem).

Berikut Pesona Prabu Geusan Ulun bagi Pakuan Padjajaran & Ratu Haris Baya diantaranya :

1. Memiliki aura seorang pemimpin yang positif, kecakapan sosial dan kedudukan yang terhormat.

2. Kedudukannya pada saat itu sangatlah di segani oleh rakyatnya.

3. Dari kondisi perawakan yang gagah sebagai seorang raja.

4. Keturunan ningrat yang dermawan.

5. Memiliki sifat arif & bijaksana dalam segala bidang terbukti dengan kejadian Ratu Haris Baya.

dan tentunya masih banyak lagi yang tidak bisa di sebutkan satu persatu.

Ketika Prabu Geusan Ulun mengunjungi leluhurnya di Cirebon dengan berniat ingin berdiskusi dan belajar serta memperdalam agama islam, ada yang unik dari perjalanan ini yaitu seorang Ratu yang menjadi pasangan orang no.1 di Kesultanan Cirebon waktu itu, kesannya terbukti seperti di bawa atau di curi oleh sang Prabu, padahal kenyataannya tidak seperti itu, Sang Ratu lah yang melarikan diri dari Cirebon dan mengikuti rombongan Prabu Geusan Ulun dan ke empat patihnya tepat ketika mereka meninggalkan Cirebon. Sehingga menjadi misteri kenapa Ratu Haris Baya mau mengikuti Sang Prabu? Apakah Sang Prabu memiliki magnet hipnotis yang kuat sehingga seorang Ratu bisa terpincut oleh sosok satu ini. 

Hal ini menjadi menarik perhatian saya selaku pengunjung dan penulis cerita di destinasi wisata Museum ini yaitu sehebat apakah pesona Prabu Geusan Ulun sehingga Kedua tokoh penting pada masanya mempercayai beliau untuk menjadi raja penerus Pakuan Padjajaran, dan menjadi suami Sang Ratu setelah melarikan diri dari suaminya juga. Sudah barang tentu seorang Prabu tidak mungkin mencuri jabatan ataupun mencuri isteri orang lain. Tidak mungkin! Karena memiliki kode etik akhlak dan kepemimpinan yang sejati. 

Dari kejadian di atas maka timbulah peperangan antara Sumedang dan Cirebon dan di menangkan oleh Sumedang, tetapi tetap saja pihak Kesultanan Cirebon merasa di rugikan lalu Raja Giri Laya bersedia melepas Sang Ratu dan menceraikannya dengan syarat meminta ganti rugi atau denda yaitu Prabu Geusan Ulun harus menyerahkan wilayah Kuningan dan Majlengka sebagai tebusannya. Hal ini menjadi cikal bakal hukum adat tentang seorang isteri yang di ambil orang lain dari suaminya dan sejak kejadian itu Majalengka dan Kuningan terpisah dari Kerajaan Sumedang. Lalu pulanglah Ratu Haris Baya ke Sumedang dan melahirkan di sana yaitu anak dari Raja Giri Laya dan di beri nama oleh Pabu Geusan Ulun "Arya Suryadiwangsa" yang nantinya menjdi penerus tahta Pemerintahan setelah Prabu Geusan Ulun.

Foto by hana
Foto by hana
Setiap kita berwisata ke tempat dan daerah manapun maka tentunya nuansa tempat akan erat dengan sejarah dari tempat wisata tersebut, sehingga akan menjadi ciri khas dan kisah yang turun temurun di ceritakan kepada anak cucu kita supaya dapat di jaga dan di lestarikan dengan baik dan oleh sebab itulah museum ini di dirikan.

Sumedang membuat saya berkata pada diri saya sendiri : "Sumedang Nandang Kahayang" yang artinya di Sumedang saya banyak harapan dan keinginan untuk menjelajahi kota tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun