Mohon tunggu...
Iqbal Hanafi
Iqbal Hanafi Mohon Tunggu... Administrasi - Sarjana Administrasi Publik

"Segala Sesuatu akan hancur, kecuali wajahnya" (Q.S. Al-Qashas : 88)

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Gaduhnya AHY, Bukti Dia Tidak Mengerti Politik

3 Februari 2021   20:20 Diperbarui: 3 Februari 2021   21:02 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Artikel ini ditulis Oleh Iqbal Hanafi S.A.P.

Penggiat di Bidang Pemerintahan.

Apa yang ia tulis berkesesuaian dengan Gelar Sarjana yang ia miliki

Major Administrasi Publik

Saya terpingkal-pingkal menonton di platform youtube melihat kekonyolan AHY untuk sekedar mengumumkan kepada publik melalui konferensi pers yang dia adakan karena isu kudeta yang justru sumbernya masih simpang siur dan tidak berasal dari inteligensi dirinya sendiri serta kondisi psikologisnya yang secara tidak langsung mengatakan "Wah, ini benar-benar gawat darurat skakmat. Kalau tanpa sepengetahuan orang banyak, maka saya akan benar-benar dikudeta kalau begini." itu menurut opini saya saja, jangan baper.

Jadi begini, ini 'kan hanya masalah yang terjadi di internal Partai Demokrat. kok malah sampai sebegitu hebohnya dia berkoar-koar di media hanya untuk membeberkan kondisi kesendiriannya di kepengurusan partai? Sebagai Ketua Umum, seorang pemimpin hendaknya bersikap arif dan bijaksana dalam menghadapi serangan-serangan yang tengah menggempur. Nah, disebabkan kabar ini sudah menjadi konsumsi publik maka saya sebagai bagian dari publik berhak untuk mengomentarinya. Sepakat ya? jangan baper.

Kita lanjut. AHY itu 'kan dari militer. Apakah strategi-strategi di dalam politik itu begitu mematikannya dibandingkan dengan strategi-strategi militer yang ia pelajari sewaktu menjadi tentara dahulu? Inilah yang kita sebut sebagai kelahiran prematur seorang politisi.

prematur berarti banyak sekali kelemahan-kelemahan yang terdapat padanya seperti organ tubuh seorang bayi yang lahir dini yang tidak berfungsi secara maksimal. Dia harus dipasangi oksigen, dipasangi infus kemudian dikandangi dengan tabung incubator supaya suhu tubuhnya menjadi stabil.

Namun, ketika ia dihadapkan pada keadaan alam yang sesungguhnya, maka bayi itu akan menangis 'uwek-uwek' karena berbagai gangguan yang masuk kepada dirinya. Barangkali, itu sekilas perumpaan yang bisa saya sematkan kepada AHY.

Sampai di sini saya harus katakan bahwa AHY itu belum mengerti tentang politik. Kenapa saya katakan demikian? Pertanyaan ini akan menghantarkan kita pada pengetahuan paling dasar dari suatu mata kuliah Pengantar Ilmu Politik yang tatkala dahulu pernah saya pelajari di semester 3 perkuliahan yang diakumulasikan sebanyak 3 SKS (Satu Kredit Semester): 1 tugas kuliah; 1 tugas dari dosen; 1 tugas individu mahasiswa. Kebanyakan mahasiswa barangkali tidak menyinggung 1 kredit semester yang terakhir saya sebutkan tadi.

Baik, tanpa Ba-Bi-Bu saya akan langsung berikan kuliah ini pada AHY. Tidak lama, karena yang saya kuliahi hanya dasarnya saja. Nanti, kalau sudah mengerti kita bisa lanjutkan ke latihan soal.

Politik itu apa sih?

Dalam menjawab pertanyaan ini saya enggan untuk menjabarkan definisi politik karena sudah tersebar luas di google, Pembaca bisa cek sendiri. Namun, saya akan menjawab dengan analogi yang lain.

Politik kalau diistilahkan ke dalam Bahasa Arab adalah Siyasah. Makna siyasah itu sendiri berarti Cerdik atau Bijaksana. Cerdik kalau di-bahasa-inggris-kan artinya dodge (menghindar). Selanjutnya, kalau di Kamus Besar Bahasa Indonesia bakal banyak sekali pengistilahannya: Cerdik berarti cepat mengerti dan pandai mencari pemecahannya; panjang akal; banyak akalnya; licik; licin; pandai menipu dan lain sebagainya.

Lanjut, sedangkan bijaksana artinya selalu menggunakan akal budinya; arif; tajam pikiran; pandai dan hati-hati (ah, silahkan buka KBBI, karena banyak sekali pilihan katanya).

Dari hal yang paling dasar di atas, publik dapat mengkomparasikan secara awam antara AHY dan Politiknya mengenai bagaimana gaduhnya seorang AHY dengan kondisi yang ia hadapi di internal partainya sendiri. Artinya di sini sebagai seorang politikus plus Ketua Umum salah satu Partai Politik, saya memiliki anggapan bahwa ia masih belum mengerti seperti apa politik itu sebenarnya.

Ini opini saya pribadi, nanti tolong jangan tanyakan apakah saya politisi? tolong jangan, karena saya hanya memahaminya dalam bentuk teori saja. Saya tahu bagaimana kejamnya politik itu, tapi baru dalam bentuk teori. Ingat ya!

Akhirnya, seorang AHY itu tidak cerdik dan bijaksana dalam menyikapi isu kudeta yang ingin menggulingkan kekuasaannya selaku pemimpin partai. Hendaknya ia sadari dan fahami betul maksud dari suatu istilah kuno bahwa di dalam politik kita akan mati berkali-kali. Jikalau tidak siap atau tidak bisa mengakali maut politik itu datang, jangan pernah terlahir ke dalam dunia politik. Seperti saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun