Mohon tunggu...
Hanafi alrayyan
Hanafi alrayyan Mohon Tunggu... Penulis - Guru di sekolah

Sering menuturkan sisi-sisi kehidupan, kemudian mencoba mengambil pelajaran.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Donasi Pakaian di Lokasi Gempa Cianjur Menumpuk, Kenapa Bisa Begitu?

1 Desember 2022   14:47 Diperbarui: 17 Desember 2022   16:52 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca berita yang rilis di Harian Kompas pada hari kamis (1/12/2022) yang berjudul "Bantuan Pakaian Menumpuk, Penyintas Gempa Cianjur Butuh Bahan Makanan" membuat saya berpikir tentang perilaku konsumsi masyarakat kita terhadap pakaian.

Kita tidak akan berdiskusi tentang bantuan gempa yang diperlukan, tetapi akan melihat sedikit ke belakang dibalik membludaknya bantuan pakaian kepada korban gempa di sana dan cendrung tidak terlalu berguna bagi masyarakat.

Sebagai orang yang gemar membuka media sosial dan pasar daring di handphone, godaan untuk selalu update fashion itu selalu ada. Baik review dari selebgram di instagram. Eh eh, kok bagus ya, gumam saya. Selain itu, bisa juga tergoda dari murahnya pakaian di market place tersebut saat tanggal-tanggal tertentu.  

Pola belanja terhadap dunia fashion begitu tinggi di Indonesia, dilansir dari laman https://store.sirclo.com/blog/produk-terlaris-di-shopee/ disebutkan bahwa produk pakaian dan fashion adalah produk yang paling laku di shopee.

Dari sudut pandang kalangan minimalism, pola ini terbentuk karena masyarakat kita mengejar kebahagiaan melalui barang tersebut. Ketika membeli produk fashion terbaru, seakan-akan menemukan kebahagiaan. Padahal bisa saja kebahagian itu sementara dan fana, setelah satu atau dua bulan, rasa kebahagiaannya makin berkurang dan luntur ketika ada model fashion yang terbaru lagi. Begitulah siklusnya, sehingga pakaian tertumpuk di rumah, dan dampaknya rumah semakin sempit karena tumpukan pakaian tersebut.

Ada banyak cara untuk mengurangi tumpukan tersebut, menjualnya dengan pola preloved, membuangnya, atau mendonasikannya.
Namun ketika memilih jalan untuk mendonasikannya, perlu dilihat targetnya. Jangan sampai donasi tersebut menjadi tumpukan di daerah tertentu, sehingga dirasa kurang bernilai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun