Mohon tunggu...
Hanafi alrayyan
Hanafi alrayyan Mohon Tunggu... Penulis - Guru di sekolah

Sering menuturkan sisi-sisi kehidupan, kemudian mencoba mengambil pelajaran.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lihat, Dengar dan Rasakan

9 Mei 2018   20:26 Diperbarui: 9 Mei 2018   20:35 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lihat, Dengar dan Rasakan

Secara fisik, manusia memang hanya mempunyai dua bola matanya. Letaknya di muka. Alquran menyebutnya dengan istilah *Ainun*. Kualitas penglihatannya hanya terpaku pada apa yang dilihat, dan apa yang dibaca saja. Tidak lebih dari itu.

Namun secara spiritual, manusia ternyata juga mempunyai jenis mata lainnya. Yaitu mata Hati. Dalam bahasa Alquran disebut dengan *Bashar*. Kualitas baca penglihatannya lebih dari apa yang dibaca dan dilihatnya.

Saat berjalan tidak menggunakan mata, resikonya kita bisa menabrak orang lain atau bahkan menabrak pohon. Siapa yang sakit ? Tentu fisik kita.

Tapi ketika menjalani kehidupan di dunia ini tanpa mata hati, hidup kita bisa menabrak norma dan etika yang berlaku. Siapa yang sakit ? Mungkin mental dan juga fisik.

Apa sebenarnya mata hati itu ?

Mata hati adalah penggerak utama.  Filosof Muslim pernah berkata: "jika mata hati seorang muslim baik, maka perbuatannya akan baik pula".

Namun, faktor apa saja yang membuat mata hati menjadi baik atau bahkan buruk ?

Sebagai seorang manusia,Rene Girald dalam bukunya Things Hidden Since the foundation of the world (1987) menyatakan bahwa semua proses pembelajaran dibangun atas tindakan meniru. kita tumbuh dan berkembang dari proses belajar meniru orang lain. 

Gaya bicara, gaya bersosialisasi, semuanya meniru dari orang lain. Kalau dalam istilahnya *sheila on 7*, proses belajar itu melalui tahapan -lihat, dengar, dan rasakan-.

Darimana awal proses meniru itu ? Jawabannya dari melihat dengan kedua bola mata kita, dan dua pendengaran ?  

Aktifitas melihat yang dilakukan bola mata kita sangat berpengaruh terhadap kualitas mata hati kita.

Semakin baik yang kita lihat, baca dan tonton, semakin tajam kualitas mata hati kita.

Pertanyannya Sekarang. Konten apa sering kita tonton ? bacaan apa sering kita baca ? Atau informasi apa yang kita dengar ?

Namun rupanya sekarang, untuk memperbaiki kualitas tontonan, kita perlu ekstra tenaga.

Penyebabnya ? Tayangan televisi yang didominasi acara alayers, berita yang mendukung kandidat politik tertentu, Hal-hal semacam ini membuat mata hati kita makin keruh.

Belum lagi persoalan kuantitas & kualiatas bacaan kita. Kembali, saya harus mengutip data yang dirilis oleh Program for International Student Assessment (PISA) yang menyatakan bahwa kemampuan membaca masyarakat Indonesia sangat tertinggal dengan negara-negara tetangga, seperti Singapura, Vietnam, Malaysia dan Thailand.

Informasi yang kita dengar juga memainkan peranan penting dalam proses belajar. Bayi, belajar berbahasa dari mendengar. kata yang ia dengar, langsung diulang.

Namun sayangnya, seminggu ini suara yang kita dengar adalah suara sumbang tentang informasi intimidasi dari beberapa pendukung #2019gantipresiden VS #Diasibukkerja.

Kita perlu khawatir, proses berdemoktasi semacam ini bakal ditiru oleh generasi selanjutnya.

Dari itu semua, menurut saya mata hati masyarakat Indonesia harus dipertajam lagi dengan memperbaiki kualitas tontonan, bacaan dan pendengaran yang diruang publik. Dengan tujuan mata hati kita lebih tajam, dan bersih tentunya.

Terlebih ditahun-tahun politik ini untuk menciptakan suhu politik yang sejuk dan damai. Sehingga, tahun politik 2018-2019 bisa kita lalui dengan lapang dada. Mengutip lirik *Sheila on 7*, "Kau harus bisa, bisa berlapang dada".

Terkahir,  Lapang dada muncul dari mata hati yang tajam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun