Mohon tunggu...
Hanafi Izhar
Hanafi Izhar Mohon Tunggu... Lainnya - Penuntut Ilmu hingga akhir hayat

Senang ngopi dan berdiskusi.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kenangan yang tertinggal di Commuter Line Indonesia

23 Oktober 2024   18:56 Diperbarui: 24 Oktober 2024   03:22 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Setiap perjalanan kereta menjadi sesuatu yang kutunggu-tunggu. Aku mulai menikmati keramaian yang dulu menyiksa, karena setiap hari bersama Aulia terasa seperti petualangan kecil di tengah kota besar. Bahkan ketika malam datang, dan kereta terasa sunyi dengan wajah-wajah lelah penumpang, obrolan kami masih terasa hidup.

Namun, semuanya berubah begitu cepat. Setelah beberapa waktu, Aulia mulai jarang terlihat. Pesanku semakin jarang dibalas, dan aku mulai merasa kehilangan arah. Seolah-olah dia menghilang begitu saja, meninggalkan kereta yang dulu terasa hangat, kembali menjadi gerbong kosong dan penuh kesunyian.

Aku masih sering mengingatnya. Cerita-ceritanya, tawanya, bagaimana dia membuatku merasa nyaman di tempat yang asing. Dan sekarang, setelah aku kembali ke kampung halamanku di Kalimantan---tempat di mana tak ada kereta yang melintas, tempat di mana segala sesuatu kembali sunyi---kenangan tentang Aulia terus hidup. Aku tak tahu apa yang terjadi padanya, mengapa dia tiba-tiba menghilang, tapi satu hal yang pasti, dia telah meninggalkan jejak yang tak bisa hilang di dalam diriku.

Meskipun tak ada rel di sini, setiap kali aku melihat hamparan jalan yang sepi, aku teringat bagaimana dulu kami duduk bersama di kereta, berbagi cerita di antara wajah-wajah lelah penumpang lain. Kenangan tentang Aulia adalah bagian dari perjalananku---perjalanan yang tak akan pernah kulupakan, meskipun kereta itu kini hanya ada dalam ingatanku.

itulah sedikit ceritaku di Kereta Api Indonesia.

Untuk Aulia,

Di setiap langkahku, aku selalu teringat bagaimana kita, dua orang asing yang menemukan kenyamanan di tengah hiruk pikuk kota yang tak pernah tidur. Kereta yang dulu terasa begitu menyesakkan kini seolah sepi tanpa kehadiranmu. 

Aku masih bisa membayangkan senyummu, cara kamu bercerita tentang hidupmu yang tak pernah mudah, dan tawa ringanmu yang selalu membuat segalanya terasa lebih mudah.

Sudah berapa lama kita tak bersua? Pesan-pesanmu semakin jarang, sampai akhirnya benar-benar hilang. Tapi setiap kali aku naik kereta, meski hanya di ingatanku, aku merasakan kehadiranmu di sana, duduk di sampingku, membuat perjalanan terasa lebih ringan.

Kamu bilang, kamu tulang punggung keluargamu, dan aku mengerti beban yang kamu pikul. Mungkin itulah yang membuatmu menghilang, tenggelam dalam tanggung jawab yang lebih besar dari yang bisa kubayangkan. Aku hanya berharap kamu baik-baik saja di mana pun kamu berada.

Aku sekarang di rumah, sebuah tempat di mana tak ada rel, tak ada kereta. Tapi meskipun begitu, kenangan kita terus berjalan. Di sini, aku sering teringat kita, perjalanan kita, dan bagaimana kamu membuat kota besar itu terasa lebih ramah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun