Program Studi Pendidikan Khusus di Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), mengadakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat di Aula Sanggar Pramuka Kajen, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Kamis (1/8).
Acara ini melibatkan sekitar 36 orang guru dari Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif (SPPI) di Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, mencakup tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Dr. Hartini Nara, M.Si., dosen Program Studi Pendidikan Khusus FIP UNJ, menyampaikan bahwa kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bentuk bimbingan teknis ini adalah bagian dari tri dharma perguruan tinggi, selain pendidikan dan penelitian.
"Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan agar Bapak Ibu guru sekalian dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan dan berdiskusi mengenai kasus-kasus anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi," terang Hartini dalam sambutannya sebagai perwakilan dari pihak FIP UNJ.
Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar Kabupaten Pekalongan, Ipung Sunaryo, S.Pd., M.Si. dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan pengabdian masyarakat oleh UNJ berupa bimbingan ini sangat dibutuhkan oleh guru-guru terkait pengelolaan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi di wilayah Pekalongan.
Ipung menambahkan, terbatasnya sumber daya manusia (SDM) lulusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) di sekolah-sekolah di Pekalongan membuat pihak sekolah cukup kesulitan dalam mengelola pembelajaran anak berkebutuhan khusus dengan tepat, "Untuk mendapatkan lulusan PLB yang bisa mengajar di sekolah inklusi di wilayah kita ini, seperti mencari jarum dalam jerami," pungkasnya.
Tim Pengabdian kepada Masyarakat yang hadir dalam kegiatan ini terdiri atas lima dosen Prodi Pendidikan Khusus FIP UNJ, yakni Dr. Murni Winarsih, M.Pd., Dra. Siti Nuraini Purnamawati, Dipl.Ed.Stud., MSp.Ed., Dr. Indina Tarjiah, M.Pd., Dr. Hartini Nara, M.Si., serta Budi Santoso, M.Pd. yang mewakili Prof. Dr. Asep Supena, M.Psi.
Dr. Hartini Nara, M.Si. sebagai pemateri pertama membahas tentang anak berkebutuhan khusus dan kebijakan di sekolah inklusi. Hartini menekankan elemen-elemen penting dalam pelaksanaan pendidikan inklusif untuk anak berkebutuhan khusus, seperti akomodasi, aksesibilitas fisik dan non fisik, sistem dan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa, serta peran aktif guru dan keterlibatan orang tua dalam proses pembelajaran.
Kegiatan dilanjutkan dengan materi kedua yang disampaikan oleh Dr. Murni Winarsih, M.Pd., mengenai permasalahan yang sering dihadapi oleh anak dengan hambatan pendengaran di sekolah. Murni menjelaskan bahwa anak tunarungu mengalami kesulitan dalam pemerolehan bahasa, yang menghambat kemampuan berbahasa dan komunikasi mereka. Selain itu, dalam sesi ini, Murni mengajak peserta untuk belajar bahasa isyarat Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dengan mempraktikkan angka 1-8 dan beberapa kata sederhana secara langsung.
Selain itu, Budi Santoso, M.Pd., yang mewakili Prof. Dr. Asep Supena, M.Psi., menyampaikan materi tentang pelaksanaan pendidikan inklusif bagi peserta didik dengan hambatan penglihatan atau tunanetra. Budi menjelaskan bahwa peserta didik dengan hambatan penglihatan umumnya merupakan yang paling pintar di antara anak-anak berkebutuhan khusus lainnya.
"Mereka masih bisa mendengar, berbicara dengan jelas, berpikir dengan baik, hanya saja karena kehilangan kemampuan melihat, anak hambatan penglihatan memerlukan akomodasi khusus dalam proses pembelajaran. Melalui bantuan teknologi yang semakin canggih, peserta didik hambatan penglihatan akan mampu mengikuti pembelajaran bersama di lingkungan sekolah inklusi," pungkasnya.
Dra. Siti Nuraini Purnamawati, Dipl.Ed.Stud., MSp.Ed. menyampaikan materi tentang strategi pembelajaran bagi individu dengan hambatan emosi dan gangguan perilaku. Dalam sesinya, Siti memberikan beberapa kiat untuk menangani peserta didik berkebutuhan khusus yang seringkali mengalami tantrum, seperti anak dengan autisme, ADHD, dan hambatan emosi serta gangguan perilaku.
"Pastikan kita menerapkan rutinitas yang konsisten, mengetahui jadwal harian yang mereka (re: peserta didik dengan autisme) miliki, mempertimbangkan kepekaan sensorik yang mungkin dimiliki siswa, seperti kepekaan terhadap cahaya, suara, sentuhan, bahkan bisa juga kita menyediakan waktu bagi siswa untuk istirahat bergerak," ujar Siti saat menerangkan strategi dalam menangani individu dengan autisme di kelas.
Sesi terakhir dibawakan oleh Dr. Indina Tarjiah, M.Pd., yang membahas tentang anak berbakat dan kebutuhan layanan khusus dalam proses pembelajaran mereka. Dr. Indina menjelaskan sembilan jenis kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Howard Gardner, meliputi kecerdasan visual-spasial, verbal-linguistik, musikal, logika-matematika, interpersonal, intrapersonal, naturalistik, dan kinestetik, berikut dengan kebutuhan belajarnya.
"Siapapun dia, anak itu, jangan dilihat dari kekurangannya, tetapi coba kita gali kelebihannya, bakatnya, dari poin-poin ini (re: kecerdasan majemuk) sebagai indikator untuk menentukan anak ini masuk ke kelompok yang mana dengan mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan anak," ujar Indina.
Kegiatan pengabdian ini melibatkan lebih dari sekadar penyampaian materi. Peserta yang hadir juga diberi kesempatan untuk bertanya dan berdiskusi tentang kasus-kasus umum yang sering terjadi di sekolah terkait anak berkebutuhan khusus.
Dalam sesi tanya jawab dan diskusi terpimpin, salah satu peserta yang hadir mengajukan pertanyaan mengenai orang tua yang tidak menerima bahwa anaknya termasuk anak berkebutuhan khusus.
"Hal tersebut dapat ditangani dengan kita (re: guru) mendekati orang tua secara perlahan, sampaikan pengertian bahwa anaknya mengalami kondisi sedemikian rupa dengan kalimat yang bijak, santun, dan berusaha agar tidak menyinggung perasaannya, serta mengajak orang tua untuk membantu memahami dan mengajarkan anak di rumah," jawab Hartini.
Murni menambahkan, "Orang tua yang pada awalnya menolak kondisi anaknya yang berkebutuhan khusus itu lumrah, tetapi orang tua tetap harus diberi tahu kalau semakin cepat anak diidentifikasi dan ditangani, maka akan semakin cepat pula anak mengejar ketertinggalan, daripada terus menerus denial."
Antusias para peserta dalam kegiatan ini sangat tinggi, terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan dalam sesi tanya jawab dan diskusi terpimpin. Begitu pula dengan narasumber seperti Budi Santoso, M.Pd., Dra. Siti Nuraini Purnamawati, Dipl.Ed.Stud., MSp.Ed., serta Dr. Indina Tarjiah, M.Pd. yang turut bersemangat memberikan berbagai jawaban atas berbagai pertanyaan yang diajukan hingga pengalaman mengajar yang dibagikan oleh para peserta.
Ipung Sunaryo, S.Pd., M.Si. selaku Kepala Bidang Pembinaan Pendidikan Dasar Kabupaten Pekalongan memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada dosen-dosen Prodi Pendidikan Khusus FIP UNJ atas penyelenggaraan kegiatan yang dapat memperluas wawasan guru-guru di Kabupaten Pekalongan mengenai anak berkebutuhan khusus dan pendidikan inklusif.
"Kami sangat berterima kasih kepada pihak Universitas Negeri Jakarta yang telah berkenan untuk memberikan pengalaman yang sangat bermanfaat bagi guru-guru di Kabupaten Pekalongan," tandasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H