Mohon tunggu...
hana
hana Mohon Tunggu... Penulis - penulis lepas

penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Surabaya

Akademisi Hukum UNISMA Malang Soroti Tumpang Tindihnya Kewenangan dalam RUU KUHAP

26 Januari 2025   19:47 Diperbarui: 26 Januari 2025   20:03 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malang - Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Malang (UNISMA), Dr. Arfan Kaimuddin, SH, MH, menyampaikan kritik tajam terhadap beberapa pasal dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Dia menyoroti potensi tumpang tindih kewenangan yang dapat mengganggu integritas sistem peradilan pidana di Indonesia. Salah satu pasal yang disoroti adalah pasal 12 ayat 11 RUU KUHAP, mengatur bahwa jika dalam waktu 14 hari laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian, maka masyarakat dapat langsung mengajukan laporan kepada kejaksaan.

Menurut Arfan, ketentuan ini berisiko menimbulkan dualisme kewenangan antara penyidik kepolisian dan kejaksaan.

"Kewenangan penyidikan adalah bagian integral dari sistem peradilan pidana yang diatur secara tegas dalam pasal 1 angka 2 KUHAP. Jika kejaksaan diperbolehkan untuk langsung memproses laporan tanpa melalui mekanisme penyidikan polisi, ini dapat menciptakan ketidakharmonisan dalam proses hukum," jelas Arfan Sabtu (25/1/2025).

Pria lulusan doktoral hukum dengan konsentrasi hukum pidana ini juga menegaskan bahwa pembagian kewenangan antara penyidik dan jaksa penuntut umum didasarkan pada asas specialty dan separation of powers. Yakni, setiap lembaga memiliki peran dan fungsi yang spesifik untuk menjaga akuntabilitas serta mencegah intervensi yang tidak semestinya.

Arfan juga menyoroti dampak negatif pasal 12 ayat 11 terhadap asas due process of law yakni dalam sistem hukum pidana, penyidikan merupakan tahap awal yang sangat sensitif dan harus dijalankan dengan prosedur ketat.

"Jika penuntut umum langsung terlibat dalam proses penyidikan, hak-hak tersangka bisa terancam karena proses hukum yang ideal mengharuskan adanya pembagian kewenangan yang jelas," katanya.

Selain itu, dia mengungkapkan, bahwa ketentuan ini dapat membebani kejaksaan dengan tugas yang seharusnya menjadi tanggung jawab penyidik. Dia mengatakan, fungsi utama kejaksaan adalah memproses perkara berdasarkan hasil penyidikan, bukan melakukan investigasi awal.

Arfan juga mengkritik pasal 111 ayat 2 RUU KUHAP yang memberikan kewenangan kepada penuntut umum dapat mengajukan permohonan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan yang seharusnya hal demikian merupakan kewenangan kepolisian.

Menurutnya, hal ini apabila diterapkan akan melemahkan sistem peradilan pidana yang sudah terintegrasi dengan baik selama ini, dan melanggar prinsip peradilan yang adil dan imparsial (fair trial).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun