Mohon tunggu...
Hafidzoh Nabilah
Hafidzoh Nabilah Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswi

P.IPS UIN Malang PGSD UMG

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Segitiga Penyangga Kasus Korupsi E KTP Setya Novanto

22 Februari 2022   20:23 Diperbarui: 22 Februari 2022   20:23 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus korupsi e KTP Setya Novanto mengandung segitiga kecurangan yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity) dan rasionalisasi (rationalize). "Setya Novanto diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dan tindakan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dengan ikut mengambil andil dalam pengaturan anggaran proyek e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun sehingga merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun." 

Pertama, dalam informasi yang ditemukan mengenai kasus korupsi tersebut, setya novanto sebagai koruptor termasuk seseorang yang tidak bisa menahan keserakahannya pada materi. Hal tersebut juga dapat dilihat bahkan setelah dinyatakan ditahan, dalam tayangan sidak lapas sukamiskin di program matanajwa. Setya Novanto hidup mewah didalam penjara yang ditempatinya bahkan luas penjaranya lebih besar 3 -- 5 meter menurut kalapas. Bukti didapat oleh reporter najwa shihab yang melihat bahwa diduga terdapat nama setya novanto di kedua ruangan yang tidak benama. Bahwa terdapat pada 2 penjara yang digabung dan diduga direnovasi agar penghuni merasakan kenyamanan. Kecurigaan tersebut didukung oleh pernyataan mantan penghuni lapas tersebut bahwa sel no 2 dan 3 merupakan sel yang luas. Perilaku Setya Novanto tersebut masuk dalam salah satu penyangga seseorang melakukan korupsi yaitu tekanan keserakahan materi.

Selain itu juga didukung oleh penyangga kedua dalam segitiga kecurangan yaitu kesempatan. Sebelum ditetapkan menjadi tersangka koruptor, Setya Novanto menjabat sebagai ketua DPR RI periode 2014 -- 2019 dan menjadi anggota DPR RI sejak 1999 hingga masa jabatan 2019 sebagai perwakilan Partai Golkar. Dengan adanya keserakahan dan jabatan maka dengan mudah Setya Novanto melakukan aksinya sebagai koruptor yang merugikan Negara hingga triliun rupiah pada proyek e KTP. Setelah dilakukan penangkapan dan penyelidikan Setya Novanto sebagai tersangka koruptor masih tidak mengakui kesalahannya dan merasa bahwa dirinya terzalimi. Padahal jelas yang terzalimi adalah Negara yang dicuri uangnya. Bahkan tidak hanya itu, Setya Novanto juga mendatangi Mahkamah Agung yang dicurigai akan disuap agar dirinya terbebas dari hukum. Jelas sikap tersebut menunjukkan bahwa Setya Novanto tidak merasa bersalah atas perbuatan yang dilakukannya sehingga perilaku tersebut masuk dalam penyangga ketiga yaitu rasionalisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun