Ada berbagai hal mengapa sebuah barang memiliki harga yang mahal, salah satunya adalah kelangkaan di pasaran. Fenomena ini pun terjadi pada buku berjudul "Jakarta Sebelum Pagi" karya Ziggy Z. Penjual memang perlu mencari keuntungan, tetapi kalau sudah tidak wajar dengan dalih kecintaan seseorang terhadap sebuah karya, apakah itu etis?Â
Novel "Jakarta Sebelum Pagi" terbit pada 2016 melalui sebuah lomba bergengsi dua tahun sebelumnya. Akibat animo pembaca yang tinggi, penerbit pun melakukan cetak ulang. Meskipun sudah beredar cukup lama, nyatanya animo tersebut pun belum padam. Penjual nakal membajaknya, bahkan untuk item original dibanderol 600 ribu rupiah.
Â
Keserakahan itu belum usai. Penjual ada yang berani membanderol sampai satu juta! Sebagai penarik perhatian, sistem penjualan dilakukan dengan menyertakan buku lain alias paket. Meskipun sampai ada 16 item, tetapi tetap tidak wajar, sebab buku lain pun sekarang harganya sudah diobral.Â
Sebenarnya, fenomena buku langka dengan harga selangit bukan suatu hal yang baru lagi. "Di Bawah Bendera Revolusi" karya Bung Karno juga memiliki nilai yang fantastis. Penjual berani memberikan nominal sampai tiga juta lebih. Namun, apabila dilihat dari esensi dan tendensi kedua buku ini, ada perbedaan yang bisa dilihat.Â
Karya Ziggy Z dijual untuk segi komersil, sementara karya Bung Karno untuk menghargai sejarah. Tulisan Bapak Proklamator tersebut tidak bisa ditemui dengan mudah di loka pasar, melainkan langsung dari kolektor buku langka atau bahkan pasar barang antik. Sementara itu, penikmat keduanya juga berbeda. Pembaca yang mencari hiburan semata dan pembaca yang ingin menggali sejarah atau mungkin ingin melakukan analisis untuk tujuan tertentu.Â