Saya butuh waktu untuk istirahat dan memikirkan diri saya sendiri sebelum mengurusi orang lain. Apalagi, ternyata kedatangan Oom menambah pekerjaan rumah lain yaitu bagaimana cara mengontrol konsumsi obat. Berbekal informasi di internet saja tidak cukup. Saya bingung pada situasi ini, karena saya pun tidak punya kemudahan akses untuk pergi ke mana-mana.
Menjadi orang peduli memang terkadang korban perasaan. Maksud saya, dalam hal ini Mama tidak harus kerepotan begini. Saya pun sedikit banyak merasa kepikiran saat kembali merantau. Oom saya memang diperlakukan tidak manusiawi di luar sana, tetapi tidakkah mereka sadar kalau dia adalah bagian keluarga? Tidak bisa dipungkiri, masyarakat memang belum terlalu memiliki kesadaran terhadap isu kesehatan mental.
Orang gila ya sudah, mau diapakan lagi. Dikasari pun tidak akan sakit hati. Eh, masa bodoh sudah makan atau mandi. Lampiaskan saja emosi pada dia, si hama merepotkan. Kenyataan pahit ini membuat saya sakit hati. Manusia macam apa seperti itu?
Keluarga kecil saya sudah memiliki rencana untuk mengatasi permasalahan ini, tetapi tidak bisa direalisasikan dalam waktu dekat. Apalagi kalau bukan masalah biaya. Adik dan saya masih berkuliah, sementara itu siapa lagi hendak membantu kalau bukan kami. Saya menelan pil pahit lagi, kami kesusahan sendiri seolah tidak ada bantuan lain.
Permasalahan keluarga saya bukan hanya tentang Oom, tetapi ada satu hal lain dan itu cukup mengganggu. Dia menodong Papa untuk menghidupi dia tanpa berpikir kalau sang kakak sudah menjalani kehidupan rumah tangga sendiri. Padahal, dia memiliki keahlian. Kenapa tidak ditekuni saja? Sangat lucu, saya sampai tidak dikasih uang oleh Papa. Saya harus bekerja sambil kuliah sebagai jalan keluar.
Saya hanya ingin hidup tenang tanpa ada gangguan pada keluarga saya. Menolong secara wajar, jangan sampai mencekik seperti ini. Sementara itu, hal paling penting dari pengalaman saya adalah putus asa merupakan penyesalan terbesar. Berbagai cobaan harus dikalahkan, sehingga tidak berakhir menyedihkan, lalu bergantung penuh pada orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H