Saya tahu kalau Pet Sematary yang tayang sekarang merupakan produksi ulang dari tahun 1989. Namun, saya tidak tahu bagaimana soal cerita. Menebak dari judul, pasti menyangkut hewan peliharaan. Kebetulan, saya menyukai tema tersebut, lebih-lebih kucing.
Tebakan saya tidak salah. Dikisahkan keluarga Dr. Creed pindah ke sebuah rumah di area hutan bersama seekor kucing lucu bersama Cruch. Dari awal, adegan menegangkan sudah muncul berupa truk yang lewat di jalan dengan kencang.Â
Keanehan-keanehan pun bermunculan, mulai dari sekelompok anak-anak yang memakai topeng hewan sambil menabuh semacam genderang, sampai tetangga mereka bernama Jud.Â
Sebelum klimaks, cerita masa lalu istri Dr. Creed sukses membuat merinding. Saya bertanya-tanya apa kaitan dengan keseluruhan isi cerita. Ternyata, ingin mengajarkan sebuah nilai di sini.Â
Kemunculan konflik dimulai dari kematian Church akibat tertabrak truk. Jud yang menyayangi anak Dr. Creed sebagai seorang anak, berinisiatif untuk melakukan sesuatu. Sial, dari sini saya sudah menebak kelanjutan cerita. Namun, saya berharap akan ada kejutan.
Kejutan konyol ternyata. Sebuah akibat yang justru berbau komedi ironi, dilakukan oleh Dr. Creed sang penjunjung tinggi rasionalitas. Namun, lagi-lagi sebuah nilai ditekankan di sini, seolah menyindir orang-orang yang tidak percaya akhirat.Â
Kesan konyol pun berlanjut sampai akhir cerita, sebuah efek domino yang dengan mudah terjadi. Kalau dilihat dari esensi film horor, hal ini tidak memberikan kepuasan sama sekali, kecuali setelah sudut pandang penonton diubah. Saya mencoba untuk itu.Â
Saya paham kenapa plot Pet Sematary seperti ini. Tidak lain untuk mengangkat berbagai nilai kehidupan, terutama agar seseorang ikhlas ditinggal mati orang tercinta. Namun, menyelipkan hal seperti itu dalam film horor menjadi sebuah kesatuan yang saling berseberangan.
Meski saya menjunjung keadilan, tetapi jika menemukan nilai itu di sini terasa kurang cocok, seperti mengkhianati konsep cerita yang bagus di awal. Saya sangat menyayangkan ini.Â
Film ini sangat erat dengan mitos dan legenda. Bahkan, terasa nyata. Jika saya bisa mengubah plot, maka saya akan memperdalam kedua hal tersebut, lebih-lebih sebagai penyelesaian cerita. Kemudian, pertarungan-pertarungan yang dilakukan para tokoh lebih mampu menyuguhkan esensi film horor.Â
Penilaian kembali lagi ke penonton. Apakah menilai film ini murni sebagai horor atau horor dengan berbagai nilai kehidupan. Kalau memilih opsi pertama, pasti tidak puas. Sementara jika mempertimbangkan opsi kedua, jalinan cerita di sini mempunyai benang merah yang unik.Â
Ada dua adegan yang membuat saya bingung di sini, pembuka dan penutup. Saya coba mengaitkan, tetapi tidak memiliki hubungan. Atau, saya sudah melewatkan sesuatu?Â
Secara keseluruhan, film ini cukup seru jika kamu mencoba mengaitkan semua peristiwa yang terjadi di luar konteks horor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H