Sebagai bumbu cerita, penulis juga membubuhkan unsur mistik. Sayang, kemunculannya di awal kurang menyatu. Tidak ada alasan kenapa bisa begini dan begitu, semakin menegaskan kalau tugasnya sebagai pengecoh. Sementara tentang aspek psikologi, tidak ada penjelasan lebih, tapi bisa diaplikasikan dengan baik. Sukses membuat pembaca berimajinasi sendiri perihal penyebab kekacauan yang terjadi pada diri Clarissa.
Mengingat tokoh utama di sini adalah anak kecil berumur sepuluh tahun, maka bahasan parenting cocok untuk ditambahkan. Kalau diselami lebih lanjut, melalui novel ini, penulis ingin menyampaikan pesan bahwa anak tidak ubahnya seperti kertas kosong. Apa yang dilihatnya sehari-hari adalah pembentuk dirinya. Pun salah mendidik anak, pada beberapa kasus, akan menyebabkan hal mengerikan.
Secara keseluruhan, Bayangan Clarissa sangat unggul dalam diksi. Mengingat background penulis adalah dokter, jadi pilihan kata yang digunakan indah sekaligus genius. Pembaca bisa dengan mudah membayangkan kejadian sadis itu, bahkan ada sedikit sensasi mual. Selain itu, riset penulis tentang negara lain sebagai latar sangat baik, meski ada di bagian tertentu yang mengesankan cerita menjadi seperti artikel.
Sementara kekurangannya, penulis memang berusaha menghadirkan banyak bahasan untuk memperkaya cerita, tapi malah ada yang tidak begitu tereksplor. Kemudian, soal ending, memang pas diakhiri dengan cara seperti itu. Namun, jatuhnya biasa saja, karena merupakan lanjutan dari pemotongan adegan di bagian awal. Pun terasa ganjil. Plot hole tentang lompatan-lompatan adegan turut andil meninggalkan ketidakpuasan.
Dari kekurangan dan kelebihan Bayangan Clarissa, novel ini layak mendapat 3,5 bintang.