Mohon tunggu...
Gandis Octya Prihartanti
Gandis Octya Prihartanti Mohon Tunggu... Human Resources - A curious human

Manusia yang sedang menumpang hidup.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Bagaimana Menulis Novel Travelling yang Baik?

4 Juni 2017   11:25 Diperbarui: 4 Juni 2017   13:22 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengulang judul dari tulisan ini, "Bagaimana Menulis Novel Travelling yang Baik?" Sejujurnya, saya tidak begitu ahli, tapi saya akan membagikan pengalaman saya sampai saat ini dalam menulisnya.

Menulis novel tentang travelling baru saya lakukan sekarang. Sebelumnya, genre yang saya tulis horor fantasi dan wrong parenting style. Nah, karena untuk yang pertama kalinya, tentu saya kesusahan, apalagi tidak ada orang yang bisa saya tanyai sebagai narasumber. Namun, saya sedang menaruh harapan pada novel ini, sehingga saya meyakinkan diri bahwa saya bisa menulisnya sekaligus menyelesaikannya. 

Sebenarnya, saya sempat bingung melabeli novel saya ini memiliki genre apa. Kalau dikatakan roman juga kurang menjurus. Jadi, saya awalnya hanya melabelinya sebagai chicklit. Lalu, setelah sharing dengan teman penulis, dia pun mengatakan kalau novel saya condong ke travelling.

Kemudian, dia berkata kalau menulis novel tentang Travelling itu susah dan rumit, serta harus detail. Seketika itu juga saya sempat tidak percaya diri untuk melanjutkannya. Sayangnya, waktu itu sudah telanjur bab lima. Sayang (lagi) kalau ditelantarkan, bukan? Mengingat negara yang saya jadikan latar tempat juga negara favorit saya.

Well, susah dan rumit di sini adalah bahwa penggambaran semua latarnya harus jelas dan alurnya tidak boleh melompat-lompat. Bagaimana tidak, namanya tentang travelling, otomatis "pergerakan" tokoh menjadi fokus utama. Sebab dia pergi ke mana-mana tidak menghilang, tapi dengan transportasi tertentu.

Meski negara itu favorit saya, sayangnya saya belum diberi kesempatan untuk mengunjunginya. Jadi, saya harus kerja ekstra mengenai riset cerita. agar terasa nyata. Mulai dari penggambaran latar tempat dan tetek bengeknya. Beruntungnya, saat saya mencari di internet, saya langsung menemukan website tempat-tempat yang menjadi latar di novel saya yang berjudul Be(lie)ve itu.

Salah satu tempat di latar saya adalah Federation Square. Tempat ini memiliki bangunan yang sangat unik dan saya agak kesusahan untuk mendeskripsikannya. Untuk mengatasinya, saya harus seolah-olah menjadi pengunjung di sana. Dengan ini, saya bisa merasakan sensasi kekaguman.

Federation Square bukan satu-satunya tempat yang menjadi latar. Salah satunya adalah University of Wollongong. Nah, saat tokoh utamanya pergi ke sini dari Melbourne, saya mendeskripsikan transportasi serta rutenya. Pun tentang waktu tempuh dan dana yang dikeluarkan. Terakhir, tentang UOW itu sendiri. Di mana alamat kampus utamanya, memiliki jurusan dan fakultas apa saja, cabangnya ada berapa, dan lain sebagainya. Informasi ini tentu bisa didapat dari situs kampusnya langsung.

Kebetulan, tokoh utama di novel ini berkuliah di Deakin University. Jadi, selain menggambarkan latar tempatnya, saya mencari spot-spot favorit untuk dia. Salah satunya adalah perpustakaan dan ternyata perpustakaan di sini cukup unik bangunannya. Selain dari bangunan, saya juga menjabarkan waktu buka, fasilitas yang ada, dan lain sebagainya.

Selain website, yang saya andalkan untuk menggali informasi adalah Google Maps. Lumayan memusingkan juga sih saat menarasikannya. Apalagi saya mempunyai Disleksia ringan, di mana kurang memiliki "logika jalan." Jadi, menulis tentang travelling ini sudah dikategorikan keluar dari zona nyaman, meski tidak sesulit menulis Sci-Fi.

Sumber lain yang saya jadikan acuan adalah situs jalan-jalan. Di situs ini, akan tampak tempat-tempat favorit di sekitar tempat yang sedang dikunjungi, semisal rumah makan. Dengan berkunjung ke situs ini, saya setidaknya bisa mengetahui gambaran tempatnya, menu yang ditawarkan, harga makanan, waktu buka, dan lain sebagainya.

Menulis novel tentang travelling memang dituntut detail. Namun, yang perlu diingat, apa-apa yang berlebihan tidak baik. Kalau terlalu detail malah akan mengesankan itu berita atau artikel, bukan tulisan fiksi. Untuk mensiasatinya, jelaskan perlahan dan selipkan tokoh di dalamnya saat mendeskripsikan.

Kalau kamu juga menggarap novel tentang travelling, rekomendasi novel sebagai contoh adalah Hamdim, Pistim, Yamdim, yang ditulis oleh Ayun Qee. Novel ini mendapat penghargaan, ngomong-ngomong. Lalu, ada Nomadic Heart-nya Ariy. Terakhir, dari penulis kawakan Windry Ramadhina yang berjudul London.

Novel terakhir sebenarnya belum selesai saya baca dan itu hasil pinjaman teman saya. Dia meminjamkannya karena katanya novel saya memiliki premis yang sama, sehingga bisa membantu dalam menyelesaikan naskah saya.

Menulis novel tentang travelling memang susah, rumit, dan detail, karena harus membaca banyak sumber, yang notabene tidak selalu berupa kata-kata. Namun, untuk mengurangi "penderitaan" itu, coba tempatkan dirimu sebagai pengunjung. Nantinya kamu juga bisa membayangkan pengunjung lain dan memudahkanmu untuk melakukan interaksi. Selain itu, dalam menunjukkan detail harus disiasati agar tidak terkesan berita atau artikel.

 

#NulisRandom2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun