Kalau dipikir-pikir, Okumura Rin itu sebenarnya anak baik. Tapi, tidak berlaku kalau kau menilai dari penampilannya. Rambut yang berantakan, baju yang dikeluarkan, kerah dan dasi yang tidak rapi, mencerminkan kalau ia memang benar-benar si tukang onar. Lagi pula, teman-teman yang menganggapnya menyebalkan, tidak tahu permasalahan apa yang membuat Rin dipanggil ke ruang guru. Ya, sama seperti orang yang membuatmu jengkel, padahal ia tengah menyiapkan kejutan untuk ulang tahunmu. Setiap keburukan yang kau lihat, belum tentu buruk. Kecuali, kalau kau tahu seluk beluk tercetusnya keburukan itu. Begitu kira-kira kalau diterjemahkan ke dalam kata-kata bijak.
"Rumahmu dekat kedai Yakisoba itu, kan?" tanya Rin pada Namie.
"Iya. Tapi, aku tidak sanggup mengayuh lagi. Kakiku terlalu sakit. Sepertinya juga terkilir."
"Berat badanmu tidak seberat pesumo, kan? Tenang saja, aku masih kuat untuk memboncengmu!"
Para gadis, kecuali Namie, mendelik. Mereka harus mengakui kalau Rin itu... Keren! Baiklah, baiklah, mereka sebaiknya segera menyudahi kekaguman dalam batin agar membantu Namie berjalan ke boncengan sepeda Rin. Wah-wah, pesona si Okumura membuat mereka tidak sadar kalau pemuda itu sudah menaiki sepedanya, yang sudah bersiap mengantar Namie pulang.
"Titipkan sepeda Namie ke toko seberang jalan saja," titah Rin pada gadis-gadis sambil menunjuk tempat yang ia maksud. Mereka mengangguk-angguk patuh, Rin sukses menghipnotis.
"Rin," cegah Yoshino saat si pemilik sepeda akan mengayuhnya. Praktis, ia mengurungkan niatnya sesaat untuk pergi. "Kamu tidak keberatan, kan?"
"Ha-aaah?" Rin menampakkan wajah konyol nan bloon. "Mengantarkan teman 'kan nggak bikin masuk penjara."
Semuanya terdiam. Mungkin, mereka tersentuh dengan ketulusan Rin yang ditunjukkan dengan cara yang berbeda.
"Menolong seribu orang nggak bisa menjadikanmu terlihat seperti malaikat. Tapi, membuat satu kesalahan membuatmu terlihat seperti iblis, selamanya. Aku memang nggak kelihatan seperti anak baik, tapi, aku akan melakukan suatu hal untuk orang lain yang membutuhkanku," Rin bergumam lantas melanjutkan perkataannya. "Ja ne, minna!! Konbanwa." Ia memberikan isyarat damai dengan dua jarinya sambil memberikan cengiran lebar.
Dan kepergian Rin barusan bagai angin yang berembus begitu saja. Memberikan efek menyejukkan yang membelai wajah para gadis. Kemudian, mereka pun tak lupa menatap punggung Rin sampai hilang di ujung jalan dengan nyaris berkedip.