Ya, meski kamu marah, aku nggak akan batalin rencanaku selama ini. Today you hate me, but, someday, you will love me, Jime membatin.
Benar saja, setelah kejadian itu, Jime dan Ze sama sekali tidak berkomunikasi. Jime sendiri juga enggan menanyakan masalah apa yang sedang Ze hadapi. Toh, kalau waktunya sudah tepat, kekasihnya itu juga akan kembali padanya untuk cerita. Lagi pula, Jime yakin kalau kado spesial darinya yang akan diberikan pada Ze besok, akan membuat Ze luluh.
"Selamat ulang tahun, Ze," kata Jime yang tiba-tiba hadir di hadapan kekasihnya itu. Ia nekat menemui Ze di fakultasnya.
Ze sendiri masih malu bertemu Jime. Kekhilafannya waktu itu memang sudah kelewat batas. "Nggak usah repot-repot," kata Ze kikuk setelah Jime meletakkan benda berbentuk persegi panjang yang terbalut kertas kado.
"Buka, Ze!" kata Jime tegas.
Mereka saling beradu pandangan sebelum akhirnya Ze membuka, yang dari bentuknya sepertinya lukisan itu.
"Bagaimana? Mirip tidak?" tanya Jime.
Ze tidak menjawab. Tapi, dari diamnya itu, sudah cukup menunjukkan kalau ia takjub. Sungguh, lukisan yang dipegangnya saat ini, mempunyai kemiripan 90 persen dengan lukisan Ida Skineves, pelukis dari bahan-bahan tidak lazim asal Norwegia.
"Kamu tahu alasan kenapa aku sering beli keju sama kamu? Ya untuk aku buat lukisan ini!"
Dada Ze serasa berdesir, hadir penyesalan. Ia yang sempat menganggap Jime egois, ternyata tidak seperti itu. "Membuat hal yang aku suka dengan apa yang aku benci." Ze bangkit dari duduk dengan menundukkan kepala. Ia lalu menempelkan pucuk kepalanya ke kening Jime. Sebagai sentuhan akhir, ia membelai lembut pucuk kepala gadisnya.
"Aku akan sangat merugi jika kehilanganmu. Mintalah apa pun agar kau memaafkanku."