Kota Yogyakarta boleh berbangga di satu sisi, dan agak berwaspada di sisi lain. Berbangga karena kota ini sekali lagi mendapat penghargaan tahunan sebagai Kota Peduli Hak Asasi Manusia dari Kementerian Hukum dan HAM RI.
Di sisi lain, warga Yogyakarta patut berwaspada dan introspeksi. Baru-baru ini, Kota Yogyakarta, tepatnya Kecamatan Kotagede, menjadi sorotan. Sorotan ini terkait dengan insiden adanya penolakan simbol salib oleh warga pada sebuah makam orang kristiani di lokasi pemakaman.
Kota Peduli HAM
Mari kita bahas satu-satu, dimulai dengan penghargaan membanggakan sebagai Kota Peduli Hak Asasi  Manusia. Sebenarnya, ini bukan pertama kalinya Kota Yogyakarta mendapat penghargaan ini. Sebaliknya, ini sudah keenam kalinya Yogyakarta mendapat penghargaan serupa. Bahkan, penghargaan ini didapat berturut-turut sejak pertama kali diraih di tahun 2013.Â
Insiden Pemotongan Nisan Salib
Tidak terlalu lama sejak diberikannya penghargaan tersebut, terdengar isu dari Purbayan, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta yang menggegerkan pemberitaan nasional. Nisan salib di makam seorang warga bernama Albertus Slamet Sugihardi dipotong bagian atasnya oleh warga RT 53 RW 13.
Alasan pemotongan nisan salib itu sederhana, karena makam tempat almarhum dimakamkan, memang umumnya dipakai untuk memakamkan umat muslim. Lebih lanjut lagi, makam tersebut memang sedang diproses untuk menjadi makam khusus muslim.
Almarhum Pak Slamet menurut pengakuan warga, sebetulnya merupakan orang yang aktif mengikuti kegiatan warga, seperti arisan, ronda, dan sebagainya. Beliau bahkan menjadi pelatih paduan suara ibu-ibu Muslim di lingkungan Purbayan. Kendati begitu, lingkungan ini memang tidak membolehkan adanya kegiatan atau simbol selain Islam.