Mohon tunggu...
Hamzah Zhafiri
Hamzah Zhafiri Mohon Tunggu... Kreator konten -

Suka menulis dan bercerita sebagai hobi. Terutama tema politik, bisnis, investasi, dan teknologi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menyoal UMP Daerah Istimewa Yogyakarta yang Senantiasa Paling Rendah

23 November 2018   18:12 Diperbarui: 23 November 2018   19:03 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.attaubah-institute.com

Namun, keputusan penetapan ini dikritik banyak pihak. Salah satunya dari Tim Penanggulangan Kemiskinan DIY, yang menghitung bahwa minimal UMP berada di kisaran 1,7 juta rupiah. Angka ini didapat dengan berasumsi bahwa garis kemiskinan masyarakat DIY berada di angka pengeluaran 406 ribu rupiah per kapita.

Artinya, dalam sebuah keluarga yang memiliki empat orang anggota, minimal pendapatan yang diperlukan adalah Rp. 1.624.000 agar keluarga ini hidup layak.

Dengan asumsi hanya suami yang bekerja, maka penghasilan yang layak minimal adalah 1,7 juta rupiah.

Pendapat berbeda disampaikan oleh Aliansi Buruh Yogyakarta. Menurut organisasi ini, angka UMP yang pas adalah antara 2.5 sampai 3 juta rupiah. Angka ini didapat dengan memperhitungkan harga kebutuhan barang masyarakat DIY dari semua kabupaten dan kota yang ada.

Bukan rahasia lagi jika UMP menjadi salah satu penentu bagi kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan di kalangan masyarakat DIY. UMP dengan angka yang pas dapat membantu masyarakat hidup layak tanpa membebani pengusaha/perusahaan yang memberi upah.

Salah satu kendala pemerintah daerah dalam mengatur UMP memang melakukan riset terpadu mengenai kelayakan upah dan mengkoordinasi pihak yang terkait. Berhubung yang mengupah pekerja adalah perusahaan/pengusaha, maka pemerintah daerah pun harus bisa mengkoordinir mereka juga.

Pemerintah harus memiliki niat baik (good will) untuk melakukan dialog tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Pastinya pekerja membutuhkan upah yang layak, sementara pengusaha perlu menjaga biaya produksi agar tetap bisa mencetak untung. Pertemuan ini harus dikoordinasi pemerintah sebagai mediator dan juri yang adil.

Menatap Pemilu 2019, memang banyak yang bisa kita harapkan. Melihat perubahan muka pemimpin politik bisa menjadi harapan akan adanya perubahan kebijakan pemerintah. Daerah Istimewa Yogyakarta kembali akan mengirimkan 8 orang perwakilannya untuk duduk di kursi DPR RI dan 4 orang untuk duduk di kursi DPD RI. Empat orang petahana DPD dari DIY maju kembali mencalonkan diri, namun ada tujuh orang calon pendatang baru yang juga ikut meramaikan kontestasi.

Salah satunya adalah Bambang Soepijanto, mantan Dirjen Planologi dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Mengusung slogan "Ngayomi, Ngayemi, Ngayani", Bambang menghembuskan semangat keberpihakan terhadap masyarakat kecil alias wong cilik. Maka itu, angka UMP dan UMK Yogyakarta yang rendah juga menjadi sorotan bagi beliau.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun