[caption id="" align="aligncenter" width="500" caption="Sumber gambar: ibnuabbaskendari.wordpress.com"][/caption]
Lazimnya sholat taraweh diakhiri dengan doa. Begitu pun kebiasaan yang berlaku di dusun itu. Tetapi ada yang beda, doanya dua kali. Yakni setelah sang imam kemudian seorang pemuda secara bergiliran tiap malam dipersilakan juga memimpin doa. Maksudnya tak lain adalah untuk melatih para pemuda di sana percaya diri menjadi pemimpin walaupun sekadar memimpin doa.
Namun doa yang dipimpin pemuda dusun itu tak selamanya berlangsung mulus. Seperti saat Kliwon yang memimpin doa. Dia bertengkar habis-habisan dengan pacarnya, Nyi Yabi yang cemburu gara-gara doanya.
“Napa sih Abang pas berdoa berulang-ulang nyebut nama Hasanah? Jangan-jangan Abang sengaja ya, menarik perhatian Hasanah. Pokonya kita putus...tus...tus...!”
“Aduh Cayang... kapan sih Abang nyebut-nyebut Hasanah?”
“Bang Kliwon jangan pura-pura lupa. Tadi Abang sampe enam kali nyebut nama Hasanah”
“Wakakakakak..... emang bunyi doanya gitu. ‘Robbana aatina fiddun-yaa hasanah, wafil aakhiroti hasanah... waqinaa 'adzaabannaar...’ Lagian itu doa satu-satunya yang Abang hafal. Jadi, harus baca ulang ampe tiga kali”
“Oooh... gitu yah, Bang”
“Ya iyalah... masa ya iya dong.... Eh, Hasanah tuh udah jadian ama Kardiman, kok.”
***
Malam ini giliran Kardiman memimpin doa. Sang Pembalap (Pemuda Berbadan Gelap) ini dengan mantap maju dan berdiri mengambil tempat di samping Ustadz Jupri. Meniru gaya Dusmin kala hendak memimpin doa, sejenak diedarkan pandangannya ke seantero musholla. Pandangan Kardiman terhenti kepada dua ekor cicak yang berkejaran di dekat jam dinding yang tergantung di atas pintu. Sikutan ustadz Jupri segera menyadarkannya.
“Man... cepetan doanya, gih”, bisik Ustadz Jupri.
“B...bb...baik Ustadz... Bismillahirohmaanirrohiiim.... Ya Allah doa saya idem sama doa Kliwon tadi malem”.
Tanpa ada yang mengucap “Aamiin”, jama’ah langsung bubar sambil menggerutu.
***
“Gimana sih Lo, Man, doa kok gitu!”, semprot Dusmin di halaman musholla.
“Yah, mo gimana lagi, Min. Orang Gue ga emang hafal dua doa”, sahut Kardiman dengan mimik wajah tak berdosa.
“Lah kan bisa pake doa yang satu lagi?” saran Dusmin.
“Yang gini nih... 'Ya Allah Engkau tahu yang kami mau'. Begitu?” lagi-lagi Kardiman menyahut dengan tampang culun.
“Astaghfirullahal ‘adziiiim.... Kardimaaaaaaannn.... Bahlul..bahlul..bahlul Lo. Kan bisa pake Bahasa Indonesia. Trus lebih baik lagi diakhiri dengan Al Fatihah”, rutuk Dusmin sembari mengelus dada menahan esmosi.
“Kan tadi Gue pake Bahasa Indonesia.????..”
“Haduh..... Dasar Bahlul Lo. ......Ya Allah, dosa apa hambu ini sehingga Engkau beri hamba teman yang seperti ini?”
***
PS: ALLAH MAHA TAHU. JIKA TIDAK BISA BERDOA DENGAN BAHASA ARAB, DENGAN BAHASA INDONESIA JUGA BOLEH.
Sepenuh Cinta
Hamzet [penyair kethir berdarah]
04082011
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H