Semakin hari, kecurigaan politisasi dan eksploitasi reklamasi semakin mencuat. Banyak pihak yang -meminjam bahasa majalah Tempo- TERENDUS ikut bermain. Antara lain pengusaha yang merasa terancam oleh kompetitor, politisi dan bahkan tak terkecuali media.
Terakhir, yang jadi pergunjingan adalah Majalah Tempo yang dulu adalah pemuja fanatik Ahok, secara mengherankan tiba-tiba berbalik menyerang. Seorang selebtwit, @Kurawa dalam kicauannya di twitter menuding Tempo berkomplot menyerang Ahok terkait reklamasi karena proposal-proposalnya ditolak.
Kurang jelas, apa yang dimaksud adalah proposal iklan untuk media-media milik Tempo, proposal riset atau entahlah. Jika ditarik garis lurus dari selentingan yang digulirkan @Kurawa, belakangan media ini memang merugi dan didera masalah keuangan akut.
Per Maret 2016 laba bersih Tempo diberitakan anjlok (Bisnis Indonesia : Laba Bersih Tempo Inti Media Anjlok 79%) . Tempo hanya bisa membukukan untung sebesar Rp 6,8 miliar. Dengan keuntungan sekecil itu, darimana kira-kira Tempo bisa menggaji wartawan dan karyawan serta menjaga kelangsungan operasional bisnis jika tidak kreatif mencari pendanaan. Media adalah bisnis, cashflow harus dijaga untuk kesehatan bersama.
Pilkada DKI adalah momentum emas untuk meraup untung. Harus ada yang terjaring dari triliunan uang yang beredar dalam percaturan politik lima tahunan di Ibu Kota ini.
Ditambah dengan reklamasi yang dikerjakan oleh sejumlah developer raksasa Indonesia, maka siapa yang tak tergiur. Singkatnya, pilkada dan reklamasi adalah proyek ribuan triliun. Harus kreatif dimainkan agar menghasilkan.
Payahnya, reklamasi yang bertujuan untuk pembangunan malah diseret-seret ke ranah politik dan hukum. Reklamasi diasosiasikan secara kuat ke dalam person politikus tertentu. Dalam hal ini, tentu saja gubernur petahana. Reklamasi =Ahok=gubernur=pilkada. Kira-kira begitu asosiasi menyesatkan yang berusaha dibangun. Tapi, masyarakat tak tinggal diam. Gelagat kotor politisisasi reklamasi terendus.
Dari penelusuran berbagai pihak, sederet fakta terkuak ihwal politisasi reklamasi.
Salah satunya terkait penggusuran Pasar Ikan Luar Batang. Penggusuran pemukiman liar di kawasan Pasar Ikan Luar Batang di Penjaringan, Jakarta Utara, ramai dikait-kaitkan dengan proyek pembangunan apartemen dan megaproyek reklamasi Blok G (Pluit City) yang dikembangkan PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN). Pluit City adalah proyek kota baru yang rencananya akan dikembangkan di atas lahan reklamasi.
Diketahui, bahwa saat ini reklamasi menjadi bola panas jelang Pilkada. Padahal di tahun-tahun sebelumnya, tidak dipermasalahkan. Bahkan ketika reklamasi tersebut mulai berjalan. Baru belakangan, reklamasi dikait-kaitkan dengan suksesi kepemimpinan di DKI.
Benarkah Luar Batang digusur supaya lahannya bisa dipakai proyek Podomoro? Atau ini cuma komoditas politik belaka untuk menjegal langkah Ahok di arena pemilihan Gubernur Jakarta 2017 mendatang?
Berikut ini, saya kutip analisa salah satu media, bareksa.com membeberkan data dan faktanya pada kita.
Selain itu, juga berseliweran kabar bahwa pasar ikan tersebut digusur karena lahannya kelak akan digunakan untuk proyek apartemen milik Agung Podomoro. Faktanya, setelah ditelusuri, di areal Luar Batang itu Agung Podomoro tidak memiliki land bank.
Dalam laporan keuangan tahun 2015, tercatat cadangan lahan milik Agung Podomoro hanya berlokasi di Tanjung Duren 6.775 meter persegi, Klender 95.000 meter persegi, dan Kelapa Gading 4.000 meter persegi. Pejabat Investor Relations APLN, Wibisono, menyatakan kepada Bareksa bahwa hingga kini apartemen milik Agung Podomoro di kawasan Pluit hanyalah Green Bay Pluit.
Manajemen Agung Podomoro Land telah membantah tudingan yang mengaitkan penggusuran Luar Batang dengan dua proyek perusahaannya itu. "Enggak lah. Luar Batang kan baru saja dibongkar. Lagi kondisi begini, bisa lebih parah. Kami belum ada cerita apa pun di internal mengenai hal itu. Sekarang ini kami sedang konsolidasi proyek yang ada," kata Alvin Andronicus, General Manager Marketing.
Dari sejumlah fakta juga bumbu gosip di atas, mulai benderang agenda dan kepentingan di balik politisasi reklamasi yang satu pekan terakhir kembali digoreng oleh Majalah Tempo. Kita menunggu investigasi berikutnya, dari @Kurawa, Bareksa atau pihak manapun juga yang ingin mendudukkan politik di tempat yang bermartabat. Sebagai Kompasioner yang baik, aku cukup membaca investigasi-investigasi mereka kemudian kusajikan secara sederhana agar mudah dipahami oleh rekan-rekan Kompasioner di sini. Salam tampan!
Sumber Referensi
http://market.bisnis.com/read/20160330/192/532749/laba-bersih-tempo-inti-media-tmpo-anjlok-79
Kultwit  @Kurawa