Membaca artikel penulis yang menamakan diri Sdr. Takin Muttaqin (condong keber'pihakan SP.PLN Lantai 9) di Kompasiana, dalam judul “Serikat Pekerja Tidak Mengukur Bayang-Bayang”, yang didalamnya menyeru “hentikan tebar fitnah”, sangat menarik dikaji dan diamati menjadi sebuah literature perjuangan.
Hal tersebut tampak sangat meggelitik pembaca, ketika menyangkut petikan “amar putusan Mahkamah Konstitusi No.115/PUU-VII/2009, (selengkapnya), yang seharusnya bisa dipakai acuan, jika SP. PLN Lantai 9, sudah merasa cukup sarat dalam rumusan jumlah anggota dan benar-benar memiliki "legal standing" dalam PKB (Pernjanjian Kerja Bersama).
Kenapa demikian?, mari kita cermati bersama.
Pertama, pengurus SP. PLN Lantai 9 wajib berterima kasih, dan selalu ingat akan jasa para pemegang kebijakan yang cukup getol membantu demi kwantitas dan populasi anggota, meskipun sering tabrak aturan organisasi, karena tanpa sarat pernyataan pengunduran diri dari SP. Lantai 3, secara dengan mudah (himbauan terselubung) bergabung kepada Lantai 9, dengan aplikasi tersistem, terpotong iuran anggota, demi daur kocek kas dan donasi, demi kemudahan sepak-terjang pengurusnnya.
Kedua, jika mengaku memiliki anggota 50% lebih, dengan 49 DPD dan telah melakukan beberapa kali tahapan perundingan, serta bisa mengacu pada yurisprudesi Putusan MK tahun 2010, kenapa tidak segera dirampungkan?, padahal sudah berjalan lebih 3 tahun.
Persoalan ini wajib menjadi “kaca-diri” untuk berintrospeksi bagi SP. PLN Lantai 9, tanpa harus mencari kambing belang dengan seakan menyalahkan SP. PLN Lantai 3 (yang kini berganti nama SP.Perjuangan).
Lebih aneh, menyarankan daftar baru, dan tak menggunakan nomor pendaftaran SP. PLN tahun 2001, serta merapat (menggabung) kepada SP. Lantai 9.
Ketiga, perlu menjadi catatan dalam pertimbangan langkah “islah” kedepan, antara lain;
- Islah (sesuai himbauan Dirut PLN), adalah sangat baik sekali, dan afdhal bagi manusia yang berkeimanan. Namun tatacaranya, wajib diatur dalam koridor logika organisasi dan institusi;
- Beberapa kali upaya islah sudah dilakukan, seperti di Bali, Jakarta, dan baru 3 bulan yang lalu SP. PLN Lantai 9 diundang 2 kali oleh Manajemen bersama SP. Lantai 3, dalam rangka koordinasi upaya islah, namun SP. PLN Lantai 9 tidak hadir dan abstain;
- SP.PLN Lantai 3, telah memasuki tahapan persidangan-persidangan di PTUN Jakarta, dalam menempuh kepastian upaya islah yang lebih cepat, karena SP.PLN lantai 9 cenderung arogansi/sombong dengan tak menghadiri undangan Managemen;
- Bila “islah” hanya didasari “sikap & emosional” pribadi pengurus, apakah tidak malah memuncul persoalan baru, bagi terciptanya iklim harmoni hubungan industrial;
- Ber’islah-lah, dengan menggunakan “logika organisasi & institusi”, sehingga mampu mengedepankan, tujuan utama membagun mitra koorporasi, kemajuan dan kepentingan bangsa, serta bagi kesejahteraan anggota/pegawai.
Jadi alangkah lebih indah, nyaman dan damai, jika SP.PLN Lantai 9, yang keberadaannya semu, dan telah blunder seperti menyikapi SK. Direksi 025 ( tentang larangan pernikahan antar pegawai), namun disisipkan dalam addendum PKB, dan lain-lainya.
Saatnya, sekarang mau membuka diri, tanpa harus berkilah dan memungkiri, apalagi menuduh seakan diperlakukan fitnah, yang sama sekali tak cukup landasan dan tak cukup alasan.**
**) haz, domisili di : ham.zaher@yahoo.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H