Mohon tunggu...
Hamzah Palalloi
Hamzah Palalloi Mohon Tunggu... pegawai negeri -

masih belajar menulis, masih belajar membaca dan masih belajar memberi makna. senang rasanya jika berbagi dengan orang lain. banyak berdomisili di jakarta, tetapi bermukim di Kota Baubau-Sulawesi Tenggara..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kolut, Surga Baru di Teluk Bone-Sulawesi Tenggara

31 Juli 2015   19:33 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:16 10494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


KOLUT, nama yang mungkin asing di telinga publik Tanah Air. Nama ini sebenarnya singkatan dari sebuah wilayah otonom di Sulawesi Tenggara, yakni Kabupaten Kolaka Utara. Masih tak mengenal? Tidak apa-apa, tetapi kita tak mungkin lupa dari satu nama tokoh lagendaris yang tak pernah usang di ingatan orang-orang yang berdiam di Pulau Sulawesi bahkan se antero Nusantara. Dia adalah Kahar Muzakkar, seorang tokoh yang dikenal sebagai sosok pendiri DI/TII bagian dari kepemimpinan Kartosuwiryo di Pulau Jawa.

Dalam literatur kesejaharahan, Kahar Muzakkar dikenal sebagai pemberontak dalam sejarah kepemimpinan Presiden Soekarno, tetapi di mata orang-orang Sulawesi, khususnya di jazirah Sulawesi Selatan dan Tenggara, Kahar Muzakar adalah tokoh yang amat di idiolakan, dan selalu dikiaskan sebagai sosok ‘pahlawan besar’ bagi orang-orang Bugis, khususnya yang berdiam di Luwu Raya (Sulsel) dan Kolaka Utara (Kolut).

Sebegitu besarnya perhatian Orang Kolut terhadap sosok Kahar Muzakkar, kerap terdengar penolakan jika Kahar Muzakkar disebut telah meninggal dunia, apalagi tertembak mati oleh peluru Eli Sadeli, tentara dari pasukan Siliwangi. Bagi mereka, Kahar adalah manusia sesungguhnya. Pemberani, tokoh agama, manusia kebal, dan memiliki banyak pengikut. Dulu, orang-orang yang berdiam di Kolut terasa sangat berbangga jika disebut sebagai pengikut Kahar dibanding bagian dari Republik. Sebegitu cintanya orang Kolut terhadap sosok ini.

[caption caption="Ornamen-ornamden perkotaan yang mempercantik pesisir pantai Lasusua (foto penulis) "]

[/caption]

Mengapa Kolut atau Kolaka Utara? Wilayah inilah yang dalam tradisi lisan sebagai kawasan dan basis-basis perjuangan Kahar. Di era modern saat ini, Kabupaten Kolut dengan ibukotanya Lasusua, adalah wilayah yang terletak di ‘pangkal kaki’ Pulau Sulawesi, yang menjadi pembatas wilayah tiga propinsi, yakni Sulawesi-Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah. Pasnya, Kolut berhadapan langsung dengan Teluk Bone disebelah utara, dan merupakan wilayah pemekaran Kabupaten Kolaka di tahun 2004. Itulah kemudian yang melatar belakangi kabupaten ini dinamakan Kolaka Utara, atau lebih ‘sreg’ dengan singkatan trend-nya ‘Kolut’. Singkat, praktis, dan mudah di ingat.

Lasusua, Venesia di malam hari
Usia kabupaten yang baru memasuki tahun ke-11, Kolut dengan ibukotanya Lasusua menjelma menjadi kota modern, yang justru menyaingi kota-kota tua lainnya di Sulawesi Tenggara, seperti Kota Kendari yang menjadi ibukota propinsi dan Kota Baubau di Pulau Buton. Kesuksesan itu muncul setelah tampil seorang pemimpin bertangan dingin yang menjadi bupati-nya, Rusda Mahmud. Tokoh yang belakangan ini disebut-sebut sebagai pemimpin tanpa pencitraan. Mengapa seperti itu? Rusda Mahmud dalam beberapa statemennya mengatakan, kepala daerah itu tugasnya bekerja, bukan sekedar bicara.

Rusda Mahmud bukanlah tokoh intelek dari kawasan itu, ia malah disebut sebut sebagai petualang yang gemar melintas daerah dari pulau Jawa hingga Timor Leste. Karakter membangunnya mungkin terbentuk dari arus perjalanan kehidupannya. Inilah yang kemudian dalam 7 tahun kepemimpinannya saat ini, Rusda menyulap Lasusua sebagai kota modern dengan infrastruktur berarsitek minimalis. Tak hanya itu, bentangan laut Teluk Bone yang menjadi wajah Kota Lasusua, mengingatkan banyak pengunjung ke kota ini menyebut Lasusua bak metropolitan di malam hari. Mungkin hiperbola, tetapi kenyataan memang menunjukkan demikian. Kota ini gemerlap di malam hari apalagi di sepanjang pantainya.mengingatkan kota Venesia di Italia. Menikmati kota ini dengan selusur pantai, sepoi angin, bentangan alam seperti lukisan gunung lembah dan pantai, serta riuh pengunjung café pantai, mengantar alam pikir kita pada film-film bertajuk percintaan. Begitu Romantis.

Tak heran, beberapa anak-anak muda di sana ikut menjadi kreatif dengan membuat film-film pendek bertema lokal, ajang pentas motor jadul, lomba pemotretan dengan setting keindahan alam Lasusua. Soal kuliner, jangan tanya lagi. Sore hingga malam hari, Anda begitu mudah menemukannya di sepanjang pantai Lasusua yang eksotis.

Duh..hampir lupa! Bagaimana jika berminat berkunjung ke kota itu? Ibarat pepatah, banyak jalan menuju Roma, maka banyak jalan pula menuju kota Lasusua. Anda dari Kota Makassar (Sulsel) bisa bergerak menuju Kota Siwa di Kabupaten Wajo sekitar 4 jam perjalanan. Dari sana menyebrang melintasi Teluk Bone kurang lebih 30 menit dengan kapal fiber menuju Kota Lasusua.

Jalan pintas lainnya, Anda menggunakan pesawat dari Kota Makassar ke Bandara Pomalaa di Kab. Kolaka melintasi perjalanan darat dengan kendaraan roda empat atau dua kurang lebih 3 jam lamanya. Sementara jika Anda dari Kota Kendari menuju Lasusua dengan perjalanan darat pula sekitar 4-5 jam. Tak perlu ragu dengan waktu perjalanan sebab sepanjang itu mata Anda akan dimanjakan dengan panorama alam Sulawesi Tenggara yang mempesona.

[caption caption="arsitektur minimalis modern jadi 'gaya' kantor-kantor' pemerintahan di Kota Lasusua-Kolut (foto penulis)"]

[/caption]

Memang, jalur udara ke Kota Lasusua di Kolut, kini masih dalam rancang pikiran Bupati Rusda Mahmud. “sudah dipikirkan secara matang agar di Kolut ada Bandar Udara untuk memudahkan akses ke kota ini, sebab wilayah ini memang destinasi wisata di masa depan di Pulau Sulawesi” katanya.

Di Lasusua, Anda tak perlu khawatir, sebab fasilitas akomodasi terbilang cukup memadai di sana, meski kelasnya baru ‘melati’ tetapi hotel-hotel cukup banyak di sana. Syukur-syukur jika mampu melobi Pemda-nya, Anda bisa mendapatkan layanan hotel gratis di kawasan area public yang konstruknya melingkar di pusat Kota Lasusua, ini dikelola oleh pihak Perusahaan Daerah (Perusda) setempat. Murah bahkan bisa gratis.(hehehe). Kawasan ini merupakan salah satu view menarik di wilayah ini. Orang Kolut menyebutnya Bundaran simpang delapan Lasusua.

Masjid Agung dan Lapangan Aspirasi, simbol demokrasi di Kolut
Salah satu bangunan monumental yang dibangga-banggakan orang Kolut adalah kehadiran masjid Agung yang letaknya di pantai Lasusua. Megah dan mewah dengan kubah dan warna masjid dominan keemasan, lengkap dengan faslitas jalan ‘by pass’ yang membujur lurus dari utara ke selatan, timur dan barat dengan pernak-pernak bibir pantai yang dibangun khusus untuk kenyamanan pengunjungnya. Konsep kota ‘water from city’ benar-benar hadir di Lasusua. Sebab laut benar-benar dijadikan objek penarik di kabupaten ini.

Bahkan kawasan muara yang semula menjadi objek pembangunan menjadi kolam laut yang dimaksimalkan menjadi arena dayung berstandar nasional. Pokoknya banyak sekali karya yang dibuat Pemda-nya dengan memaksimalkan potensi lautnya.

[caption caption="kawasan rumah karang 'pasitoddo' yang menjadi fasilitas mancing mania Kolut yang terletak di tengah Teluk Bone (foto penulis)"]

[/caption]

Soal Masjid Agung, warga Kolut kadang bombastis membanggakan dengan menyebutnya sebagai ‘masjid terbesar di dunia’. Kok bisa? Padahal ukurannya tak lebih luas dari Masjid Istiqlal di Jakarta atau Masjid Akbar di Surabaya? Sederhana. Pada awal membangun masjid ini di tahun 2007 sebagai symbol awal kehadiran Bupati defenitif pertama di Kolut, tanah urukan yang digunakan untuk menimbun kawasan masjid ini diperoleh dari tanah seluruh desa-desa yang ada di Kabupaten Kolaka Utara (Kolut). Filosofisnya, kata Bupati Rusda Mahmud, masjid ini adalah simbol persatuan dan kepemilikan rakyat Kolut, meski dibangun di ibukota kabupaten.

Selurus dari Masjid Agung ke arah pegunungan, tampak kokoh berdiri kantor Bupati Kolut dengan hiasan tangga ‘seribu’. Istilah orang Kolut ketika ingin berjalan kaki dari halaman depan kantor ini, padahal anak tangganya lebih kurang 100 buah. Halaman inilah yang kemudian di sulap sebagai lapangan aspirasi bagi warga Kolut yang ingin menyampaikan uneg-unegnya kepada pemerintah setempat. Bahkan bila Anda ingin melakukan unjuk rasa, tak perlu repot, Pemda menyiapkan segala fasilitasnya. Mulai dari lapangan demo, fasilitas sound system, bahkan bis antar jemput pengunjuk rasa pun disiapkan secara gratis.

Terus, pengunjuk rasa tak perlu ragu tidak terlayani pihak, sebab pejabat terkait yang ‘kena demo’ diwajibkan hadir menerima dan menjawab tuntutan pengunjuk rasa. Jika tidak hadir dengan sengaja, maka siap-siap jabatan dicopot. Sebab di sana Pemda dan DPRD-nya telah membuat perarturan daerah dan sanksi terkait dengan itu. Demokratis, unik dan kreatif. Mungkin itu tiga kata untuk menggambarkan kehidupan social politik Kabupaten Kolut.

Laut dan Gunung yang mempesona..
Laut memang khasanah kekayaan Kolut yang luar biasa. Ya, teluk Bone itu. Di sana ada fasilitas pemancingan yang sengaja dibangun Pemda-nya untuk mereka yang gemar ‘mancing mania’. Namanya Rumah Karang Pasitoddo, letaknya pas di tengah lautan teluk Bone yang bisa di tempuh dalam perjalanan kurang lebih 10 menit. Belum lagi Pulau Bintan di utara Lasusua yang benar-benar dipermak sebagai kawasan wisata laut.

Sangat mengasikkan, apalagi ditunjang dengan spot-spot laut yang memanjakan penikmat snorkling, diving, hingga penyelaman bawah laut. Tak kalah menariknya dengan Bunaken, Wakatobi dan Raja Ampat yang sudah kesohor sebelumnya. Bedanya spot laut Kolut, ditunjang dengan fasilitas di darat yang memadai. Sebab selama ini keluhan banyak wisatawan, umumnya wisata laut tak ditunjang fasilitas dan akses di darat. Kabupaten Kolut dengan ibukotanya Lasusua memiliki keduanya. Masih soal laut, bicara ‘sampah laut’ mungkin sulit menemuinya, sebab ada speed jeet dengan model pesawat sukhoi dihadirkan Pemdanya untuk menjadi penyapu laut. Begitu eloknya.

[caption caption="emmm....gadis kota Lasusua-Kolut (foto penulis)"]

[/caption]

Dari matra gunung dan lembah, Kolut memiliki nilai plus dibanding daerah lainnya di Sulawesi Tenggara. Gunung-gunung di sana bertabur tanaman cengkeh dan kakao serta tanah-tanah yang memiliki kandungan tambang nikel yang umumnya masih dikuasai oleh konsesi PT. INCO, perusahaan tambang nikel internasional terbesar di Indonesia bahkan di Asia.

Kolut memang dikenal sebagai kabupaten yang kaya di Sulawesi Tenggara, bahkan ketika Indonesia dilanda krisis moneter di tahun 1999, Kolut malah digelari sebagai daerah ‘Dollar’ di Indonesia. Itu karena hasil panen cengkeh dan kakao yang melimpah setiap tahunnya. Saat krisis melanda justru pengiriman jamaah haji terbesar di Indonesia, berasal dari daerah ini, bahkan di sana mobil-mobil mewah gampang dijumpai saat itu.

[caption caption="menikmati sarana offroad Kolut yang memancing adrenalin (foto penulis)"]

[/caption]

Masih dari kawasan pegunungan, kreatifitas remaja disana juga patut dibanggakan, sejumlah komunitas adventure juga hadir di sana, baik pengendara roda empat dan roda dua dengan melintasi rute menembus gunung dengan kemiringan jalan 45 derajat. Amat memancing adrenalin. Hampir setiap pekan ada saja komunitas yang melintasi penanjakan itu. Padahal dulu jalan-jalan itu hanya bisa dilintasi petani pejalan kaki dan penunggang kuda. Tetapi adrenalin Anda akan terjawab dengan keindahan alam Kolut ketika berada di kawasan puncak. Sebab panorama Kota Lasusua Malam hari begitu jelas tampak dari ketinggian.

Satu hal yang cukup unik di sana, di kawasan pegunungan yang anda temui saat melakukan offroad, terdapat dua kampung yang namanya sama persis dengan bangsa moro di Fhilipina, yakni kampung Moro. Begitu juga dengan terdapat nama desa bernama Majapahit. Tak ada satupun narasumber yang ditemui penulis bisa menjelsakan asal muasal kata ‘moro’ dan majapahit. Sebab penduduk di sana mayoritas bersuku Bugis dan Mekongga. Hanya segelitir manusia yang berasal dari Pulau Jawa.

[caption caption="dimana-mana, di gunung-gunung ya tanaman cengkeh dan kakao (foto penulis)"]

[/caption]

Apresiasi buat Bupati Rusda Mahmud
Menceritakan keindahan Kolut dan ibukotanya Lasusua, menjadi tak adil rasanya jika tak memberikan apresiasi dan rasa hormat buat Bupati Kolut, Rusda Mahmud. Pemimpin sederhana, kreatif, tetapi dinilai tegas dalam mengambil keputusan dalam membangun wilayahnya. Perbincangan penulis dengan Bupati, ia bukanlah tipe kepala daerah yang birokratis, bahkan kurang respon dengan pencitraan.”terasa malu di ekspos, nanti disebut pencitraan lagi. Lebih baik bangun Kolut dengan mengandalkan potensi kekuatan local. Saya akui daerah ini kurang publikasi. Bagi saya jauh lebih penting membangun apa yang dibutuhkan rakyat Kolut, ketimbang publikasi berlebihan sementara minim karya,” katanya datar.

Duh…begitu nikmat menuliskan perjalanan ke daerah ini..dan tak ada cerita panjang lagi, kecuali dengan kalimat, berkunjunglah ke Kolut, jangan hanya mendengarnya dari cerita-cerita. Kata Bupati Rusda Mahmud…”Jatuh cinta datangnya dari mata turun ke hati..bukan dari telinga turun ke hati…”hehehehe…terasa sangat filosofis, dan tentu terasa membanggakan jika bertemu pemimpin-pemimpin sekelas Pak Rusda Mahmud, yang selalu bekerja untuk rakyatnya, tanpa tepuk riuh. Patut ditiru pemimpin daerah lainnya di Indonesia…(**)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun