Mohon tunggu...
Hamsina Halisi 1453
Hamsina Halisi 1453 Mohon Tunggu... Penulis - Nama lengkap Hamsina Halisi, lahir di Ambon 10 September 1986. Saat ini aktif disalah satu organisasi di Indonesia dan komunitas sebagai aktivis dakwah. Selain itu sedang menggeluti dunia kepenulisan.

Menulis adalah cara untuk merubah peradaban dan mengikat ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Polemik "Wanita Haid Boleh Berpuasa" di Mana Peran Negara Menjaga Syariah?

9 Mei 2021   15:45 Diperbarui: 9 Mei 2021   17:50 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Media sosial kembali di hebohkan dengan pernyataan kontroversial yang dilakukan oleh Kiyai Imam Nakha'i. Pasalanya Imam Nakha'i mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait
kebolehan wanita haid berpuasa sehingga memicu polemik kemuka publik.

Dilansir dari laman Detik.com, 03 Mei 2021, pernyataan tersebut dimuat dalam sebuah unggahan yang ditayangkan di akun Instagram @mubadalah.id. Akun tersebut mengunggah pernyataan seorang wanita boleh berpuasa melalui sumber tulisan Kiai im di situs mubadalah.id. Namun, Imam Nakha'i mengaku sudah menghapus unggahannya terkait seorang wanita boleh berpuasa saat haid di akun media sosial pribadinya. Hal itu dilakukan karena telah memicu kontroversi.

Terkait pernyataan kontroversi, Imam Nakha'i pun pernah melontarkan bahwa LGBT dalam Islam tidak berdosa. Komisioner Komnas Perempuan Imam Nakha'i menegaskan bahwa LGBTIQ bagian dari takdir Tuhan dan ayat-ayat Tuhan agar manusia bisa lebih dekat kepada Maha Pencipta. Karena itu, Nakha'i meminta agar orang-orang tidak melakukan stereotip dan mencaci maki komunitas rentan ini. (Faktanews.id,24/06/20)

Pernyataan-pernyataan yang melabrak syariat hingga menimbulkan polemik kemuka publik bukanlah hal baru yang sedang kita saksikan saat ini. Di tahun 2019 lalu, masyarakat sempat dihebohkan dengan pernyataan seorang doktor dari UIN Yogyakarta, Abdul Azizi yang tetap mempertahankan disertasinya tentang hubungan intim di luar nikah yang tidak melanggar hukum Islam meski menuai kontroversi.

Jika kita melihat secara saksama kejadian serupa yang terus berulang seakan negara tak ikut ambil peran dalam setiap peristiwa yang ada secara nyata. Pelecehan dan pembelokan syariah yang dilakukan oleh orang-orang liberal justru semakin bertambah dan tanpa mendapatkan hukuman yang tegas.

Mengapa hal demikian terjadi? Sejak runtuhnya khilafah Islamiyyah, Barat muncul dengan kekuatan dan kekuasaannya di seluruh negeri-negeri Islam. Menyebarkan paham yang mengakaburkan keberadaan Islam kepada kaum muslim sehingga pemikiran umat tercokoli oleh ide-ide Barat yang tak lain sekularisme, liberalisme, pluralisme dan lainnya.

Hal yang kemudian menjadikan pembelokan syariah, melencengnya aturan syariah dari Al Qur'an dan As Sunnah yang dilakukan oleh orang-orang liberal yang mengatasnamakan Islam. Karenanya tak heran mengapa ide-ide Barat begitu masif digencarkan selain adanya hubungan Barat dengan orang-orang liberal, ketiadaan negara sebagai regulator yang menetapkan aturan dan hukuman tak mampu hadir untuk mengentaskannya.

Padahal negara seharusnya mengambil peran penting dalam melindungi syariah. Selain memberi regulasi terhadap setiap bentuk pelecehan terhadap syariah, negara pun harus menangkal setiap ide atau pemahaman yang setiap saat merusak pemikiran umat.

Namun pada kenyataannya, negara justru mendorong liberalisasi syariah sehingga adanya pengkaburan dan pelecehan terhadap syariah semakin nyata didepan mata. Lantas bagaimana Islam menuntaskan permasalahan ini?

Didalam Islam sudah jelas bahwa negara begitu mengambil peran penting dalam menjaga agama, sebab hal itu merupakan salah satu fungsi dari negara. Karenanya dalam hal ini, Islam sebagai agama dan ideologi mengatur seluruh aspek kehidupan dengan seperangkap aturannya yang diterpakan secara menyeluruh agar terciptanya kemaslahatan individu dan jama'ah. Maka negara sebagai institusi tertinggi wajib menjaga kemurnian agama dari serangan pemikiran Barat serta paham yang dibawanya.

Adanya pemahaman serta ajaran-ajaran sesat yang sering muncul belakangan ini adalah buah dari penerapan sekularisme liberal sehingga memungkinkan negara tak bertindak tegas dalam pemberian sanksi. Beda halnya dalam institusi khilafah yang akan memberantas pemahaman serta ajaran-ajaran sesat hingga ke akar-akarnya.

Penjagaan khilafah atas agama ini pun tidak akan membiarkan orang-orang liberal merusak Islam dari dalam. Dengan sanksi yang tegas, khilafah akan menetapkan hukuman tersebut kepada siapapun yang hendak merusak dan menistakan syariat Islam. Wallahu A'lam Bishshowab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun