Nestapa kelam berawan hitam.
Kala dunia dirundung kabut malam.
Terdengar jeritan wanita tua di ujung malam.
Saat dentingan bergemuruh dan malam semakin suram.
Terpaku daku menatap lautan darah.
Melihat tangisan si mungil terduduk dalam pasrah.
Geram daku, berkecamuk batin dan meronta.
Kala ku dapati pecundang-pecundang dengan tawanya.
Duniaku, duniamu, dunia kita tengah dicabik-cabik.
Tersebab kini Sang Perisai umat sedang tak membersamai.
100 tahun menanti dalam pedih.
100 tahun tersiksa dengan keluh.
100 tahun tersayat dalam kekejaman.
100 tahun sudah tumpahan air mata dan darah menjadi elegi yang tak berkesudahan.
Khilafah diujung jalan, ingin ku sambut dirimu dengan pekik kan takbir.
Ingin ku obati rindunya umat yang tengah kesakitan.
Khilafah yang di rindukan, syariatmu begitu didambakan.
Denganmu, nestapa ini akan berakhir.
Khilafah yang di nanti, perisai umat yang tengah diperjuangkan.
Ghiroh sang jundullah tak akan pernah padam, selama engkau belum dalam dekapan umat.
100 tahun tanpa Khilafah, ada sakit dan rindu berkecamuk.
100 tahun tanpa khilafah, semoga sang jundullah tetap istiqomah memperjuangkan mu.