Mohon tunggu...
Hamsina Halisi 1453
Hamsina Halisi 1453 Mohon Tunggu... Penulis - Nama lengkap Hamsina Halisi, lahir di Ambon 10 September 1986. Saat ini aktif disalah satu organisasi di Indonesia dan komunitas sebagai aktivis dakwah. Selain itu sedang menggeluti dunia kepenulisan.

Menulis adalah cara untuk merubah peradaban dan mengikat ilmu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peresmian Jembatan Teluk Kendari, Megahnya Infrastruktur untuk Korporasi atau Rakyat?

12 November 2020   12:00 Diperbarui: 12 November 2020   12:05 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Inilah watak kapitalis yang hanya mencari keuntungan dibalik kepentingan rakyat. Infrastruktur dibangun hanya sebagai ajang gengsi satu sisi untuk kepentingan korporasi disisi lain masyarakat justru masih melekat dengan kemiskinan dan kelaparan.

Berdasarkan data BPS Sulawesi Tenggara, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan) di Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2020 adalah 301,82 ribu orang (11,00 persen), naik sebesar 1,85 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2019 yang berjumlah 299,97 ribu orang (11,04 persen).

Kemiskinan yang semakin merongrong kehidupan rakyat justru tidak menjadikan negara bermuhasabah diri. Kenyataannya, korporasi selalu menjadi anak kandung yang diutamakan diatas kepentingan rakyat. Hal ini justru berbanding terbalik dalam sistem Islam dimana pembangunan infrastruktur merupakan fasilitas umum yang semata-mata diperuntukan untuk kepentingan rakyat. Maka negara sebagai regulator berkewajiban memenuhi tanggungjawabnya tersebut bukan justru berafiliasi dengan pihak asing maupun aseng dalam menjarah SDA negerinya.

Negara pun berkewajiban mengentaskan kemiskinan rakyat disamping memajukan pembangunan infrastruktur yang dipatok untuk mendongkrak perekonomian. Termaksud pembiayaan infrastruktur, negara tidak diperbolehkan melakukan investasi apalagi dengan pihak kafir justru pembiayaan tersebut diambil melalui Baitul mal. Hal ini semata-mata mencegah adanya penguasaan kekayaan alam oleh pihak korporasi asing maupun asing terhadap kepentingan rakyat.

Dengan demikian, sungguh hanya dalam sistem Islam fasilitas umum yang menjadi hak milik rakyat sangat diperhatikan. Beda halnya dalam sistem kapitalisme yang menjadikan para pemilik modal sebagai investor yang justru menjadi penikmat kekayaan alam yang seharusnya diperuntukan untuk rakyat. Wallahu A'lam Bishshowab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun