Mohon tunggu...
Hamran Sunu
Hamran Sunu Mohon Tunggu... -

Belajar menulis cerpen sejak 2002. Aktif di Forum Lingkar Pena Sulsel sejak 2004.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sauri Gading

3 Oktober 2011   12:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:23 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sauri,

Dan itu-mu masih kecil juga.Saat kau di-Islamkan, Pak Mantri jadi tak tega, sebab jika selubungnya dilepas, apalagi yang akan membuatnya sedikit lebih besar? Sudahlah, tentu kau malu jika itu-mu kuceritakan. Haa... tidak? Ahh... itulah kau, seharusnya kau malu, atau punya standard toleransi untuk masalah aurat.

Apa gunanya kau mengatakan semua itu. Saya tahu saya pernah masuk Rumah Sakit Dadi selama 16 bulan 13 hari. Tapi sekarang saya telah sembuh. Sebentar lagi saya akan menyelesaikan sarjana psikologi. Dan kau harus tahu, jika dua mata kuliah saya termasuk ujian mejaku lulus dengan nilai B saja, IPK sudah 3, 66. Kau hanya sirik padaku karena tak bisa sepertiku,”

Dan sosok di hadapannya pergi. Menyelinap ke dalam mata Sauri.

Pasti karena suster atau dokter itu telah kian kemari. Langkah-langkah alas kaki telah memagut-magut tegel di luar kamar. Ia benci bila keduanya datang bersekutu dan melakukan ini: dokter tua itu memeriksanya dengan menyuruhnya membuka mulut, memintanya membuka baju, lalu celananya. Apa bedanya dengan ritual pelecehan; pedofil.

Dan suster itu manggut-manggut sambil mencatat sesuatu pada kertas beralas papan tripleks yang dipegangnya. Dan itulah yang terjadi kemudian.

“Kau kenapa lagi, Sauri? Mengapa sampai memukul dosen yang mengujimu pada ujian meja. Nanti kau bisa tidak lulus, lho,” ujar sang dokter menyudahi pemeriksaan rutinnya. Sauri menatap keluar melalui jendela. Mengingat sosok itu.

Sauri diam saja. Ia punya cerita besar. Juga kawan rahasia. Yang akhirnya ia pilih kendatipun temannya itu menyampaikan banyak kebencian. Ia tak punya pilihan.

“Keadaannya sudah mulai membaik. Obat penenangnya setengah dosis saja dari yang kemarin,perintah dokter kepada suster sambil melangkah keluar. Suster mengekor sambil sibuk mencatat.

***

Dua hari kemudian, ibunya datang menjemput. Seorang diri. Sepekan lalu pengadilan agama setempat mengesahkan putusan cerai dia dan suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun