Mohon tunggu...
Hammam Zhofron Abdullah
Hammam Zhofron Abdullah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Mahasiswa sekaligus pengajar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dunia dan Bagaimana Bijak Menyikapinya?

2 Juni 2024   16:14 Diperbarui: 2 Juni 2024   17:01 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu pagi menjelang siang, diperpustakaan pesantren tempat penulis menimba ilmu pernah terjadi suatu momen yang sampai saat ini masih sangat lekat hinggap di ingatan. Peristiwa singkat itu terjadi saat sedang jam pelajaran Ilmu Balaghah yang diajarkan langsung oleh Pak Kyai ( Pimpinan tertinggi pesantren ) atau yang akrab kami panggil Abi.

Saat itu kami sedang asyik menyimak pembahasan menarik tentang keunikan sastra Bahasa Arab dalam perspektif Ilmu Balaghah, begitu seru sampai pembahasan mulai mengalir ke barbagai topik lainnya yang tentu berisikan pesan-pesan kebaikan untuk para santrinya. Memang sudah menjadi rahasia umum ketika beliau (Abi) sedang mengajar, tidak serta merta membahas seputar ilmu pelajaran saja, melainkan selalu di selingi dengan nasihat-nasihat kehidupan, wejangan mengenai tauhid, keimanan, cerita-cerita teladan dari para ulama ataupun sahabat, sampai menanyakan kabar pribadi santri-santrinya. 

Salah satu bahasan selingan yang menarik pada saat itu adalah tentang dunia. Penulis ingat betul mimik wajah Abi ketika sedang menerangkan pelajaran begitu antusias dan ceria seperti sejenak melupakan piluh kegiatan sehari-harinya. Namun, begitu mulai membicarakan tentang hiruk pikuk dunia wajab Abi perlahan mulai berubah, tergambar kelelahan, kekecewaan, dan kesedihan pada tatapannya. Hingga di akhir bahasan selingan itu, Abi bergumam " Dunia...dunia..." dengan intonasi dingin sampai 3 kali. Entah rekan-rekan penulis mendengar juga atau tidak, yang pasti penulis masih bisa mengingat dengan jelas kejadian beberapa tahun yang lalu itu.

Dari kejadian itu, penulis menyimpulkan bahwa segala perkara, dinamika yang terjadi di dunia akan selalu berputar dan berputar. Begitu melelahkan hingga orang yang memiliki ketabahan, ketawakalan tingkat tinggi juga akan merasakan dampak dari berisik nya kehidupan di dunia. Siang itu berulang kali Abi berpesan untuk meletakan dunia pada genggaman, dan akhirat pada hati kita.

Maknanya, kita boleh saja menggenggam dunia, menguasai banyak asset di dunia, memiliki jabatan yang tinggi, menjadi orang paling berpengaruh dan lain sebagainya yang termasuk keindahan dunia, asalkan hanya sebatas pada genggaman tangan dan yakin dengan penuh kesadaran bahwa semua yang berada di genggaman pada saat ini hanyalah milik Allah. Ketika sewaktu-waktu kita kehilangan itu semua, tidak menjadi masalah yang berarti bagi kita.

Meski begitu, bukan berarti tidak perlu untuk bersungguh-sungguh dalam menjalani kehidupan di dunia. Karena sejatinya, kehidupan di akhirat kelak sangat dipengaruhi bagaimana kehidupan di dunia. Bahkan Ketika kita mampu untuk membatasi dunia hanya pada genggaman, segala sesuatu yang kita miliki di dunia, akan menjadi alat yang kita pergunakan untuk mengejar kehidupan akhirat kelak.

Oleh : Hammam Zhofron Abdullah, mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun