Mohon tunggu...
Muhammad Anza
Muhammad Anza Mohon Tunggu... -

lifetime student..

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari Nekolim Hingga VOC Berbaju Baru

21 Juni 2011   15:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:18 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada Peringatan Hari Pancasila 1 Juni di Gedung MPR, Senayan, Jakarta hari Rabu (1/6/2011) kemarin pidato Habibie tentang VOC berbaju baru sungguh menarik untuk dibahas. Petikan pidato beliau mengenai VOC berbaju baru sebagai berikut:
"Salah satu manifestasi globalisasi dalam bidang ekonomi, misalnya, adalah pengalihan kekayaan alam suatu negara ke negara lain, yang setelah diolah dengan nilai tambah yang tinggi, kemudian menjual produk-produk ke negara asal, sedemikian rupa sehingga rakyat harus membeli jam kerja bangsa lain. Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo-colonialism, atau dalam pengertian sejarah kita, suatu "VOC (Verenigte Oostindische Companie) dengan baju baru,".

Sesungguhnya wacana VOC berbaju baru bukanlah hal yang baru, tahun 1950-an, Soekarno sudah membahas penjajahan gaya baru yang dilakukan negara-negara maju terhadap negara berkembang. Soekarno menyebut sebagai Neo-Kolonialisme Imperalisme (NEKOLIM),

Jika kita menilik sejarah lebih jauh maka kita akan mengerti bahwa kedatangan Bangsa Eropa ke Nusantara adalah niatan awalnya adalah untuk berdagang. Mereka memburu barang dagangan yang di Eropa terbilang mahal dalam kasus Indonesia adalah rempah-rempah. Zaman inilah yang disebut oleh Adam Smith sebagai zaman Merkatilisme yang berasal dari kata Merchant yang berarti pedagang.

Bagaimana pola VOC (dan kemudian diikuti oleh EIC) menjajah nusantara. Berbeda dengan cara Spanyol dan Portugis yang cenderung menggunakan cara penaklukan, pola VOC lebih damai tetapi tidak kalah merugikan. Mereka mengerti menaklukan suatu negeri yang jauh dari negaranya merupakan hal yang sangat mahal. dan apalagi negara taklukan juga tidak kalah kuatnya dari segi teknologi dan strategi peperangan seperti negara-negara di Asia.

Pola strategi VOC pada awalnya mereka meminta ijin kepada penguasa setempat untuk membuka pos dagang untuk mengangkut dagangannya. Biasanya pos dagang ini didirikan di Pelabuhan-Pelabuhan penting, tujuannya jelas untuk sebagai pos perbekalan, pengumpulan barang dagangan dan pengaturan administrasi. Bentuk pos awal lebih kepada loji-loji dan gudang-gudang barang layaknya pedagang internasional lainnya seperti dari Cina, Arab, India dan pedagang lokal. tentu saja mereka mengikuti aturan penguasa setempat dan ikut membayar pajak/upeti kepada penguasa setempat.

Awalnya VOC berdagang seperti layaknya pedagang lainnya. lalu dengan meningkatnya keuntungan dan modal mereka mulai melakukan monopoli dagang. Monopoli dagang ini dilakukan dengan cara bekerja sama dengan penguasa lokal, biasa melalui upeti atau barang-barang dari barat mereka yang mereka berikan kepada penguasa. dari situ penguasa yang bisa dibeli atau diajak kerjasama memaksa rakyatnya untuk bekerja atau menjual dagangannya hanya kepada VOC. Jika penguasa setempat tidak bisa dibeli maka cara berikutnya mendukung oknum pejabat yang dianggap dapat bekerja sama untuk menggulingkan penguasa yang tidak bisa diajak kerjasama. Biasanya bentuk dukungan berupa modal dan senjata, sangat jarang menggunakan kekuatan militer mereka sendiri. ketika si penguasa baru yang berhasil dinaikkan oleh VOC maka dengan mudah diatur karena merasa ada jasa.

Ketika perdagangan suatu daerah menjadi sangat berharga dan strategis biasanya pos dagang mereka ditingkatkan menjadi suatu Benteng. Pembuatan benteng ini sebenarnya konsep baru karena namanya pedagang kok bawa-bawa senjata. ada beberapa cara agar pembuatan benteng ini diijinkan :

1. Mereka beralasan untuk melindungi aset mereka

2. Melalui pendekatan suap atau balas jasa.

ketika benteng pertahanan sudah didirikan maka proses kolonialisme berlangsung.  daerah yang sudah memiliki benteng sendiri maka memiliki otonomi sendiri. kemampuan mendirikan pemerintahan sendiri dan berhak mengatur sendiri. dari sini kekuasan raja-raja setempat makin lemah di daerah yang mulai dikuasai asing, aturan-aturan penguasa sudah tidak dianggap lagi. Monopoli dagang sudah dipastikan ditambah mereka juga mampu menarik retribusi dari pedagang lainnya, mengontrol arus barang melalui laut dsb. dalam kegiatannya ini VOC menggunakan tentara banyak dari daerah setempat dan penguasa setempat.

Bagaimana dengan kondisi Indonesia modern? sama saja, komoditas yang laku sekarang didunia bukan lagi rempah-rempah tetapi Sumber Daya Alam seperti Migas dan batubara. Coba ditengok produksi minyak kita yang dikuasai Pertamina tidak lebih dari 12% sisanya asing, tidak hanya itu sumber daya alam lainnya mengalami hal yang sama seperti Batubara, Nikel, Tembaga, Sawit dll. Bagaimana caranya sampai terjadi seperti ini? caranya sama.

Pada awal kemerdekaan UUD 1945 pasal 33 dengan terang dan jelas mencantumkan dasar ekonomi negara kita sebagai berikut :

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

konsep ekonomi ini sangat berbeda dengan ekonomi liberal yang melanda dunia kita saat ini yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada individu. Kalau berdasarkan pasal tersebut maka Indonesia cenderung mengikuti paham ekonomi sosialisme yang lebih menekankan ekonomi untuk kemajuan bersama dan negara ikut campur kedalamnya.

Ketika kita merdeka tahun 1945, kemerdekaan itu adalah kemerdekaan sepihak dari Republik.  kemerdekaan secara de yure itu terjadi pada tahun 27 Desember 1949 ketika terjadi pengakuan kedaulatan kemerdekaan oleh Belanda. tetapi pengakuan kedaulatan ini tentu bukan tanpa persyaratan. Persyaratan yang perlu diperhatikan adalah bentuk negara kita yang harus merupakan Republik Indonesia Serikat dengan otonomi daerahnya dan ekonomi liberal. kenapa ini dilakukan, karena secara militer penaklukan Indonesia itu sudah tidak mungkin lagi dilakukan ditambah beban pasca WWII yang masih berat, disaat sama Belanda masih mempunyai kepentingan ekonomi di Indonesia. Dengan penerapan ekonomi liberal maka cabang-cabang ekonomi Belanda berdiri mandiri dan lepas dari intervensi pemerintah. tentu ini berbeda dengan cita-cita awal kemerdekaan.

Soekarno dan pemimpin awal republik memahami hal ini hanya saja mereka menerima dulu persyaratan ini karena yang utama adalah merdeka dulu. ternyata saat "penendangan" kekuatan asing itu memperoleh momentum yang bagus. Saat itu tahun 1950-an pasca WWII, menimbulkan 2 negara superpower pemenang perang besar yaitu AS dan sekutunya dan Uni Sovyet dan sekutunya. 2 superpower ini kebetulan memiliki 2 ideologi ekonomi berbeda, yang satu adalah liberal satu lagi sosialis ekstrim yaitu komunis.

Soekarno kebetulan pintar memanfaatkan keadaan ini, dia dengan pintar mendekati keduanya. dari AS dan  Uni Sovyet, Indonesia mendapat kucuran dana untuk ekonominya dan kekuatan militer. periode 1950-1959 adalah waktu yang diperlukan Soekarno untuk memperkuat diri. saat yang dinantikan itu hadir pada saat dekrit 5 Juli 1959. inilah sebenarnya kemerdekaan indonesia tahap ketiga. Dekrit ini mengembalikan Indonesia kembali ke cita-cita awal kemerdekaan yang tercantum dalam UUD 1945. hasil dari dekrit ini kuat dampaknya, terutama adalah nasionalisasi cabang-cabang ekonomi yang saat itu dimiliki swasta belanda dan negara asing lainnya.  Perkebunan menjadi PTPN, Sumur-sumur minyak milik Shell diambil alih, KLM indonesia dialihkan ke Garuda, kalau boleh disebut Soekarno itu bapak BUMN Indonesia. Salah satu contoh peraturan adalah PRP no.44 tahun 1960 tentang migas yang menyatakan tidak boleh lagi ada perusahaan asing yang bergerak di bidang migas di Indonesia, hanya yang boleh adalah Perusahaan Negara dengan pengawasan dari suatu Departemen.

Perbuatan Soekarno ini bukan tanpa konsekuensi. Pada saat pengembangan kemampuan indonesia dari tahun 1950-1959 terlalu fokus pada pembentukan infrastruktur sedangkan manusianya masih ketinggalan. akibatnya perusahaan-perusahaan tersebut mengalami kemunduran ketika terjadi pengambilalihan. Belanda pun merasa dikhianati oleh Soekarno karena terjadi pengambilalihan aset. Indonesia pun mulai dikucilkan oleh negara-negara barat.

Seperti jaman VOC dulu, penguasa yang tidak bisa diajak kerjasama digantikan oleh penguasa yang lebih bisa diajak kerjasama. tentu tidak akan terang-terangan tetapi melalu tangan orang indonesia sendiri. barat dengan pintar memberikan dana-dana operasional bagi pihak di indonesia untuk menggulingkan Soekarno. itulah yang terjadi dengan penggulingan Soekarno 1966. tidak lah aneh penguasa baru ini langsung membuat peraturan yang menguntungkan asing salah satunya adalah UU no.11 tahun 1967 tentang pertambangan yang memberi tempat bagi swasta dalam dan luar negeri untuk menguasai wilayah pertambangan. Pertamina juga terpisah dari negara dianggap sebagai perusahaan sendiri dengan sistem untuk mensiasati UUD 1945 yaitu sistem Production Sharing Contract (PSC). Untuk PSC ini Indonesia menjadi pelopor sistem ini di seluruh dunia.

Setelah orde baru, rupanya pihak asing tidak cukup dengan ketentuan tersebut, maka liberalisasi ekonomi berlanjut di orde reformasi. Peraturan ekonomi liberal yang keluar antara lain  UU no.22 tahun 2001 tentang migas yang menurunkan derajat Perusahaan Negara menjadi salah satu Operator bukan penguasa pertambangan migas indonesia lagi. Sebagai kedok ada lembaga negara yang berperan sebagai lembaga "independen" yang memiliki kuasa bisnis migas di indonesia namanya BP Migas. Inilah penguasa lokal yang sangat mudah diajak kerjasama. Tidaklah heran saat ini cabang-cabang ekonomi sudah dikuasai kembali oleh orang asing. Coba tengok sekeliling anda dan perhatikan dari mulai Bank sampai Sumur Minyak banyak dimiliki asing. Kebanyakan masyarakat Indonesia hanya komsumen dan penyedia tenaga kerja yang sangat murah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun