Mohon tunggu...
Hamka Husein Hasibuan
Hamka Husein Hasibuan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Asal dari Bapak. Usul dari Ibu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Khilafah Ahmadiyah Qadian: Sebuah Sistem Khilafah Non-Politik

7 Mei 2017   21:05 Diperbarui: 7 Mei 2017   21:27 1585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yang Berhak Jadi Khalifah dan Masa Kekuasaannya

Dalam Ahmadiyah Qadian, sebenarnya tidak ada aturan yang secara spesifik mengenai kualifikasi mengenai siapa yang berhak menjadi Khalifah, selain bertaqwa, bersih, loyal kepada Ahmadiyah, dan sederet persyaratan lainnya yang sifatnya ruhaniah. Dan pada dasarnya sistem khilafah yang dijalankan oleh Ahmadiyah Qadian bukanlah sistem dinasti; turun-temurun.

 Sekalipun dalam perjalanannya, khalifah selalu dipegang oleh keturunan Mirza Ghulam Ahmad, kecuali khalifah pertama Hakim Nuruddin yang merupakan pengikut setia Ghulam Ahmad sejak Ahmadiyah didirikan di India pada 1889.  Sampai sekarang, Khalifah Ahmadiyah sudah ada 5 orang, yaitu: Hakim Maulana Nuruddin (1908-1914), Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (1914-1965), Mirza Nasir Ahmad (1965-1982), Mirza Tahir Ahmad (1982-2003), dan Mirza Masrur Ahmad (2003-sekarang).

Proses pemilihan khalifah dalam Ahmadiyah melalui sebuah lembaga yang didirikan oleh Khalifah kedua, Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad, yang disebut Lembaga Pemilihan (Electoral College) yang didirikan khusus untuk tujuan itu. Dalam proses pemilihan, beberapa nama diusulkan dan pada akhirnya anggota lembaga ini memutuskan memilih satu nama melalui voting dengan cara mangacungkan tangan. 

Dalam pemilihan, setiap Ahmadi berhak untuk memilih khalifah, karena mereka berkeyakinan bahwa sistem khillafah merupakan cabang dari sistem kenabian. Para Ahmadi mempercayai meski secara kasat mata tampak bahwa Khalifah itu dipilih oleh para anggota atau perwakilan Ahmadiyah, namun pada dasarnya, Allah-lah yang memilih Khalifah, seperti yang Dia lakukan dalam pemilihan al-Khulafaur al-Rasyidun, karena setiap kali pemilihan Khalifah terjadi, hati dan pikiran para pemilih semuanya tertuju pada orang yang sama.

Dengan keyakinan seperti di atas, bahwa pada hakikatnya yang memilih khalifah adalah Allah, maka masa kekuasaan seorang Khalifah tidak berjangka. Dengan kata lain, Khalifah dalam Ahmadiyah Qadian berkuasa sepanjang hidup, dia boleh digantikan apabila dia meninggal. Hal ini berarti, tidak ada jalan untuk menyingkirkan Khalifah dalam Ahmadiyah. 

Para Ahmadi, berkeyakinan, apabila Allah sudah berkehendak ingin menggantikan khalifah, maka Dia akan mewafatkan Khalifah tersebut dan menggatikannya dengan Khalifah yang Ia kehendaki. Dengan alasan inilah, maka ketaatan kepada Khalifah merupakan seseuatu yang mutlak; tidak boleh dipertanyakan. Kalau masih ada rasa sanksi atau ketidakpuasan terhadap Khalifah, maka itu sama saja mengingkari kehendak Allah, karena Dialah pada hakikatnya yang memilih Khalifah.

Catatan Akhir

Selain bahwa visi Ahmadiyah adalah perdamaian dan anti-kekerasan, dengan slogan mereka yang terkenal: love for all, hatred for none, adanya sistem khilafah ini merupakan faktor utama mengapa Ahmadiyah masih bisa bertahan dan tetap kokoh, bahkan setiap hari berkembang terus. Ada dua alasan penting mengapa kemudian bisa dikatakan bahwa sistem khilafah inilah yang menyebabkan Ahmadiyah Qadian tetap eksis sampai sekarang. Pertama, sistem khilafah Ahmadiyah tidak pernah mengganggu, atau setidaknya ingin mengubah konstitusi sebuah negara. 

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, otoritas Khaliah hanya pada aspek agama dan spritual saja. Dengan alasa ini pula, hampir tidak ada negara yang melarang keberadaan Ahmadiyah di dunia, kecuali Pakistan, itupun karena faktor lain. Kedua,  adanya keyakinan bahwa Khalifah adalah bayang-bayang Mirza Ghulam Ahmad, yang dalam Ahmadiyah diyakini sebagai Nabi.

 Kepatuhan terhadap Khalifah sama dengan kepatuhan terhadap Nabi, yang nota-benenya dapat wahyu dari Tuhan. Sehingga apapun yang difatwakan oleh Khalifah, setiap Ahmadi selalu berusaha untuk melaksanakanya, begitu juga sebaliknya. Bagi setiap Ahmadi, patuh terhapad Khalifah merupakan bukti keimanan dan keikhlasan.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun