Mohon tunggu...
Hamka Husein Hasibuan
Hamka Husein Hasibuan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Asal dari Bapak. Usul dari Ibu.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bank Syariah yang Masih Kurang Konsisten

10 Februari 2017   00:21 Diperbarui: 11 Februari 2017   10:23 2926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, mengenai produk yang digunakan, bank syariah sering kali “pilih kasih”. Penggunaan produk-produk qord al-hasan (fasilitas kebajikan), musyarakah dan mudharabah yang berorientasi untuk pengembangan ekonomi masyarakat miskin dan pengusaha pemula sangat terbatas. Padahal dalam konsep awal bergulirnya, bank syariah tidak hanya berorientasi untuk mencari keuntungan (profit oriented), melainkan ikut serta dalam membangun pertumbuhan, stabilitas dan keadilan ekonomi. Justru pemakaian produk murabahah  menurut berbagai penelitian sangat maksimal, mencapai 60-70 persen.

Bank syariah memilih akad murabahah karena berbagai alasan rasional: (a) murabahah  merupakan natural certainty contracs, sehingga keuntungannya pasti, berbeda dengan musyarakah dan mudharabah yang masuk dalam ketegori natural uncertainty contracs; (b) murabahah adalah investasi jangka pendek dan resikonya hampir tidak ada; dan  (c) margin keuntungn bisa langsung ditetapkan.  

Ketiga, bank syariah dalam melakukan transaksi mudharabah, belum sepenuhnya berani (baca: enggan) berbagi risiko dan kerugian (loss/risk sharing). Dalam konsepnya, bank syariah sesungguhnya bukan hanya berbagi keuntungan saja dengan nasabah, melainkan juga berbagi risiko dan kerugian. 

Sekalipun memang –sesuai dengan keterangan Prof. Syamsul Anwar– dana yang didapat dari shahibul mal itu sudah digabung di bank dan tidak bisa lagi dikatakan ini dana dari si A, B, C, dan seterusnya. Sehingga seandainya terjadi kerugian, itu sudah bisa ditutupi dari keuntungan dana yang lain. Meskipun demikian,   akibat dari keengganan tersebut, maka dalam pembagian return, bank syariah biasanya tidak lagi berdasarkan bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing), tetapi menggunakan sistem bagi pendapatan (reveneu sharing), sesuatu yang menyimpang dari konsep awal.

Keempat, bank syariah biasanya  selalu berkutat dan sibuk pada keabsahan sebuah produk dari aspek hukumnya. Sementara struktur, motif, dan batasan modal asing sering  kali terabaikan. Kondisi seperti ini tentunya sangat mengkhawatirkan. Seperti yang ditulis  M. Dawam Rahardjo dalam Harian Kompas (14/02/2014), bahwa adanya kekhawatiran akan jatuhnya bank syariah kepada pemodal asing sejalan dengan meningkatnya pangsa pasar bank syariah.   

Selain empat poin di atas, tentunya masih banyak masukan yang kita temukan yang diberikan oleh berbagai kalangan, baik itu berupa saran ataupun kritikan. Seperti dalam hal menajemen promosi/periklanan yang dilakukan oleh para praktisi bank syariah di Indonesia, sering kali memakai  istilah/kata-kata dan ungkapan- ungkapan yang itu sangat identik dengan Islam. Seperti “berkah”, “amanah”, “mendapat ridha Allah”, “riba sama dengan bunga, memakan bunga bisa masuk neraka” dan lain-lain sebagainya. Yang mengakibatkan seolah-olah perbankan syariah hanya diperuntukkan untuk orang Islam saja. 

Dalam konsep awalnya tentunya bank syariah itu bukan hanya diproyeksikan kepada muslim saja, melainkan juga kepada non-muslim. Hal ini bisa kita lihat, bagaiman non-muslim menjadi nasabah di beberapa negara minoritas muslim, seperti Inggiris, Denmark, Filipina, dan beberapa negara lainnya.  Saran dan kritikan seperti ini tentunya harus ditindaklanjuti oleh bank syariah untuk kebaikan dan kemajuan bank syariah kedepannya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun