Setiap orang memiliki kebebasan dalam memberikan pandangan terhadap kebijakan-kebijakan yang telah di buat pemerintah, namun di lain hal terdapat juga pembatasan-pembatasan yang pemerintah langgar terhadap ketetapan UUD
Dampak Kebebasan Berekspresi Terhadap Perkembangan Bangsa Indonesia
Seiring dengan berjalannya waktu, terdapat pula kemajuan-kemajuan dalam berbagai aspek, yang bisa kita saksikan pada era modern ini maraknya teknologi yang saling bersaing satu sama lain, hal tersebut terjadi dalam rentang waktu yang tidak lama, tentu akan menghasilkan dampak yang besar terhadap Masyarakat Indonesia, salah satu contohnya adalah bergabungnya suatu komunitas dalam satu naungan yang mencakup seluruh Masyarakat yaitu sosmed, datang dari berbagai kalangan yaitu penguasa, elit negara, buruh, ibu-ibu bahkan sampai anak di bawah umur.
Oleh sebab itu Masyarakat memiliki kriteria yang berbeda-beda dalam menyampaikan sudut pandang terhadap kritikan atau pujian yang dikemukakan di hadapan publik, secara nyata dapat kita buktikan pada era ini, Masyarakat pada umumnya ingin menjunjung tinggi kebebasannya dalam berpendapat, namun terkadang mereka takut akan kebebasan mereka itu melanggar aturan yang ada! apakah ini juga yang disebut pembatasan atau suatu ancaman yang diberikan pemerintah!!!
Kebebasan berekspresi adalah suatu metode dalam mengemukakan pernyataan atau ide baik secara lisan maupun tertulis dan mengajak khalayak ramai untuk berpartisipasi memberikan dukungan atas pernyataan tersebut di hadapan publik. Kebebasan berekspresi menimbulkan berbagai macam dinamika dan ketimpangan sosial bagi Masyarakat secara umum, yang secara nyata Sejarah memberikan catatan bahwa sejak era orde baru dan reformasi, kebebasan berpendapat sangat diperjuangkan di saat Masyarakat kecil seperti halnya akademisi, jurnalis, maupun wartawan ingin mengemukakan pendapat mereka justru mendapatkan berbagai macam halangan, diskriminalisasi, diintimidasi oleh kelompok elit karena ketitaksetujuan mereka terhadap opini-opini yang mereka buat.
Seharusnya negara dalam hal ini menegaskan ide pokok yang tertuang dalam rumusan UUD, dan bertindak sesuai dengan ketetapan yang ada, dengan ini Masyarakat secara luas menikmati hak-hak mereka dalam bernegara.
Di Indonesia sendiri, hal tersebut memang sudah diperjuangkan sejak zaman penjajahan. Sebagai ilustrasi nyata Soewardi Soerjaningrat telah menulis artikel berjudul “seandainya aku seorang Belanda” dalam artikel tersebut berisi kritikan atas rencana Belanda pada tahun 1913 yang ingin merayakan kemerdekaannya ke-100 dari jajahan Prancis, yang dari perayaan tersebut dapat mengancam Hindia untuk secara paksa memungut biaya dari mereka. Dari tulisan tersebut akhirnya Belanda memenjarakaan Soewardi Soerjaningrat. Beberapa bulan kemudian, ia diasingkan ke Belanda selama 6 tahun. Ini menandakan bahwa kebebasan berpendapat memiliki ruang yang sempit dan dianggap hal yang spele oleh beberapa golongan, baik itu sejak zaman Belanda hingga sekarang
- Aturan perundang-undangan Mengenai Kebebasan Berekspresi di publik
Dalam aturan undang undang di sebutkan tentang Hak-hak sipil dan politik Pasal 19 ayat 2 menyebutkan “Setiap orang berhak atas kebebasan berekspresi; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan menyebarkan informasi dan gagasan dalam bentuk apa pun, tanpa memandang batas negara, baik secara lisan, tertulis atau di media cetak, dalam bentuk karya seni, atau melalui media lain pilihannya.”
Dalam pasal ini secara tegas telah mengatur bahwa setiap orang memiliki hak dalam menempatkan pendapat mereka di hadapan publik dan tentu terdapat batasan yang telah ditetapkan pemerintah agar rakyatnya tidak sewenang wenang dalam memberikan pernyataan di depan umum, kebebasan itu juga di atur dalam pasal 28J ayat (1) UUD RI 1945 yang telah menjamin kebebasan berekspresi dengan pertimbangan moral, etika dan agama dan ketertiban umum.
Terdapat juga faktor umur yang bisa saja membatasi seseorang dalam berpendapat, mengenai faktor umur memang pandangan berfikir orang dapat mempengaruhi, namun apa jadinya generasi saat ini jika peluang untuk menyuarakan suara itu minim dihadapan publik. Identitas yang berbeda dalam bernegara tidak mempengaruhi akan timbulnya hal negatif terhadap perkembangan suatu negara.
Akademisi/mahasiswa, wartawan jurnalis sebagai pendobrak sudah saatnya memiliki peluang untuk menyuarakan hak-haknya sebagai warga negara meminimalisir kekuasaan yang semena-mena memberikan kebijakan, Sebagaimana Pasal 1 Universal Declaration of Human Rights berbunyi “Semua manusia dilahirkan bebas dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka diberkahi dengan akal budi dan hati nurani dan hendaknya bertindak terhadap satu sama lain dalam semangat persaudaraan”, jelaslah disini tidak memandang umur, bahwa manusia tidak memiliki penghalang untuk berpartisipasi demi kemaslahatan negara dan kodrat manusia sebagai warga negara harus dijunjung tinggi oleh hukum dan pemerintahan.
Tak dapat dipungkiri juga bahwa cikal bakal ketidaksesuaian antara masyarakat dengan pemerintah yaitu pemerintah hanya cenderung menempatkan keamanan dan ketertiban sebagai prioritas yang lebih unggul terhadap kebebasan individu dan persetujuan demokratis untuk memerintah, artinya bahwa ada terdapat kerugian besar yang diberikan terhadap hak-hak yang seharusnya didapatkan oleh masyarakatnya tidak sepadan dengan UUD yang telah menjadi pegangan dasar bagi penguasa. Oleh karena itu, sebagai pemeritah harus menjunjung tinggi nilai-nilai dasar untuk mencapai negara yang penuh dengan keadilan, meredakan perpecahan dengan memberikan hak yang belum terealisasikan, memusyawarahkan urusan dengan munfakat bersama agar tidak menimbulkan ketitakstabilan hukum-hukum negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H