Mohon tunggu...
Lana Hamimatul Auliyah
Lana Hamimatul Auliyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswi

Sedang belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanpa Disadari Kekerasan Verbal pada Anak Bisa Terjadi

3 April 2018   02:21 Diperbarui: 3 April 2018   02:30 548
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu hari Bu Ratna berkata sangat keras pada anaknya Kirana. Penyebab Bu Ratna melakukan hal itu karena sedang terburu-buru. Waktunya sudah sangat mepet, namun Kirana justru malas-malasan untuk mandi. Karena tidak sabar, Bu Ratna pun membentak dan mengatakan Kirana pemalas.

Tiba-tiba Kirana terdiam, ia pun segera melakukan apa yang diperintahkan Bu Ratna dengan raut wajah sedih. Melihat hal itu, Bu Ratna tersadar bahwa cara yang digunakan dalam menyampaikan maksudnya kepada Kirana itu salah. Apa yang dilakukannya justru membuat hati Kirana terluka. Dengan segera Bu Ratna pun meminta maaf kepada Kirana.

Secara sadar atau tidak seringkali orang tua sudah melakukan kekerasan kepada ananya. Baik secara fisik ataupun secara verbal. Perkataan  yang diucapkan tanpa sadar bisa sangat menyakitkan hati sang anak, bahkan bisa membuatnya marah atau mendendam.

Kekerasan lewat ucapan menyakitkan dapat diartikan melecehkan kemampuan sang anak, contohnya dengan mengatakan dia bodoh, pemalas, nakal, dan lain-lainnya. Tidak hanya itu, namun juga melalui pemberian julukan negative, contohnya dengan memanggil dia si hitam, si tengil, si pendek, si usil, dan lain sebagainya.

Hal-hal tersebut seringkali terjadi di sekitar kita. Meskipun diucapkan dengan nada bercanda, tetap saja perkataan-perkataan yang menyakitkan seperti itu tidak boleh diucapkan. Apalagi sampai menganggap sang anak sebagai pembawa sial.

Ucapan-ucapan yang kasar, menyakitkan, dan merendahkan seperti itu akan direkam dalam pita memori oleh sang anak, yang lama kelamaan akan bertambah berat dan semakin berat, hingga pada akhirnya sang anak akan memiliki citra diri yang negative. Dan citra diri inilah yang menyebabkan sang anak tidak memiliki kepercayaan diri. Bahkan di sisi lainnya, hal ini juga akan membuat sang anak membentuk pribadi menjadi pemberontak dan kasar.

Kekerasan terhadap anak akan berdampak kepada masa depan sang anak. Anak bagaikan sebuah kain sutera yang berharga. Apabila ternoda, harus dibilas dengan sabar. Apabila kusut, harus dihaluskan dengan penuh perasaan.

Seorang anak adalah jiwa yang sedang berkembang. Jangan pernah kasari jiwanya. Besarkan jiwa itu dengan kesabaran dan kasih sayang. Gunakan strategi yang bijaksana agar dalam penyampaian perhatian dan pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh sang anak.

Seringkali memang orang tua sulit mengontrol emosinya. Jika hal itu terjadi, akan lebih baik untuk menghindar dari sang anak sejenak hingga emosi itu benar-benar mereda. Sebisa mungkin buang jauh-jauh kata-kata kasar dan menyakitkan. Selalu tunjukkan wajah tersenyum pada sang anak dan buatlah sang anak selalu gembira dalam menghadapi hari-harinya.

Sikap orang tua yang membawa suasana positif akan memberikan pengaruh pada sang anak. Dengan kata-kata yang tepat, sang anak akan dapat menyerap dan menjalankan apa yang diinginkan oleh orang tuanya. Bimbing dan besarkanlah anak dengan cinta dan kasih sayang yang tulus, bukan yang berlebihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun