Dua hal yang mengiringi kehidupan adalah kesedihan dan ketakutan, sedih terhadap masa lalu yang kurang menguntungkan, dan takut terhadap masa depan yang penuh khayalan kegagalan. Namun penyebab-penyebab kegagalan selalu diulang, meski tahu hasil akhirnya, begitu pula ketakutan itu begitu kuat membayangi, meski belum tentu bayang kesedihan itu menjadi nyata.
Pernahkah anda melintasi jembatan kaca? atau paling tidak melihat jembatan kaca, tampaklah dari atas dasar atau kedalaman jarak dataran dengan jelas. Bagi merak yang suka tantangan dan mencoba hal baru, apalagi yang sedang viral, tidak pernah berpikir tentang sesuatu yang membahayakan di atas jembatan kata, rasa penasaran mengusir segala resiko, yang penting bisa menikmati dan mengabadikan dalam layar kamera.
Namun bagi merka yang memiliki rasa takut akan ketinggian, atau sedang trauma, perlu beribu kali berpikir dan meyakinkan diri, bahwa tidak ada yang perlu dicemaskan, pun toh sudah banyak contoh para pengunjung bahagia setelah berhasil nongkrong di atas atasnya. Â
Ketakutan menjadikan hasrat atau kemauan seseorang maju mundur, tarik ulur antara iya dan tidak, bukan berpikir tentang keharusan melakukan, tetapi resiko apa yang akan didapat setelah melaksanakan. lebih baik menyerah dengan keadaan, daripada berakhir konyol. Memang tampak beda yang memiliki tujuan dan kemauan, dengan nyali yang suram. Wajah ceriah dan gagah menghiasi wajah bagi mereka yang sedang berjuang menggapai tujuannya, sedang wajah kulit terlipat, pucat dan loyo menjadi pemandangan buram bagi mereka yang sedang membuktikan rasa takutnya.
Andai hidup seperti berjalan di atas jembatan kaca, tampaklah masa depan yang akan menjadi tujuan hidup, bagi mereka yang siap, dengan segala keriangannya berjalan santai, sekaan menyatakan "enak tenakn hidup ini, ayao ikuti aku semuanya baik-baik saja", ucapan lantang bahkan memprovokasi orang-orang untuk menikmati hidup seperti apa yang dialakukan dan diarasakan.
Bagi mereka yang mengetahui bahwa masa depan (gambaran dalamnya dasar jembatan), agar merasa aman, karena berpikir logis dan kritis, bahwa pembuatan jembatan sudah dipikirkan kualitas bahan, cara pengertjaan dan ketinggiaannya, secara matematis semua berjalan lancar, kecuali hadir keadaan yang tidak diinginkan atau di luar kebdali manusia, seperti bencana alam, badai dan lainnya.
Orang yang mengatahui bahwa kehidupan atau masa depannya akan menyenangkan, tentu menularkan virus ini kepada semua orang dan mengatakan bahwa menjalani hidup, di samping memahami situasi dan kondisi, juga perlu diperhatikan kekuatan perjuangan, "hidup harus diperjuangkan".
Orang-orang yang takut atas bayangan kesedihan atau kegagalan, lebih cenderung bergantung dengan orang lain, di tepi jembatan kaca, mereka lebih sering mengintip kedalaman, daripada memandang di ujung jembatan, mereka lebih nyaman ketika berpegangan dengan orang yang di sampingnya, dan memberikan kode "berada di samping saja, semuanya akan baik", ketakutan terusir sementara karena ada sandaran dan pegangan dari rasa khawatir.
Apakah kemudian mereka yang takut dan memaksakan terus melanjutkan perjalanan untuk menyeberangi jembatan kaca, memiliki kemerdekaan jiwa? tentu saja tidak, hidup dan rasa bahagianya bergantung kepada orang lain. Sesuatu yang selalu bergantung, tidak memiliki keleluasaan tindakan, berasal dari ketergantungan menentukan sikap.Â
Andai saja pengetahuan kita tentang bahaya dan resiko kegagalan dalam hidup diyakini dan dicarikan solusi untuk tetap mendapatkan kebahagiaan, maka sikap berhati-hati, tidak serampangan dalam melakukan sesuatu, tanpa harus memantik kejahatan atau usil kepada kehidupan orang lain, tentu keselamatan itu akan mendominasi kehidupannya.Â
Anehnya banyak di anatara kita mengetahui resiko dari perbuatan yang tidak baik, masih tetap melakukannya, bahkan ada yang merasa puas, seperti pepatah menyatakan jatuh di lubang yang sama, ketika kita menyakiti seseorang, kemudian orang kita sakiti membalas secara langsung perbuatan kita, maka runyamlah dan seperti berselibut penyesalan yang mendalam. Namun apakah penyesalannya bisa mengentikan perbauatan jahatnya ? belum tentu, bahkan bisa jadi diulang-ulang, tidak ada efek jera.
Mengulang-ulang perbuatan pada dasarnya akan memberi manfaat bagi diri manusia, bila pengulangan yang dilakukan adalah konstruktif, membangun jiwa dan raganya agar lebih kuat dan bermanfaat. Â Menjadi naif bila seseorang megulang-ulang perbautan yang distruktif, meruntuhkan sedikit demi sedikit citra diri dan raganya.
Berjuang mengejar impian, adalah bijaksana dalam memberi semangat jiwa dan memperkuat raga. Persiapkan resiko agar muram tak menggelapkan pikir dan mengeruhkan hati. Impian harus diwujudkan dengan tindakan yang sederajat dari kadar yang dicitakan. bahagia kadang sederhana, namun manusia selalu membuat narasi yang rumit.
Sudah jelas lorong itu begitu dalam
Masih juga dicoba memasuki
gelap adalah resiko
terang belum tentu nyata Â
memberi harapan apa yang diduga
 berhati hati lebih baik
waspada jangan terlalu
Menjalani Hidup Di atas Jembatan Kaca
Lumajang, 22 September 2024
@Surplus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H