Hari ini ini musim Nikah bersamaan dengan musim pelepasan siswa, salah satu peristiwa dalam pelepasan siswa adalah pemberian tali asih kepada guru, hal ini menunjukkan betapa jerih payah guru untuk mendidik dan mengasuh siswa, tidak hanya mengorbankan waktu, pikiran, juga hal paling penting adalah perasaan (emosi).
Guru yang menerapkan peran sebagai pengasuh, tidaklah lagi memandang kekurangan siswa, bahkan para guru lebih mengedepannya eksplorasi sumber kekayaan diri siswa, agar siswa tumbuh optimal sesuai usianya. Betapa banyak anak-anak sekarang mengalami keterlambatan pertumbuhan, baik motorik kasar ataupun motorik halusnya. Sehingga menjadia beban sosial bagi anak dan orang tuaÂ
Meski tanggung jawab pengasuhan seorang anak adalah orang tuanya, tidak berarti anak harus diasuh sepenuhnya oleh orang tua, atau sebaliknya anak harus mendapatkan pengasuhan dari orang tua sepenuh hati dan sepenuh waktu. Di sinilah betapa pentingnya melakukan pengasuhan secara formal, melalui lembaga pendidikan, bukan hanya karena keterbatasan keterampilan orang tua, atau waktu yang dimiliki. Hal yang tidak disadari bagi orang tua ketika dilakukan pengasuhan secara formal adalah pembelajaran komunikasi dan hidup bersama.
Anak-anak yang diasuh dalam lingkungan keluarga (ayah dan ibu), berbeda pertumbuhan sosialnya dengan anak-anak yang mengikuti pengasuhan dalam lembaga formal. Dalam lingkungan lembaga pendidikan formal anak-anak berkumpul dengan anak-anak seusianya, tentu anak-anak tidak dibiarkan melakukan sesuka hatinya, anak-anak diarahkan dan dipandu dalam beraktivitas oleh gurunya dengan panduan kurikulum yang telah ditetapkan oleh lembaganya.
Seperti yang dilakukan oleh Tempat Penitipan Anak (TPA) TAAM QUBA Lumajang, didapat perkembangan anak yang masih  berusia satu tahun sudah mampu berkomunikasi dengan lingkungan yang ada meski masih dalam bentuk bahasa non verbal, menunjuk suatu tempat atau suatu barang yang diinginkan.
Pengakuan salah satu orang tua, ketika mendapati anaknya tidak mau makan, maka justru anaknya dibawa ke tempat penitipan, mau tahu alasannya ? ternyata ketika anaknya berada di tempat penitipan dan bertemu dengan anak-anak seusianya, makannya menjadi mandiri dan lahap, hal ini disebabkan anak-anak lebih tertarik makan ketika bersama temannya, dan yang tidak kalah penting, anak tidak pilih-pilih makanan.
Guru-guru sangat telaten sebagai pengasuh, melipat gandakan kesabaran dalam mengasuh, mulai belajar berbicara, belajar makan, bahkan bagaimana bereaksi, seperti anak-anak melambaikan tangan ketika berjumpa dengan teman, atau melambaikan tangan saat hendak berpisah, hal ini sangat mengharukan, dan tentunya lucu banget.
Kalau bukan kesungguhan guru, mungkin saja anak-anak akan tumbuh liar, bergantung dari lingkungan yang ada dan pola pengasuhan yang diterimanya.Â
Hari ini, sabtu tanggal 15 Juni 2024 Taman Penitipan Anak (TPA) Â dan Kelompok Bermain (KB) TAAM Quba, di bawah naungan yayasan Bahrusysyifa Bagusari Lumajang mengadakan acara pisah kenang, di auditorium yang difasilitasi oleh Institut Teknologi dan Bisnis ITB Widya Gama Lumajang.
Layaknya menonton bioskop atau pertunjukan seni, penampilan anak-anak yang imut-imut menjadikan para orang tua tersenyum bahkan tertawa, apalagi ketika sang anak berada di panggung lalu bertiak "ayah", spontan menjadi riuh. Namanya juga anak-anak penampilan masih perlu didampingi oleh para guru, seperti permainan sirkus ada pawang yang siap mengarahkan.
Testimoni dari salah satu wali santri TPA "inilah cara Allah mencukupkan hambaNya", sang bapak bercerita betapa keinginan kerasnya untuk menitipkan (menyekolahkan) anaknya di TPA Taam Quba sangat kuat, meski kala itu sebagai pegawai honorer, kemauan itu terus diwujudkan, "maka Allah menjawab dengan sebuah status saya, dari honorer menjadi PNS, inilah berpadunya antara kesungguhan dan keberkahan"
Begini Cara Allah Mengubah Nasib Manusia
Sementara perwakilan dari Wali santri Kelompok Bermain (KB) Taam Quba menyatakan bahwa ketika masih belum memiliki momongan dirinya tertarik dengan anak temannya di tempat kerja "si kecil ini sebelum melakukan sesuatu berdoa, seperti mau makan, masuk kamal kecil, keluar dari kamar kecil dan menghafal ayat- ayat tertentu. "akhirnya saya bertekat untuk menyekolahkan anaknya ke KB Taam Quba, dan hasilnya sesuai harapan".
Maka sepantasnya orang tua mengucapkan terima kasih dengan memberi bingkisan peralatan permainan sebagai penambah kelengkapan anak-anak  bermain. Tidak hanya itu para orang tua juga memberi bingkisan kepada guru dan pengurus yayasan, Sinergi yang baik seperti ini harus selalu dijaga dan ditingkatkan agar proses pengasuhan (pendidikan) anak berjalan sesuai dengan harapan dan cita-cita bersama.
Komunikasi yang baik harus diutamakan untuk menyelesaikan masalah, dan memperlancar proses kegiatan belajar anak, sehingga pantas bagi sekolah memberi apresiasi kepada beberapa wali murid karena disiplin dalam memperhatikan perkembangan anak, ada yang mendapatkan penghargaan sebagai wali murid yang komunikatif dan responsif. Inilah yang dinamakan dengan mengenang kebaikan.
Mengenang Kebaikan Guru dan Kebaikan  Orang TuaÂ
Lumajang, 15 Juni 2024
Hamim Thohari Majdi @SurplusÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H