Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bayang-bayang ATS di Tengah Hiruk Pikuk PPDB

4 Juni 2024   15:21 Diperbarui: 4 Juni 2024   16:20 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap akhir tahun pelajaran, berarti masa transisi, kelulusan dalam satuan jenjang pendidikan dan saatnya penerimaan peserta didik baru dalam jenjang berikutnya. Masa paling rawan ketika lulusan Sekolah Dasar (SD) tidak mau melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan lulusan SMP tidak mampu melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), dan terakhir tidak mau kuliah.

Maslalah besar yang membayangi dunia pendiikan adalah Anak Tidak (mau) Sekolah (ATS). Tidak cukup hanya tidak mau dan tidak mampu melanjutkan pada jenjang lebih atas, namun juga berhenti di tengah jalan, jumlahnya masih lumayan banyak. 

Fenomena ATS menunjukkan adanya hambatan untuk tetap bersekolah, beberapa penyebab utamanya adalah faktor ekonomi keluarga, banyak yang mengatakan "tidak punya uang, untuk makan saja masih mencari", kesulitan ekonomi ini menjadi penghambat utama, karena ketika anak-anak disekolahkan, tidak mungkin mendapat diskon nol persen, alias gratis, masih ada saja beban keuangan yang harus ditanggung orang tua. Pada sisi lain, ATS dipekerjakan, baik membantu pekerjaan domestik keluarga atau pekerja komersial.

Lingkungan dan keluarga menjadi faktur penguntit, pada bagian ini bukan lagi berkaitan dengan ekonomi, namun lingkungan yang tidak memilik tradisi pendidikan secara baik, para orang tua tidak mempermasalahkan anak-anaknya "mau sekolah ya oke, tidak sekolah ya tidak masalah".  Pendidikan bukan menjadi ukuran sukses, pendidikan tidak menunjukkan kelas sosial. 

Urusan pendidikan adalah amanah Undang-Undang  yang menjadi kewajiban pemerintah dan orang tua, untuk menjangkau secara merata di seluruh wilayah Nusantara tampaknya belum terealisasi seratus persen, masih ada wilayah terjauh dan terdalam, sulit jangkau, dengan tidak adanya lembaga pendidikan yang bisa dijangkau menjadikan ATS semakin banyak jumlahnya. 

Di sinilah peran lembaga pendidikan yang didirikan oleh swasta menjadi penting, mengentas ketertinggalan pendidikan. jangan biarkan anak-anak asyik bermain lalu tidak sekolah, jadikan sekolah sebagai tempat bermain yang edukatif.

Secara personal, kewajiban orang tua untuk mengurangi ATS adalah hal utama, karena di sinilah semuanya berawal, fasilitas yang memadahi, bila tidak didukung oleh orang tua untuk mengemangati anak bersekolah ya tidak ada artinya. Maka tradisi bersekolah di suatu masyarakat penting untuk ditingkatkan, agar mutu SDM semakin meningkat.

Lembaga pendidikan bukanlah lembaga bisnis, meskipun tidak lepas dari sumber dana, faktor mahal atau tidak terjangkau turut menyumbang angka ATS, betapa banyak anak-anak yang drop out salah satu penyebabnya adalah biaya.

Tahun ajaran baru baik tingkat sekolah atau perguruan tinggi, mari bersama mengurangi angka ATS dengan  mempermudah mereka mengikuti Kegiatan Belajar Mengajar, dan tunjukkan masa depan pasca menjalani pendidikan. Jangan sampai terjadi antara yang sekolah (siswa  atau mahasiswa) dan tidak sekolah atau kuliah hasilnya sama, atau bahkan fenomena yang sekarang terjadi banyak anak muda sukses karena tidak "makan bangku sekolah" 

Hamim Thohari Majdi

Lumajang, 4 Juni 2024

Hamim Thohari Majdi @Surplus

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun