Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Pelita Bernama Anak Wahai Orangtua Nyalakan Sakelarnya

7 November 2023   19:12 Diperbarui: 7 November 2023   19:39 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak sebagai pelita masih ada orang tua yang tidak menyalakan sakelarnya (Hamim Thohari Majdi)

PELITA BERNAMA ANAK, WAHAI ORANG TUA NYALAKAN SAKELARNYA

Hidup berumah tangga adalah menuangkan segala rasa, antar pasangan dan seluruh anggota keluarga, berbagi kebahagiaan, melepas kesedihan dan mengembangkan cita rasa, harga diri dan kehormatan.

Dari rumah tangga yang tergambar di atas, maka akan muncul cahaya gemerlap dari dalam menyinari di setiap ruangan dan memberi keagungan, nuansa keindahan serta aura keharmonisan.

Pelita atau cahaya dengan bentuk sederhananya adalah lampu, haruslah terhubung dengan aliran listrik, sebagai penghubung bernama sakelar, sebagai fungsi kontrol untuk menyalakan atau mematikan, bergantung dari si empunya, begitu pula anak, akan menjadi pelita yang manerangi atau tidak pernah mengirim cahaya, bermula dari kehendak orang tua untuk meniupkan aliran cahaya dalam pelita, diri anak itu sendiri.

MENANTI PELITA HADIR

Masing-masing anggota keluarga adalah pelita, memiliki derajat yang sama dalam sumbangsih menciptakan terang dan gemerlap.

Pada masa awal pernikahan rumah tangga yang terdiri dari sepasang kekasih, suami istri, dengan cinta kasih sayang yang selalu hadir dalam denyut kehidupan, menghitung waktu di dalamnya ada rindu, bila terpisah oleh ruang dan waktu. Keduanya akan memancarkan binar dari pandang matanya, membuat suasana begitu tampak indah dan memukau.

Cinta sepasang kekasih, bisa redup dimakan waktu, rindupun tak lagi menggebu, asmara mulai kehilangan energi. Karena rutinitas hanya dari aku dan kamu,  suami istri terbelenggu dengan aktivitas masing-masing, lalu kembali fokus kepada diri sendiri.

Maka kehadiran anak adalah hal yang ditunggu, untuk menambahkan pelita dalam rumah tangga, mengusir gelap dan datanglah cahaya.

Kini pelita telah datang, akankah dimanfaatkan menjadi penerang ? atau sekadar menjadi hiasan pelengkap interior rumah? Maka bagi orang tua pasti berharap hadirnya buah hati akan menjadi pelita.

 NYALAKAN SAKELARNYA

Anak adalah pelita sebagaimana mutiara harus digosok sehingga bercahaya, maka pelita tak bisa menghadirkan terang bila tidak dinyalakan. Anak-anak lahir sangat polos tanpa pengetahuan sedikitpun, menangis adalah bagian dari naluri untuk berkomunikasi dan memecah kesepian.

Menyalakan pelita agar bisa memancarkan cahaya, ada terminal atau perantara yang bernama sakelar, sebaik apapun pelita yang dimiliki bila sakelar tidak dinyalakan tak mungkin cahaya akan hadir.

Tuhan ciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, setiap individu memiliki keunikan, kelebihan dan bakat, maka orang tualah yang perlu mengembangkan apa yang ada dalam diri anak. Dioptimalkan tumbuh kembangnya.

Dalam konteks pengasuhan, sakelar berfungsi untuk menyalakan tombol-tombol keistimewaan anak-anak, sehingga semua potensi itu menghasilkan cahaya, menghiasi diri anak dan memberi terang di sekitarnya.

Menyalakan sakelar dalam diri anak merupakan kepercayaan orang tua kepada anak, bahwa anak yang dianugerahkan oleh Allah adalah pelita, tentang jenis dan ukurannya antar anak berbeda. Hal paling penting di tekan di sini adalah keyakinan orang tua akan menjadi penerang masa depan dirinya dan orang tua.

Bukankah masih ada orang tua yang tidak percaya terhadap potensi anak, terjebak dengan ulah dan gelagat anak yang selalu "dicurigai", apalagi dalam kenyataan didapati sang buah hati masih membuat ciut hati orang tua.

Usaha orang tua untuk menyalakan sakelar, berarti orang tua telah memberi ruang dan waktu, kesempatan anak berkembang sesuai dengan potensi dan hal-hal yang diminati.

Berarti orang tua yang tidak mau menyalakan sakelar, telah membunuh karakter anak, merdupkan bahkan mematikan cahaya yang terpancar dari pelita itu.

SIAPKAN MINYAKNYA

Tatkala  sakelar dinyalakan haruslah dibarengi dengan energi, ada minyak sebagai sumber enrgi yang akan dialirkan ke sumbu-sumbu untuk memastikan api tetap menyala.

Setidaknya ada tiga hal yang menjadikan pelita itu tetap menyala, maka anak haruslah dicukupi oleh pengasuhnya kebutuhan fisik, psikologis dan spiritual.

Kebutuhan fisik dikenal dengan pemenuhi gizi dan protein, terangkum dalam pola makan empat sehat lima sempurna sebagai upaya untuk mengoptimalkan pertumbuhan fisik dan fisiologisnya, badan kuat, otot dan syarafnya berfungsi sebagaimana mestinya. Kekurangan kebutuhan ini dapat dilihat dengan munculnya hambatan pertumbuhan berat badan dan tingginya tidak sesuai dengan usianya.

Berkaitan dengan kebutuhan psikologis berbentuk curahan kasih sayang, tidak ada pembentakan, pola menyuruh dihindarkan, hal ini untuk memperkuat karakter, hatinya yang kokok dan selalu dalam keadaan damai, inilah energi yang konstan karena diri anak betul-betul tenang, nyaman dan stabil. Kebutuhan psikologis ini menjadi bekal kepercayaan diri dan kesiapan untuk bersosial, bersama dengan perbedaan karakter dan prinsip. Hal yang penting lagi dari pemenuhan aspek psikologi ini adalah kesiapan anak dalam menghadapi masalah dan hambatan-hambatan yang terjadi di masa pertumbuhan.

Hampir banyak dilupakan, atau tidak menjadi catatan kebutuhan dalam tumbuh kembang anak adalah spiritual, walaupun era saat ini sudah banyak penguatan anak melalui nilai spiritual, yaitu dalam bentuk doa. Banyak orang tua meneguhkan harapan anak yang didambakan dengan melakukan visualisasi dan affirmasi tentang masa depan yang akan dihadapi,  namun akan lebih kuat dan dahsyat ketika harapan-harapan itu disandarkan digantung kepada pemilik semesta, maka hal ini hanya dilakukan dengan jalur spiritual. Menyakini adanya penguasa semesta dan yakin akan memberi pertolongan dan kekuatan.

Ketiga energi itulah menjadi minyak bagi pelita, cukupkan cadangan minyak dalam diri anak agar pelita itu tak terpengaruh oleh hembusan angin, walaupun ditiup secara kuat dan kencang.

Bertemunya orang tua dengan hasrat menyalakan sekelar untuk pelitanya dengan pemenuhan energi atau minyaknya, maka anak akan tumbuh optimal, menjadi generasi yang berkilai memancarkan cahaya.

Ingat bahwa pelita itu akan memancarkan cahaya bila sakelar dinyalakan, energi yang konstan membuat nyala pelita sangat kuat. Itulah kewajiban orang tua untuk membuka keunaikan dan keistimewaan anak, beri kepercayaan, fasilitasi dan arah menuju hal positif, maka sebagaik manusaia adalah orang yang memberi manfaat kepada kehidupan manusia, pelita yang baik tidk seperti lilin, menerangi orang lain, tapi dirinya terbakar, namun pelita merupakan media di mana cahaya akan memancar darinya.

Pelita Bernama Anak Wahai Orang Tua Nyalakan Sakelarnya

Oleh : Hamim Thohari Majdi

Lumajang, 7 Nopember 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun