Perihal merokok pembahasannya mulai bergeser, dari larangan merokok menuju kepada perokoknya. Dalam dimensi sosial merokok lebih dibenarkan bagi kalangan laki-laki atau para maskulin ketimbang para perempuan, pun tidak ada larangan yang dialamatkan secara khusu bagi para perempuan untuk merokok kecuali bagi yang sedang haml
MEROKOK ADALAH PILIHAN
Ada label bagi perokok, "belum sempurna kelaki-lakian, bila belum merokok", maka dalam memaknai hal tersebut adalah berkaitan dengan kedewasaan seseorang dan pilihan untuk merokok atau tidak.
Bergantung teman dan keluarga, bagi keluarga perokok (orang tua atau saudara yang merokok), maka pilihan merokok jauh lebih mudah, mengingat anak-anak sudah memiliki figure atau role model perokok dalam lakon kehidupannya.
Sedang bersama teman adalah pengaruh yang dipaksakan dari pembiasaan, sama-sama membangun nyali berani untuk mengenal, mencoba secara tersembunyi hingga menuju lingkup yang lebih luas.
MEROKOK DAN NILAI BUDAYA
Kebiasaan merokok memberikan nilai dalam budaya suatu masyarakat, artinya tidak ada lingkungan yang benar-benar bersih seratus persen dari perokok.
Ada pada kalangan atau usia tertentu dalam masyarakat, penduduknya yang merokok. Â Sehingga dalam konteks sosial komunitas terbangun dengan kelekatan melalui merokok, menyuguhkan rokok sebagai umpan pemantik obrolan, mengepul dan berbicara baik secara formal ataupun tanpa protokoler sesuai dengan tujuan.
Rokok terbukti bahwa mampu membangun empati antar para perokok, saling menanyakan bagi yang tidak membawa (tidak punya) dan saling menyodorkan menawarkan untuk merokok yang ada di hadapannya.
Merokok dalam dimensi budaya telah mengeratkan waktu kosong dalam pertemuan, juga menjadi perantara berkomunikasi secara verbal dalam jeda.Â