Sehingga dapat disimpulkan bahwa kata menerima petunjuk lebih condong kepada arti membenarkan atau menyetujui, karena semua makhluk diberikan petunjuk, baik berupa ajaran agama, moral dan tanda-tanda alam (peristiwa alam), bergantung kepada masing-masing individu mau menerima atau tidak, menerima dan menjalani tentunya.
Karena yang tidak menerima petunjuk adalah mereka yang mengingkari petunjuk itu sendiri, disebabkan dalam dirinya ada penyakit, lalu penyakitnya itu ditambah oleh Allah, akibat kedustaannya.
Bagaimana mungkin mereka menerima petunjuk, bila mana diperingatkan justru membuat bantahan "Dan bila dikatakan kepada mereka, janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, mereka menjawab sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan: (Al-Baqarah ayat 11)
Salah satu tanda diberikan petunjuk jalan penuh nikmat adalah keimanan, namun mereka yang tidak menerima petunjuk ketika  diseru "berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman" mereka menjawab "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu  telah beriman?" sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu (Al-Baqarah ayat 13)
Gambaran dan akibat yang tidak menerima petunjuk sebagaimana tertera dalam surat al-Baqarah ayat 16-17 adalah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk. Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.Â
BERDIALOG DENGAN AL-QUR'AN UNTUK MENYELESAIKAN PERMASALAHANÂ
Salah satu fungsi al-Qur'an adalah obat (syifa' Â dalam surat al-Isra' ayat 28) artinya mampu memberika penawar atas penyakit yang dihadapi utamanya penyakit hati. Maka perlulah melakukan dialog dengan al=qur'an tentang penyakit yang sedang dialami, misal dialog itu berupa pencarian obat atas sakit yang diderita, lalu mengafirmasi solusi atau jawaban dari al-Quran.
Dengan menggunakan metode dialog, maka akan memunculkan self talk (berkata kepada diri sendiri) atas penyebab masalah yang terjadi, mengidentifikasi secara luas dampaknya dan mencarikan solusi jalan keluarnya.
Mempertanyakan kepada diri sendiri atas  pernyataan dalam al-Quran seperti memohon petunjuk, jawaban al-qur'an sebagaimana tertera dalam surat al-Baqarah ayat 1-5, perlu mengajukan pertanyaan yang menggelitik, "wahai al-Qur'an apakah aku sudah masuk dalam golongan orang yang bertakwa, orang yang Engkau beri petunjuk" lalu melakukan pengukuran nilai kepentasan diri sudahkan melakukan hal-hal yang disenangi (perintah ) oleh Allah atau justru pelanggaran yang lebih banyak dan seterusnya.
Dialog dengan al-Qur'an sembari memantaskan nilai yang ada dalam diri merupakan cara efektif menjadikan al-Qur'an sebagai akhlak atau karakter diri. Â
Untuk itu di bulan Ramadan banyak yang berlomba-lomba membaca al-Quran, sama dengan membaca surat cinta dari seorang kekasih kalau isinya tidak kita yakini akan sama hanya dengan deklarasi saja dan tidak memiliki bekas bagi jiwa. Atau membaca surat dari orang yang dibenci, yang muncul adalah kecurigaan (menjaga jarak antara yang dibaca dan yang harus dilakukan).