Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ramadan Mengangkat Derajat Diam Mengalahkan Empat Perkara

3 April 2023   05:49 Diperbarui: 3 April 2023   06:45 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadan telah melaju dari sepertiga masanya, maka harusnya bersama-sama bagi yang berpuasa melakukan perenungan bertanya kepada diri sendiri "sudahkah ada rasa yang mengendus kemuliaan Ramadan", karena kalau lapar dan dahaga tentu saja sudah sangat terasa utamanya pasca matahari melewati posisi di atas kepala.

Banyak kemuliaan yang disediakan di bulan Ramadan, maka bergantung dari semangat dan motivasi masing-masing individu untuk meraupnya, maka bersama-sama untuk mendapatkannya, sebagai modal menghadapi masa depan yang penuh ketidak pastian.

KEUTAMAAN DIAM

Ternyata ada usaha atau perilaku yang mudah, namun sulit dilaksanakan oleh umat manusia adalah diam, dalam artian  mencegah bicara, baik bicara dengan diri sendiri (self Talk) atau dengan orang lain (public speaking), dan khusus  bahasan public speaking  menjadi berkah pembelajaran di bulan Ramadan sebagaimana tulisan sebelumnya link di bawah ini :

https://www.kompasiana.com/hamim83110/642994fc4addee5b24415e42/ramadan-dan-pembelajaran-public-speaking?source_from=notification_activity

Sungguh diam memiliki empat keutamaan, mengalahkan perkara besar dalam beribadah, sebagaimana sabda Rasulullah Saw :

"Sholat adalah tiang agama, namun diam lebih utama. Sedekah itu dapat memadamkan murka Allah, namun diam lebih utama. Puasa itu perisai dari siksa api neraka, namun diam lebih utama. Dan jihad itu puncaknya agama, namun diam lebih utama" 

Bukankah sholat itu berat ? sedekah juga kadang butuh perhitungan ? apalagi puasa yang dilaksanakan satu bulan penuh ? dan jihad yaitu bersungguh-sungguh yang membutuhkan pikiran dan tenaga, tetapi kesemuanya masih lebih utama diam.

Lalu pertanyaannya "ada apa dengan diam".Amal itu bergantung dari niat, di sinilah letak kesungguhan dan motivasi melakukan sesuatu. Maka ketika niat dibarengi dengan aksi lahirlah sebuah kegiatan atau ibadah. Biasanya tidak cukup di situ saja, kadang niatnya sudah kuat, namun dalam prakteknya dikalahkan dengan show of force, alias memperbincangkan apa yang sudah dilaksanakan. Hal inilah yang membuat amalan itu kurang memiliki bobot nilai di hadapan Allah, kemasan bagus isi kosong, sehingga setara dengan tong kosong bunyinya nyaring.

Puasa ingin membuat tong yang dimiliki manusia penuh sesak, sehingga berat untuk diangkat dan tiada bunyi ketika dipukul atau terjatuh, menjadi pribadi  mantul (mantap betul).

Bisa diperhatikan bagaimana puasa mengajarkan untuk menjaga lisan ? bukankah Rasulullah pernah mengingatkan kepada umatnya, bahwa keselamatan seseorang bergantung bagaimana menjaganya".

Puasa mengajarkan kepada umat manusia agar lebih banyak berkomunikasi atau bercengkerama dengan Tuhan sang pencipta, sehingga meminimalisir dosa atau kesalahan. Karena salah satu cara berkomunikasi dengan pemilik semesta adalah berdzikir menyebut nama-namaNya yang Indah, beristighfar memohon ampunan, bertahmid memuji kesucianNya,  serta mengkomunikasikan permohonan-permohonan dalam upaya memecahkan masalah kehidupan, sebagai usaha untuk mendapat kekuatan menyongsong masa depan.

Komunikasi yang diajarkan dalam bulan Ramadan adalah komunikasi tanpa batas dan tanpa jenjang, manusia (makhluk) langsung dengan sang Pencipta (Khalik).  Sehingga ketika pelatihan berkomunikasi di bulan Ramadan yang mengutamakan diam harus menjadi karakter, tidak memilih dan pilih kasih dalam melakukan komunikasi, tidak menjadikan prioritas seseorang karena kepentingan dan kedudukannya, berusaha memberi ruang yang sama karena sama-sama sebagai hamba di hadapan sang pemilik semesta.

Diam itu sederhana dan mudah, namun melaksanakannya sangat berat, karena ada pengaruh internal dan eksternal. Dari diri individu tidak sabar untuk bercerita dan menjadi bangga dengan amalan-amalan yang dilakukan. Secara eksternal bila mengalami konflik justru semakin menjadi-jadi apa yang diperbincangkan, kadang mengarah kepada fitnah, provokasi dan menyudutkan serta menjelekkan lawan bicara.

Puasa di bulan Ramadan sebagai kewajiban atas orang yang bertakwa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang atau kaum sebelumnya, agar manusia saat ini tidak mengalami kehancuran disebabkan salah bicara. Maka diam adalah solusi, diam adalah benteng dan diam menjadikan lebih memiliki harga diri. Karenanya diam adalah utama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun