Menarik sekali tulisan Dedy Mulyana, Guru Besar Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran (Unpad) di koran Jawa Pos edisi Senin, 20 Pebruari 2023 pada kolom Opini dengan judul "transformasi Identitas Sambo",Â
Ada  pernyataan yang menyentuh dari tulisan beliau "Sambo telah dan sedang mendapatkan citra diri baru, bahasa diri baru, hubungan baru dengan orang lain dan dengan struktur sosial. Orang-orang di Kepolisian yang berpangkat lebih rendah  darinya kini tidak lagi menyapa  "jenderal" dengan badan sedikit membungkuk dan sedikit ketakutan".
 Mari mencoba memahami dari tulisan Dedy Mulyana dalam konteks kesetiaan, karena proses tranformasi identitas Sambo adalah pertaruhan sebuah kata "setia" yang luntur, tetapi justru menyibak kebenaran obyektifitas atas apa yang dilakukan oleh Bharada Ricard Eliezer Pudihang Lumiu, setelah proses pencarian keadilan "berakhir" di tangan tiga hakim Wahyu Santoso, Morgan Simanjutak dan Alimin Ribut Sujono.Â
KESETIAAN UNTUK MELAWAN KENYATAAN
Kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J menjadi viral dengan sebutan kasus Sambo, daya tarik Sambo dari kasus ini adalah berkaitan dengan kesetiaan profesi, dirinya sebagai sosok penegak kesetiaan anggota Korp tempat ia mengabdi, Maka tugas utama adalah membangun insan-insan setia dalam menjalankan tugas.
Hasil kerja keras Sambo menghasilkan anak buah yang setia, utamanya kesetiaan kepada "atasan" dalam menjalankan perintah formal ataupun tidak formal., semuanya terbukti dalam kasus yang sedang hangat ini.
Serangkaian kesetiaan  tersusun dan tergambar apik dalam kronologi kasus yang akhirnya menjerat dirinya, sedikitnya korban itu adalah sang isteri dan sopir pribadi sang isteri sekaligus asisten rumah tangganya. Juga para pihak yang dilibatkan dalam upaya menghilangkan barang bukti atau petunjuk lain yang mengarah kepada kejelasan kasus ini.
Apakah ada kesadaran dari mereka terhadap makna sebuah kata "setia" atau kepatuhan kepada atasan, sehingga tanpa mempertanyakan terlebih dahulu atas apa yang diperintahkan, di sinilah kata setia itu diidentikkan dengan kata "siap" sebuah pernyataan secara otomatis tanpa jeda.
Wal hasil akhirnya mereka yang setia telah membuang kenyataan hak  hidup seseorang, membuang kenyataan atas adanya peristiwa dan membuang kenyataan yang sebenarnya lebih mudah dikatakan "ada" daripada membuat alibi atau "tidak ada, tidak terjadi apa-apa"
KESETIAAN TERHADAP KENYATAAN