Untuk itu Undang-Undang nomor 16 tahun 2019 menegaskan bahwa ketika terjadi perkawinan anak, sama halnya dengan menghilangkan hak anak dan memaksakan anak menjadi orang dewasa.Â
Ketika berbicara anak, maka otomatis yang diperbincangkan termasuk di dalamnya adalah orang tua, karenanya bila terjadi perkawinan anak, maka yang paling disorot adalah keberadaan atau peran orang tua.
POLA ASUH
Sebagai penentu karakter seorang anak adalah pola pengasuhan yang didapat dari orang tuanya. Di sinilah orang tua memiliki peran besar terhadap tumbuh kembang anaknya.Â
Kasih sayang dituang dalam jiwa anak akan mempengaruhi ketenangan hidupnya, maka pertanyaannya seberapa besarkah tuangan kasih sayang orang tua kepada anaknya?
Jiwa-jiwa damai menunjukkan kepada kesiapan diri turut dalam harmoni sosial, hidup sesuai dengan tahapan sosial yang melingkupinya. Pengasuhan yang tepat menjadikan anak bisa menjalani hidup sesuai dengan masa pertumbuhan.
Maka apabila terjadi perkawinan anak, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana cara orang tua mengasuh ?. seperti yang lazim terjadi bahwa pola asuh ada tiga yaitu demokratis, permisif dan otoriter.Â
Sedikit dijelaskan tentang pola asuh, demokratis adalah pengasuhan yang humanis melibatkan anak dalam proses pengasuhan, memandang dan memperlakukan anak sebagai anak, bukan sebagai robot atau memaksa untuk menjadi orang dewasa.
Permisif merupakan pengasuhan yang bersifat minimalis, pemenuhan kebutuhan dasarnya lebih bersifat material, kurang sentuhan emosional dan adanya kelekatan hati, sehingga orang tua sudah merasa cukup bila kebutuhan dasarnya terpenuhi dan pada akhirnya anakpun berkarakter minimalis.
Sedangkan otoriter adalah orang tua memandang anak sebagai obyek pelaksana dari kemauan orang tua, termasuk di dalamnya melakukan hal-hal yang tidak bisa dicapai oleh orang tuanya di masa lalu, orang tuanya dulu gagal menjadi dokter.