Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Guru adalah Orang Tua Pertama di Sekolah

25 November 2022   18:38 Diperbarui: 25 November 2022   18:42 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keceriahan anak-anak adalah modal penting dalam belajar dan harus didukung oleh guru dan orang tua (Sumber Gambar : Hamim Thohari Majdi)

 

Selamat hari guru, selamat untuk guru Indonesia atas nama anak bangsa saya menyampaikan terima kasih kepada para guru, guru di bangku sekolah, guru di bangku kuliah, guru di bangku musholla, guru di bangku kafe -warung, diskotik, pos kamling- dan guru-guru lain tanpa sengaja harus saya beri gelar dalam menambah khasanah pengetahuan hidup dalam makna mereka.

Walaupun tidak bisa diwakilkan atau mereka tidak mewakilkan, saya ingin menyampaikan terima kasih dan permohonan maaf kepada para guru dari  anak, saudara, teman dekat, teman jauh dan teman-teman lain yang saya tidak mengenalnya, sebagai murid, dengan mu wahai para guru mereka memiliki peta kehidupan dan bagaimana cara menjalaninya. Saya tidak ingin hati para guru terusik karena mereka (para murid) tidak tahu diri untuk berterima kasih dan memohon maaf, semoga perwakilan kami menjadi penambah sedikit rasa suka cita di hari guru.

Diakui dan diyakini bahwa guru adalah orang tua di sekolah, namun posisinya tidak memiliki otoritas sebagaimana orang tua di rumah. Mari perhatikan akad ketika orang tua memilih sekolah untuk anaknya, memasrahkan kepada guru sesuai dengan syarat dan ketentuan berlaku di sekolah. Namun dalam perjalanan kemudian didapati sang anak tidak begitu cepat tumbuh dan berkembang, siapakah yang disalahkan ? sebagian besar orang tua menyalahkan guru.

Kasus kekerasan di sekolah,  misal dicubit guru, dijewer dan kekerasan fisik kecil, menjadi membesar karena dipersoalkan oleh orang tua dan sasaran kesalahan kembali lagi ke guru. Intinya guru harus bertanggung jawab penuh terhadap jiwa raga siswa, tetapi kewenangannya terpasung. Sementara perrilaku salah atau sikap berbeda  orang tua di rumah terhadap anak dengan apa yang diterapkan guru di sekolah, kemudian membuat terhambatnya proses pembentukan karakter, guru tidak bisa apa-apa,  'mau bilang apa gue", orang tua punya kartu joker "anak gue, mau gue apa-apain, terserah gue"  

Mari mengembalikan mindset tentang konsep  belajar, guru dan sekolah  kepada guru kita Ki Hajar Dewantara beliau mengatakan "setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah". Dalam konsep pendidikan rumah adalah sekolah pertama bagi seorang anak ketika lahir di dunia dan orang tua adalah guru utama dan pertama.  Pertama kali anak mendapat pendidikan proses tahu, mengerti dan mampu adalah di rumah bersama orang tuanya. 

Di rumah anak-anaknya menapaki tahapan tumbuh dan berkembang  sesuai usianya, siapa gurunya ? tentu orang tua (catatan = walau pengasuhan dilakukan oleh asisten rumah tangga atau siapapun, orang tua tetap memberikan peran besar dalam menentukan arah dan warnanya, kecuali ikut orang lain).

Kurikulum merdeka belajar, hakikinya adalah memberikan ruang besar kepada anak mengeksplorasi potensi diri, bakat dan minatnya. Guru berperan menjadi penggerak, artinya guru harus menjadi daya ungkit bagi siwa agar melakukan hal yang tepat di jalan yang benar dengan sarana sesuai yang dibutuhkan.

Semangat hari guru tanggal 25 Nopember 2022, berjuang untuk memposisikan guru sebagai orang tua pertama di sekolah seperti status orang tua di rumahnya adalah guru utama bukan guru kedua. Sebagaimana selama ini berlaku. Karena posisi guru sebagai orang kedua, menjadilah guru sebagai obyek penyematan kesalahan Harapannya dengan memposisikan guru sebagai orang tua pertama di sekolah, maka akan terjadi sinergi dalam pengasuhan anak, di antaranya :

  • Antara orang tua dan guru memiliki kesetaraan derajat dalam pengasuhan, kewenangan guru dan orang tua sama, guru bisa mengingatkan orang tua bila anak ketika di rumah perilaku dan perlakukan anak tidak sesuai dengan yang terjadi di sekolah.
  • Orang tua dan guru menyatukan pandangan tentang pribadi anak dan tujuan pengembangan kompetensi dan karakter anak. Pada hal-hal tertentu ada orang tua yang menyembunyikan kepribadian anak, tidak berterus terang kepada guru tentang kelebihan dan kekurangan anak. Hal ini akan mempengaruhi perlakuan guru kepada anak. Dibutuhkan kejelasan faktual agar tercipta kesatuan pandang anak oleh orang tua dan guru.
  • Melakukan evaluasi bersama tentang progres hasil belajar anak dengan alat ukur yang sudah disepakati. Beda alat ukur akan memberi hasil berbeda. Bisa menimbulkan kontroversi.
  • Bila anak mengalami penurunan motivasi belajar, orang tua dan guru mengintensifkan komunikasi, mencari penyebab, menyajikan solusi dan mengambil kesepatan langkah serta pendampingan.
  • Dalam rangka penguatan -reinforcement- perlu ada kesepakatan jenis dan bentuknya, agar anak merasa dihargai (reward) ketika mengalami kenaikan motivasi dan prestasi belajar. Anak juga tahu hal-hal yang membuat orang tua dan guru akan kecewa akhirnya mengurangkan perhatian (punishment)

Ketika kedudukan guru di sekolah adalah orang tua pertama, dan orang tua adalah guru pertama di rumah, maka akan terjadi kompisi layanan. Walapun guru menangani satu kelas, guru tetap bisa mengelola kelas dengan baik, karena guru memiliki kompetensi kepribadian, pedagogig,  profesional dan sosial.

Maka guru yang kompeten sejatinya layak dan melebihi dari orang tua para peserta didik. Kehormatan seorang guru adalah ketika perannya diberi ruang dan inovasinya tersalurkan, bersama orang tua para guru akan mendampingi selancar anak sesuai dengan peta yang telah dibangun.

Dengan demikian tidak ada  lagi perseteruan antara orang tua dan guru, tiada lagi perlakuan antara di ruman dan sekolah dan tiada lagi perbedaan cara memberi punjian dan hukuman, guru bangga berama orang tua mengantar masa depan siswa, indosia emas bersama generasi emas, guru dan guru emas.

Selama guru tetap diposisikan sebagai orang tua kedua, maka selamanya kesetaraan itu tak akan pernah terwujud.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun