Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Suka Duka Tinggal di Gang Buntu

18 Oktober 2022   07:02 Diperbarui: 20 Oktober 2022   12:52 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gang Buntu antara kenyamanan dan Masalah (Sumber Gambar: Hamim Thohari Majdi) 

Dengan hati riang dan penuh kasih si B membunyikan klakson "tin.. tiin. tiin" sangat pelan bahkan nyaris tak terdengar.  

Dari dalam terdengar suara "siapa ya malam-malam membunyikan klakson" ucap si A dalam kekurang sadaran si A berguman lagi "tidak punya etika, turun ketok pintu, kan lebih sopan". 

Mungkin karena merasa sudah akrab melebihi saudara kandungnya, si B kembali membunyikan klakson dan kali ini lebih keras tiiiiin tiiin tiiin"hai, ini orang ke mana.... mobil ya,  mobil nya.... dipinggirkan"

Saya tidak perlu meneruskan ceritanya, tapi jelaslah bahwa tinggal di gang buntu apalagi berada di ujung paling belakang, haruslah  memiliki mental tangguh, setangguh baja anti gores dan tahan pukul. 

Bila tidak? sering menguras emosi karena kesalahan yang tidak di sengaja oleh tetangganya bisa mengganggu kenyamanan dan kelancaran. 

Apalagi tumbuh akar-akar serabut konflik yang dipelihara, bisa menjadikan perang anta tetangga, ada saja ulah dan laku yang memancing amarah.

Hidup bertetangga, harusnya seperti hidup dengan keluarga sekandung, bahkan harus lebih baik "seakan-akan mendapatkan warisan", karenanya untuk menjalin keharmonisan antar tetangga perlu menerapkan pola "sapalah dengan ramah tetanggamu, sebelum engkau masuk rumah".  

Karena tetanggalah orang pertama kali mendengar jeritan kesedihan dan dan turut tersenyum kala tawa bahagia meledak. 

Seperti sepasang kekasih, hidup bertetangga selalu merindukan ketika tidak tampak aktivitasnya, kadang menunggu tetangga lewat, rela duduk di depan teras hanya ingin "say Hallo" basa basi sebagai bumbu komunikasi. 

Hidup bertetangga kepada mereka kita tititpkan harta benda dan anak, ketika harus meninggalkan rumah dan pergi untuk beberapa hari.

Hidup bertetangga melatih kepekaan dan kepedulian, menjaga kesehatan jiwa dan mengembangkan sikap sosial. Namun suka duka tinggal di gang buntu, jauh harus ekstra hati-hati dalam merawat hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun