Â
Ada kalimat yang menggelitik dalam salah satu iklan "buat anak, jangan coba-coba", kata mencoba adalah melakukan tindakan hasil dari proses berpikir yang belum tuntas, tidak ada alasan atau sandaran yang kuat dalam melakukan sebuah aksi. Maka hasilnya pun bisa sesuai harapan dan kemungkinan gagal.
Orang tua selalu mengukur jarak dan masa, merasa lebih tua (lebih dahulu mengarungi kehidupan) dan jaraknya yang tidak bisa didekatkan atau dijauhkan. Sepanjang masa keterpautan usia anak dan orang tua tetaplah berbeda atau berjarak.
Banyak yang beranggapan bahwa orang tua berkuasa mengasuh anaknya sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki dan pengalaman yang sudah dijalani, tanpa membandingkan atau memperhatikan dengan situasi sekarang yang jelas-jelas berbeda. Artinya situasi masa kecil orang tua, bedan dengan situasi yang dialami anaknya sekarang. Zamannya berbeda trendnya juga berlainan.
TERSERAH AKU
Dalam penguasaan anak, orang tua kadang ada yang rasa memilikinya terlalu besar, sehingga muncul anggapan, orang tua bisa melakukan apapun kepada anaknya, orang lain tidak perlu ikut campur, salah atau benar cara mengasuhnya "itu urusan saya" kata orang tua.
Bila yang dilakukan orang tua dalam pengasuhan membuat anaknya menjadi sehat pisik, rohani dan agamanya, oke lah disetujui, berarti ini menunjukkan orang tua yang komitmen antara ucapan dan tindakan.
Namun ketika orang tua mengasuh anak dengan pijakan masa lalunya, bisa jadi menjadi lebih baik dari orang tuanya, karena orang tua mengaca bahwa apa yang diterima dari orang tuanya, dianggap kurang benar dan tidak manusiawi, diperbaiki dan dimodifikasi ketika diterapkan kepada anaknya.
Bahayanya, ketika anak dijadikan sebagai ajang balas dendam. Harus menerima hal-hal yang tidak menyenangkan, sebagaimana orang tuanya (bapak-ibu) diperlakukan oleh orang tuanya (kakek-nenek). Maka orang tua akan menyatakan dalam hati "rasakan" beginilah kodrat menjadi anak harus menurut dan mengikut apa yang dilakukan orang tua kepada dirinya.
Kata "Terserah aku" harus dimaknai positif menjadikan anaknya lebih baik dari dirinya, bukan semakin rendah derajat dan kemuliaanya. Karena anak adalah masa depan orang tua.
 CIRI ORTU SEMAU GUE
Bila mau diperhatikan secara seksama, dalam pergaulan anak dan tingkah lakunya, di situlah akan didapati bagaimana cara orang tua mengasuhnya, menggunakan model atau jenis pengasuhannya.
Dalam sebuah lomba yang dilakukan di sekolah, didapati anak-anak yang langsung respon dengan perintah panitia atau juri, dan biasanya menyisakan ada anak yang tidak paham intruksi, atau paham tetapi tidak tahu caranya, bagaimana harus memulai. Anak ini hanya bengong, tidak segera mulai, bahkan teman yang lain sudah sampai di finish , anak ini tetap diam di tempat.
Anak yang diasuh orang tua  dengan pola semau gue, mebuat anak tidak mampu mendaya gunakan akal untuk berpikir kreatif dan melakukan inovasi. Bahkan anak ini cenderung pasif dan tidak mau melakukan lebih dari apa yang seharusnya dia bisa.
Orang tua selalu mengukur dan menurutkan apa yang dimau, bukan memperhatikan kemampuan dan kemaun anaknya. "kamu harus menulis dua halaman", "kamu harus menimba air sepuluh bak", "kalau tidak bisa, pukulan hadiahnya".
Ketika anak melakukan tidak sesuai yang diharapkan, misal menolak perintah, maka anak akan dikata-katai dengan hinaan dan perendahan harga dirinya, "ini kan mudah, begini saja tidak bisa". "tahu tidak ini, begini cara mengerjakannya"
Tidak ada kata ampun, bagi orang tua yang sok tahu dan semaunya sendiri, lebih sering bahkan lebih suka memberi hukuman dari pada hadiah. Dengan menghukum, orang tua ini merasa hebat dan berkuasa. Mengapa tidak mau memuji anak ?, mereka berprasangka bila diberi puji, walau sedikit saja akan merasa besar kepala.
MISKIN KOMUNIKASI
Sangat miskin konfirmasi, bagi orang tua yang semau gue. Anak tidak memiliki hak untuk membela diri atau menjelaskan setiap hal atau tindakan yang bertentangan dengan orang tuanya. Ketika anak hendak mendiskripsikan apa yang dilakukan orang tua selalu bilang "banyak alasan", "sana kerjakan"
Komunikasi tidak berlaku bagi orang tua yang semaunya sendiri, baginya hak bicara hanya milik orang tua, sedangkan anak hanya memiliki hak mendengarkan. Orang  tua model ini tidak memahami komunikasi non verbal. Harusnya orang tua tahu mengapa sang anak hanya diam aja, menggerutu, menjauh agar tidak diperintah dan sering merenung dan bicara sendiri.
Orang tua beranggapan, bila kran kebebasan bicara dibuka, maka anak akan selalu protes dan tidak akan mentaatinya. Dikhawatirkan anak akan berani melawan.
Padahal dengan melancarkan alur komunikasi dengan kejelasan isi pesan, membuat hubungan orang tua dan anak  sangat indah dan harmonis, terlimpah kesejahteraan dan keromantisian. Namun orang tua yang semau gue tidak mengerti akan hal ini.
ANDALAN KEKERASAN
Kekerasan, misalnya mencubit atau memukul, dianggapnya akan membuat anak takut lalu menuruti segala perintahnya. Maka orang tua menggunakan senjata kekerasan ini sebagai bom, diledakkan secara dahsyat.
Pada saat anak masih bayi, orang tua yang suka mengandalkan  atau senang dengan cara kekerasan atau ancaman, tidak pernah berpikir kondisi anaknya yang penting anak bisa menurut apa maunya orang tua. Tidak banyak tingkah dan mengadukan hal-hal yang berada dalam jarak jauh pengetahuan orang tua.
Rasa sayang tidak lagi menjadi landasan pengasuhan, sikap emosional (suka marah) disenangi atau sebagai karakter bahkan hobi, akhirnya anak selalu dalam tekanan, hidup berisikan kekerasan, hubungan anak dan orang tua sangat kaku.
Bila hari ini anak dipukul atau dimarahi oleh orang tuanya, lalu diam dan tidak membalas, karena ketakutan anak dominan, bukan karena tidak mau saja, ada beban-beban yang lebih besar, padahal tanpa percontohan. Anak-anak sedang mengumpulkan energi untuk melakukannya sendiri, dan membiarkan hingga di pintu kedewasaan tiba. Maka menunggu saat yang tepat untuk mempertahankan diri dan melawan orang yang selama ini membuatnya resah. Â Berhati-hatilah anak akan melakukan balas dendam ketika sudah dewasa.
OTORITAS JANGAN OTORITER
Menjadi orang tua dengan jenis atau sikap semau gue, adalah tipe orang tua yang otoriter, menggunakan haknya secara berlebihan. Menekan dan menguasi jiwa raga anak. Hal ini akan berpengaruh kepada pemndewasaan anak dan suramnya masa depan.
Gunakan otoritas sebagai orang tua dalam pengasuhan, maksudnya orang tua mempunyai kewenangan dan kewajiban, gunakan sebagai bentuk tanggung jawab sebagai orang tua dan memenuhi hak-hak anak.
Orotitas yang digunakan secara tepat, akan menghasilkan hubungan yang harmonis, tercipta suasana penuh kasih sayang dan anak akan merasa nyaman berada bersama orang tua.
Aku yang terlahir dengan ketak berdayaan
Tidak bisa memilih orang tua
Dari sperma  dan tertuang dalam rahim siapa
Enah bagaimana mereka melahirkan aku
Aku terlahir dengan ketak berdayaan
Menerima pengasuhan dan perlakukan
Bila mereka orang tua yang menyenangkan
Tentu akan  senang dan bahagia
Aku terlahir dengan ketak berdayaan
Namun aku harus bertanggung jawab
Ketika sampai pada usia dewasa
Dan mengarungi kehidupan di hari tua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H