Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menikah Yuk!

31 Juli 2022   17:03 Diperbarui: 31 Juli 2022   17:13 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nikah sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan manusia, merupakan salah satu jenjang atau tahapan masa perkembangan dan pertumbuhan. 

Oleh sebab itu perlu mendapat perhatian khusus, karena berkait dengan keberlanjutan keturunan dan masalah-masalah lain seperti psiologi, sosial dan budaya.

NIKAH ATAU KAWIN

Istilah nikah dan kawin dalam hal-hal tertentu memiliki makna tersendiri sebagaima tertera dalam Kamus besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga  nikah  didefinisikan sebagai ikatan perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Sedangkan kawin memiliki tiga arti yaitu ; membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan intim dan bersetubuh.

Perbedaan makna nikah dan kawin sebagaimana di atas menunjukkan bahwa nikah merupakan sarana yang resmi dan berkekuatan hukum dalam  membentuk keluarga dan aktifitas biologis bagi pasangan lawan jenis.

Di negara Indonesia tidak ada pertentangan yang krusial dalam penggunaan istilah nikah dan kawin, sebagaimana bunyi peraturan perundang-undangannya yaitu Undang-Undang Perkawinan, bukan undang-undang pernikahan. Karenanya  dalam tulisan ini menggunakan kedua istilah nikah dan kawin terlebih hasil dari kutipan atau pendapat.

NIKAH DALAM LINTASAN SEJARAH

Imam Bukhari meriwayatkan melalui istri Nabi, Aisyah, sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab bahwa pada masa Jahiliah dikenal empat macam pernikahan, yaitu :

  • Pernikahan sebagaimana berlaku kini, dimulai dengan pinangan kepada orang tua atau wali, membayar mahar dan menikah.
  • Seorang suami yang memerintahkan kepada istrinya apabila telah suci dari haid untuk menikah (berhubungan seks) dengan seseorang, dan bila ia telah hamil, ia kembali untuk digauli suaminya, ini dilakukan guna mendapat keturunan yang baik.
  • Sekelompok lelaki kurang dari sepuluh orang, kesemuanya menggauli seorang wanita, dan bila ia hamil kemudian melahirkan, ia memanggil kepada seluruh anggota kelompok tersebut -tidak seorangpun yang dapat absen- kemudian ia menunjuk salah seorang yang dikehendakinya untuk dinisbahkan kepadanya nama anak itu dan yang bersangkutan tidak boleh mengelak.
  • Hubungan seks yang dilakukan oleh wanita tunasusila, yang memasang bendera atau tanda di pintu-pintu kediaman kemudian mereka  dan "bercampur' dengan siapapun yang suka kepadanya.  

Keempat jenis perkawinan seperyi tertera di atas masih berlaku hingga saat ini, seperti perkawinan satu perempuan dengan lebih satu laki-laki, sebagaimana dilansir https://text-id.123dok.com. terdapat jenis perkawinan Group Marriage merupakan perkawinan kelompok antara beberapa laki-laki dan beberapa perempuan sekaligus. Perkawinan jenis ini masih  dijumpai dalam masyarakat primitif di Benua Afrika.   

NIKAH BERKAITAN DENGAN LIBIDO

Berangkat dari sejarah perkawinan dalam lintasan masa, semuanya menunjukkan kepada hasrat biologis, hubungan antar jenis kelamin, hal ini memberi isyarat bahwa hakikat perkawinan adalah hakikat penggunaan dan pendayagunaan seperangkat alat kelamin agar tidak sia-sia dan tersalurkan dengan benar. 

Maka agama juga masyarakat memberi jalur aman dengan terciptanya hubungan biologis yang benar dan tidak merusak tatanan sosial dan hubungan kekeluargaan.

Dalam kontek agama nikah merupakan salah satu dari perbuatan keagamaan atau ibadah yang paling disukai oleh umat manusia dan mengandung unsur kewajiban. Sebagaimana sabda Rasulullah "

"hai kaum pemuda, barang siapa di antara kamu yang telah mampu kawin, maka beristrilah. Karena (dengan) beristri itu akan lebih mampu menjaga mata dan kemaluan" (HR. Jamaah dalam Fiqih Wanita)

Hadits di atas menunjukkan bahwa menikah berkait erat dengan masalah seks (jenis kelamin atau hal yang berkaitan dengan alat kelamin) dan  libido (nafsu birahi yang bersifat alami) yang muncul pada masa remaja atau baligh.

Pada saat usia baligh ditandai dengan kemampuan untuk membedakan pesona lawan jenisnya, cantik atau tampan, menarik atau membosankan, bahkan dalam alam khayalnya telah melakukan cumbu rayu hingga mencapai puncak gairah yang disebut dengan mimpi basah.

Maka aturan yang ditetapkan oleh hukum agama dan hukum kenegaraan, agar penyaluran nafsu bilogis umat manusia tersalurkan dengan benar dan bermartabat, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, tidak terjerumus dalam kebebasan sebagaimana perkawinan dalam komunitas hewan, tanpa ada rambu yang harus ditaati.

Untuk menahan laju gairah seksual, agama memberi jalan keluar dengan melakukan puasa, bagi siapa yang belum mampu menikah. Artinya dengan berpuasa tidak banyak makanan yang diasup, sehingga berkurangnya hasrat seksual. Berpuasa berarti menjaga pahala puasa di antaranya adalah menahan syahwat yang muncul dari pandangan mata atau olah imajinasi pikirannya

MENIKAH ADALAH MENCARI PASANGAN

Dalam surat Adz-dzariyaat ayat ke-49 Allah berfirman "dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah".

Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Al-Qur'an menyatakan bahwa mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa, dan dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. 

Oleh karena itu, agama mensyari'atkan dijalinnya pertemuan pria dan wanita, dan kemudian mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksananya "perkawinan" dan beralihlah kerisauan pria dan wanita menjadi ketenteraman  atau sakinah.

Lebih lanjut menurut Quraish Shihab sakinah terambil dari akar kata sakana yang berarti diam atau tenang sesuatu setelah bergejolak. Itulah sebabnya mengapa pisau dinamakan sikkin karena ia adalah alat yang menjadikan binatang yang disembelih tenang, tidak bergerak, setelah tadinya ia meronta, sakinah -karena perkawinan- adalah ketenangan yang dinamis dan aktif, tidak seperti kematian binatang.

Pasangan, KBBI menyebut dua orang laki-laki perempuan atau dua binatang, jantan betina, dua benda kembar atau saling melengkapi. Nikah adalah berpasangan merupakan kebutuhan manusia saling membutuhkan dan melengkapi antara perempuan dan laki-laki secara pisik, psikologis dan spiritual.

Dapatlah dibayangkan, betapa paniknya hidup seseorang bila tidak segera menemukan pasangan hidupnya, seperti siang dan malam, gelapnya tak pernah sirna bila siang  tidak segera hadir. Betapa lelahnya sebuah perjalanan bila permulaannya tidak pernah berakhir.

Merujuk hadits di atas tentang perintah menikah, bila seseorang telah menemukan pasangnnya, maka pandangannya menjadi tenang dan hasrat biologisnya tersalurkan dengan pasangan syahnya. Begitu sebaliknya bila seseorang tetap meliarkan pandangan karena belum menemukan pasangannya akan bergejolak jiwanya, risau, galau dan merana.

Berkaitan dengan menikah adalah mencari pasangan sebagaimana Firman Allah yang menjadikan sesuatu di dunia ini berpasangan, mengisyarakatkan bahwa pasangan dalam menikah adalah laki-laki dan wanita, dengan segala perbedaan mulai diri fisik, psikis hinggat alat kelaminnya. Maka fitrah manusia mengantarkan kepada ketertarikan lawan jenis yang mampu menumbuhkan gairah dan tersalurnya hasrat seksual secara tepat dan di tempat yang tepat.

Berpasangan (antar kelamin) yang hampir sama dimiliki oleh binatang, dapatlah diperhatikan bagaimana binatang mencari pasangannya, yakni lawan jenis. Walau ada beberapa hewan yang melakukan homoseksual sebagaimana dilansir www.merdeka.com di antaranya singa afrika, bonobo (keluarga simpanse), camar laut, capung dan domba rams (domba jantan tanduk melingkar). 

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa binatang yang melakukan homoseksual di antara penyebabnya adalah tidak seimbangnya jumlah lawan jenis (atau pasangan) lebih banyak pejantan atau betina dan adanya hirarkhi seperti pada singa Afrika.

Sebagaimana definisi perkawinan yang memiliki arti berpasangan seorang laki-laki dan wanita, menurut Santoso dalam jurnal YUDISIA, Vol. 7, No. 2, Desember 2016 kata-kata: "antara seorang pria dengan seorang wanita", menafikan kemungkinan ada perkawinan antara sesama pria (gay) atau antara sesama wanita (lesbian) di negara hukum Indonesia, seperti yang terjadi di beberapa negara lain beberapa tahun terakhir ini. 

Di antaranya ialah Negara Belanda, Belgia, dan sebagian Negara bagian Canada. Sedangkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) sama sekali tidak menyebutkan dua pihak yang berakad ini sungguhpun dapat diyakini bahwa KHI sangat mendukung peniadaan kemungkinan menikah antara sesama jenis yang dilarang oleh Undang-Undang Perkawinan.

AKRONIM NIKAH

Mengutip lansiran https://bangka.tribunnews.com. Dengan judul inilah ternyata rahasia nikah dilihat dari huruf-hurufnya, terdiri dari empat huruf yakni, Nun, Kaf, Alif, dan Ha'. Kaf adalah karomah atau kemuliaan, kebanggaan bagi diri sendiri dan keluarga setelah menikah. Alif adalah ulfah bermakna kasih sayang. Ha' adalah hikmah psikologis, medis dan sosial.

Ketika aku sudah dewasa

Cantik dan tampan sudah terbedakan

Hasrat asing telah terasakan

Hendak ke mana disalurkan dan bagaimana

Kelaki-lakianku

Sebagaimana kewanitaanmu

Tidak bisa berdiri sendiri

Untuk mengarungi mimpi nyata dalam birahi

Penyatuan adalah jalan utama

Seperti muara mengaliri lekuk hingga ke hilir

Takkan terpuaskan hingga ubun memuncak

Desih dan keringat adalah karya

Tetaplah mulia dalam kesahwatan

Tetaplah mesra dalam percintaan

Tetaplah dalam jalan kemanusiaan

Tuhan kan membimbing dalam kenikmatan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun