Mohon tunggu...
Hamim Thohari Majdi
Hamim Thohari Majdi Mohon Tunggu... Lainnya - Penghulu, Direktur GATRA Lumajang dan Desainer pendidikan

S-1 Filsafat UINSA Surabaya. S-2 Psikologi Untag Surabaya. penulis delapan (8) buku Solo dan sepuluh (10) buku antologi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Eksplorasi dan Eksploitasi Emosi

26 Juli 2022   21:59 Diperbarui: 26 Juli 2022   22:12 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk bisa mengeksplorasi secara maksimal, maka kewajiban orang tua untuk memediasi agar anak-anak tumbuh secara alami, merespon peristiwa yang dialaminya dan memberi penguatan makna dari apa yang ditangkap. Sedang bagi orang dewasa mengeksplorasi emosi disertai dengan kematangan berpikir dan pengarahan kepada yang lebih baik. 

Agar hidup menjadi bahagia dan bisa membagi kebahagiaan dengan orang yang ada di sekitar, maka arahkan emosi kepada kebaikan bersama. 

Semakin peka dengan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, maka semakin banyak sumber energi kebahagiaan yang bisa dikembangkan, yaitu memanfaatkan emosi untuk kebaikan.

 Eksploitasi Emosi

Rochelle (1986) menyebut ada cara yang membangun dan merusak dalam hal menguasai emosi kita. Perasaan kita mempunyai kekuatan untuk melukai orang lain. Tetapi juga dapat untuk melukai diri sendiri. Dan merusak hubungan baik dengan orang yang sudah kita kembangkan. perasaan kita juga mempunyai daya positif apabila dipakai dengan baik untuk menjalin hubungan dengan orang lain.  Dan untuk lebih mengetahui diri kita.

Eksploitasi emosi adalah melakukan sesuatu dengan bermain peran, terlalu mengada-ada, hingga berperilaku tidak wajar. O.P. Sharma (2008) menyebutkan bahwa emosi yang berlebihan  juga merupakan hal yang sama tidak baiknya. 

Sebagai contoh, saat mengalami kegagalan, beberapa orang cenderung berusaha menarik simpati orang lain dengan menunjukkan rasa ingin dikasihani. Dengan melakukan hal ini, mereka justru membuat diri mereka sendiri jadi obyek cemoohan ketimbang menjadapat simpati.

Dalam kehidupan ini banyak eksploitasi emosi dalam rangka meraih perhatian orang lain, seperti pengemis di jalanan dengan berpura-pura sakit, bahkan ada yang menyembunyikan kakinya agar orang lain berpikir sebagai seorang yang cacat, lalu mendapat buah simpati dan memberi sumbangan. 

Masih banyak contoh kehidupan dalam berbagai bidang, yang mudah disebut dengan main peran berwajah melas untuk dikasiani.

Atau sebaliknya untuk mendapat perhatian orang lain dengan cara menumbuhkan rasa takut dengan memasang wajah suram alias angker, berotot dan membawa sajam atau lainnya. Inilah kemudian yang bisa merusak harga diri dan membuat orang lain semakin tidak simpati. 

Pertanyaannya, siapakah yang rugi? Tentu jawabnya adalah merek yang tidak jujur dengan dirinya sendiri dengan cara melakukan eksploitasi emosi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun