Puji syukur alhamdulillah, hari pencoblosan dalam rangka Pilpres dan Pilleg sudah berlalu dengan lancar, aman, kondusif, tidak terjadi persoalan-persoalan yang harus menguras energi untuk menyelesaikannya. Rakyat Indonesia sudah semakin dewasa dan matang dalam berpolitik.
Selamat untuk seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pernak-pernik nya, ada satu sisi yang menarik bagi saya, sisi yang memiliki nilai-nilai penting bagi kehidupan kita sebagai manusia sosial. Positif atau negatifnya, layak atau tidaknya layak untuk ditiru, tergantung persepsi masing-masing orang.
Beredar di media sosial, ungkapan yang konon kabarnya disampaikan oleh Pak Jokowi. "Jika kehadiranku tidak dihargai, maka akan kubuat menyesal dengan kepergianku". Ungkapan itu dikaitkan dengan video yang memperlihatkan rangkaian beberapa kejadian mulai dari kalimat-kalimat Ketum PDIP Megawati yang bernada mengejek atau merendahkan Pak Jokowi dalam acara partai atau bertemu secara pribadi, hingga pidato berapi-api Pak Jokowi di sebuah acara di Jogjakarta yang menyatakan bahwa sudah saatnya untuk melawan.
Terlepas apakah semua yang ada di medsos tersebut benar atau tidak, valid atau tidak, relevan atau tidak, tetapi bagi saya ada sisi menarik. Sosok Pak Jokowi yang menurut saya adalah fenomenal.Â
Walaupun hasil Pilpres belum final dan secara resmi diumumkan oleh KPU, tetapi quick count yang dilakukan banyak lembaga survey yang juga diakui secara resmi oleh KPU menunjukkan bahwa kontestan no 02 berpeluang sangat besar untuk memenangkan Pilpres dalam satu putaran, karena hingga pagi hari ini, data masuk mencapai lebih dari 95%, kontestan no 02 mendapatkan suara rata-rata diatas 57-59%.Â
Dari pengalaman-pengalaman sebelumnya, hasil penghitungan suara secara manual yang dilakukan oleh KPU biasanya tidak akan berbeda terlalu jauh dari hasil quick count.
Bila melihat hiruk pikuk proses sejak awal, tentu sulit untuk disangkal bahwa hasil ini tidak bisa dilepaskan dari sosok Pak Jokowi baik secara langsung maupun tidak langsung, secara pribadi maupun melalui berbagai instrumen yang digerakkan. Bahkan pengaruh itu terlihat sangat dominan jika kita menyimak berbagai orasi Pak Prabowo dalam berbagai rangkaian kegiatan baik dalam kapasitas sebagai Menhan maupun sebagai calon presiden saat berkampanye. Pak Prabowo selalu menyisipkan pujian-pujian atas prestasi Pak Jokowi selam memerintah, sehingga sempat membuat saya bertanya-tanya, Pak Prabowo ini sedang mengkampanyekan dirinya sendiri untuk menjadi presiden yang memiliki visi misi sendiri ataukah sedang mengkampanyekan Pak Jokowi ?
Terlihat begitu dominannya pengaruh Pak Jokowi dalam "kemenangan" kontestan no 02 ini, yang semakin menegaskan sosoknya yang fenomenal. Dan secara pribadi, saya melihat ke-fenomenal-an Pak Jokowi sejak terpilihnya beliau pada Pilpres 2014.Â
Walaupun Pak Jokoei distigmakan oleh orang-orang yang merasa hebat sebagai tukang mebel yang planga plongo, ndeso, nggak ngerti apa-apa, sekedar boneka dan berbagai stempel negatif lainnya, tapi capaian Pak Jokowi mampu mementahkan itu semua. Pak Jokowi tetaplah sebagai Presiden dari sebuah negara besar, masuk ke Istana Negara untuk memimpin dan mengendalikan semua yang ada di negeri ini. Sesuatu yang tidak dapat diraih oleh orang-orang hebat yang mencemoohnya.
Tidak mempan dengan menggunakan isu planga-plongo, ndeso dan lain-lain, mereka yang merasa paling nasionalis sekaligus paling pantas masuk surga juga memberikan stigma kepada Pak Jokowi sebagai keturunan PKI, antek Cina dan sejenisnya. Bahkan aparatur negara yang seharusnya mendukung Presiden sebagai Kepala Negara pun banyak yang nyinyir dan menghujat Pak Jokowi, melalui percakapan medsos dan lain-lain. Tapi Pak Jokowi terus melangkah maju, melakukan banyak hal untuk negara, menyelesaikan 5 tahun pertama masa kepemimpinannya sebagai Presiden RI.
Memasuki pencalonannya untuk kedua kali di tahun 2019, berbagai hujatan, upaya-upaya merendahkan pribadi dan hal-hal tidak patut lainnya kembali menguat agar Pak Jokowi tidak terpilih untuk kedua kalinya. Lagi-lagi upaya itu gagal dan Pak Jokowi terpilih kembali dalam Pilpres.Â
Terlepas dari berbagai cerita konspiratif tentang kecurangan sebagaimana biasanya dilakukan oleh pihak yang kalah, Pak Jokowi resmi dipilih rakyat untuk menjadi Presiden. Itupun belum cukup mengentikan upaya stigmatisasi Pak Jokowi sebagai sosok yang tidak pantas menjadi presiden. Bahkan saat Pak Jokowi mengangkat Pak Prabowo yang baru saja dikalahkan dalam Pilpres untuk menjadi Menhan, pendukung Pak Prabowo secara personal melalui postingan-postingan medsos tetap menghujat Pak Jokowi dalam periode waktu yang tidak singkat.
Sepertinya para pendukung Pak Prabowo tidak rela jika pimpinannya, yang seharusnya menjadi presiden, malah merelakan dirinya menjadi menteri yang identik dengan pembantu presiden, membantu orang yang beberapa saat sebelumnya dibenci, dihujat, dicemooh, dicari kelemahannya.
Di sisi yang lain, oleh juragan pemilik partai pendukungnya Pak Jokowi juga diposisikan "hanya" sebagai petugas partai yang harus tetap tunduk pada pemilik partai, beberapa kali di rendahkan dan sengaja diekspose ke ruang publik untuk membangun opini bahwa kekuasaan dan kekuatan sesungguhnya bukan di tangan Pak Jokowi, tetapi di tangan pemilik partai.
Lagi-lagi, semua itu dapat dilalui dengan lancar dan aman hingga akhirnya terjadi titik balik ketika tahapan pilpres sudah dimulai dan lobby-lobby sudah menghasilkan sinyal-sinyal dukungan Pak Jokowi. Orang-orang terdekat Pak Prabowo yang dulu selalu mencari celah kelemahan dan kekurangan Pak Jokowi tiba-tiba die hard mati-matian memuji dan mendukung semua program Pak Jokowi. Di sisi yang berbeda, mereka yang dulu die hard mendukung jokowi tiba-tiba mulai bersuara kritis dan pelan-pelan menjadi semakin nyaring ke arah menghujat.
Kritikan, hujatan dan sebagainya menjadi semakin vulgar saat Gibran secar resmi digandeng oleh Pak Prabowo untuk deklarasi Capres/Cawapres dan bentuk dukungan Pak Jokowi semakin terlihat dengan jelas.Â
Dalam politik memang tidak ada kawan dan lawan yang abadi, tetapi bukan itu point menariknya, melainkan kepiawaian Pak Jokowi, Sang Fenomenal, untuk tetap menjadikan dirinya sebagai pemenang, dan membungkam siapapun yang pernah merendahkannya dengan cara dan gaya khas dirinya yang terlihat ndeso dan planga plongo. Seperti kutipan tak jelas namun menarik diawal tulisan ini. "Jika kehadiranku tidak dihargai, makan akan kubuat menyesal dengan kepergianku"
Salut dan hormat untuk Pak Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H