Dan benar, sebagai contoh, tidak lama setelah pernyataan dua pakar hukum diatas muncullah bank syariah dengan nama Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1992. Dimana payung hukumnya masih menggunakan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang penjabarannya melalui Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil (bank syariah). Keberadaan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang keharaman bunga bank tahun 2004 menuntut akomodasi dari pemerintah terhadap kepentingan umat Islam. Akhirnya, diundangkanlah UU No. 21 Tahun 2008 Perbankan Syariah.
Oleh karena itu, RUU Larangan Minuman Beralkohol merupakan kelanjutan dari aspirasi umat Islam Indonesia yang harus diperhatikan oleh pemerintah. Meskipun, mungkin perlu penyempurnaan-penyempurnaan dalam RUU tersebut misalnya memperhatikan kepentingan-kepentingan adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi dan tempat-tempat yang memiliki izin sebelum diterbitkan peraturan pemerintah untuk menjalankan UU tersebut serta memperhatikan pula pandangan-pandangan kelompok lain yang tidak setuju.
Satu lagi yang harus diperhatikan adalah terkait penerapan RUU Larangan Minuman Beralkohol. Jangan sampai ada kesewenang-wenangan kelompok atau ormas tertentu, misalnya merazia minuman beralkohol atas nama ajaran Islam sebagaimana pengalaman-pengalaman yang sudah terjadi sebelumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H