Mohon tunggu...
Abdul Hamid Al mansury
Abdul Hamid Al mansury Mohon Tunggu... Ilmuwan - Apa aja ditulis

Santri Darul Ulum Banyuanyar Alumni IAI Tazkia Wasekum HAL BPL PB HMI 2018-2020 Ketua Bidang PA HMI Cabang Bogor 2017-2018

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Untuk (Si)apa Perguruan Tinggi?

30 Juli 2020   23:16 Diperbarui: 30 Juli 2020   23:16 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://stanzaakal.wordpress.com/

Penerimaan mahasiswa baru melalui berbagai jalur tes masuk kampus memang tidak seramai penerimaan siswa baru dengan polemik dan pro-kontra zonasi. Selama satu bulan penuh (Juli, 2020) dengan penerapan protokol covid-19 dilaksanakan tes masuk kamapus jalur UTBK-SBMPTN.

Peserta yang tidak diterima mungkin akan membuat pilihan hidup. Pertama, dengan mencoba ikut tes mandiri di PTN, jika tidak diterima, maka kampus swasta (PTS) menjadi pilihan akhir, itupun kalau memang masih punya keinginan kuat untuk berpendidikan tinggi. Kedua, langsung masuk dunia kerja.

Kenapa masih mau kuliah? Karena dilandasi oleh berbagai motivasi, misalnya meningkatkan taraf hidup keluarga, gampang mendapatkan pekerjaan dan berbagai motivasi lainnya.

Kalau memang motifnya adalah persoalan ekonomi, bukankah pengangguran berdasarkan tinggkat pendidikan tertinggi kedua disumbang oleh mereka yang pernah merasakan bangku kuliah sebesar 12,49% (BPS, Februari, 2020)? Bandingkan saja dengan pendidikan akhir SD/sederajat 2,64%, SMP/sederajat 5,02% dan SMA/sederajat 15,26% (BPS, Februari, 2020).

Motif persoalan ekonomi bukannya tidak mempunyai dasar. Sejarah membuktikan bahwa pendidikan hanya bisa diakses oleh mereka yang mempunyai jabatan pada zaman penjajahan, selanjutnya mereka yang berduit, yang pada akhirnya mereka memperoleh pekerjaan mapan atau menjadi pengabdi pada korporasi kolonial.

Kembali lagi, bukankah lulusan perguruan tinggi penyumbang terbanyak kedua pengangguran? Artinya, hari ini perguruan tinggi bukanlah jaminan untuk memperoleh pekerjaan.

Untuk mengatasi permasalahan diatas, pada tgl 4 Juli 2020, dalam acara pengukuhan Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), Menko PMK, Muhadjir Effendy, mengatakan yang intinya adalah memastikan perguruan tinggi sesuai dengan industri (CNN Indonesia, 4/7/2020). Sekilas memang pernyataan tersebut menjanjikan bagi mereka yang kuliahnya bermotifkan persoalan ekonomi.

Ini tak ubahnya perguruan tinggi disamakan seperti mesin industri dan mahasiswa adalah calon 'robot' industri. Inputnya calon mahasiswa, diproses sedemikian rupa untuk menjadi pekerja dan outputnya adalah pekerja industri. 

Kalau memang seperti itu tujuannya, lalu apa tujuan dibuatnya program kartu prakerja yang menghabiskan uang triliunan rupiah APBN kalau bukan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang skillful?

Untuk apa diselenggarakannya SMK dan Sekolah Vokasi kalau bukan untuk mencetak pekerja ahli dan profesional? Bukankah data BPS, Februari, 2020 menunjukkan lulusan SMK penyumbang pengangguran 8,49% dan lulusan Vokasi 6,76%?

Kenapa harus perguruan tinggi yang melakukannya? Harusnya korporasi saja yang membuat pelatihan untuk meningkatkan kemampuan bagi pekerjanya.

Kembali kepada ide dasar dari perguruan tinggi itu lebih penting dari pada beradaptasi dengan industri. Institusi perguruan tinggi yang kita nikmati hari ini berasal dari Eropa dengan gereja sebagai basisnya sedangkan yang asli Indonesia adalah pondok pesantren.

Maka, pengertian University (universitas/perguruan tinggi) berdasarkan kamus Oxford adalah institution for advanced teaching and research (institusi untuk pengajaran dan penelitian lanjutan/tinggi). Dari definisi itu senada dengan kewajiban perguruan tinggi tapi dengan satu tambahan yaitu pengabdian kepada masyarakat, kewajiban itu biasa kita sebut tridharma perguruan tinggi.

Inilah ketercerabutan akar perguruan tinggi. Perguruan tinggi beradaptasi dengan korporasi, segalanya disesuaikan dengan korporasi; dari prodi, kurikulum dsb. Intinya apa kata kapitalis. Perguruan tinggi melenceng dari kewajibannya. Bukan lagi mengabdi kepada masyarakat, tapi mengabdi pada kapitalis.

Yang ditekankan dalam pendidikan adalah usaha penyadaran kepada setiap individu. Di perguruan tinggi titik tekannya adalah penyadaran akan kewajiban tridharma, mula-mula dosen memupuk rasa ingin tahu pada mahasiswanya yang akan memicu dirinya bahwa belajar itu sampai bodoh hingga siapapun termasuk kapitalis tak mampu membodohinya karena kebenaran ilmu pengetahuan yang terus digalinya. Itulah kewajiban pertama.

Sifat ilmu pengetahuan dan teknologi itu dinamis tidak statis. Maka, kewajiaban kedua dari perguruan tinggi adalah penelitian yang dorong oleh rasa ingin tahu. Kebenaran dan kejujuran harus dipegang teguh dalam proses penelitian untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tidak hanya masyarakat, korporasi pun menikmati apa yang ditelurkan perguruan tinggi.

Kewajiban ketiga perguruan tinggi adalah ilmu pengetahuan dan teknologi harus diabdikan kepada masyarakat demi kepentingan dan daya saing bangsa. Sekiranya sudah jelas perguruan tinggi tidak memgabdi kepada kapitalis.

Ibarat akuntansi mengikuti ekonomi, ilmu akuntansi akan berkembang bila ilmu ekonomi terlebih dahulu berkembang dan ilmu akuntansi akan stagnan bila ilmu ekonomi stagnan.

Jadi, posisi perguruan tinggi berada didepan sebagai motor perubahan. Ia menjawab tantangan zaman bukan sebaliknya dan ia tidak beradaptasi dengan apa yang ada di korporasi, tetapi korporasi beradaptasi dengan apa yang dilahirkan oleh perguruan tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun